Tuesday, March 8, 2011

"Flash of Creativity": Antara Al-Bushiri dan Einstein


Menata dan meneliti buku-buku di rumah, itulah salah satu kebiasaan penulis. Nah, minggu lalu, ketika istri penulis sedang berada di Samarinda, Kalimantan Timur, saat itu penulis manfaatkan untuk menata dan meneliti buku-buku di rumah. Ketika sedang asyik meneliti buku-buku yang ada, tiba-tiba pandangan penulis “terantuk” sebuah buku menarik berjudul Al-Ibdâ‘ fi Al-Fann wa Al-‘Ilm (Kreativitas dalam Seni dan Sains). Karya seorang guru besar asal Mesir itu, Prof. Dr. Hasan ‘Isa Ahmad, menyajikan bahasan yang menawan tentang kreativitas di dua bidang tersebut: seni dan sains.

Entah kenapa, ketika menyimak kembali kandungan karya tersebut, tiba-tiba dalam benak “mencuat” dua sosok: Al-Bushiri dan Einstein. Perihal tokoh pertama, namanya sangat kondang di Dunia Islam. Karya-karyanya pun telah banyak diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa dunia. Malah, di negeri kita salah satu karyanya pernah digelar seorang seniman kondang, WS Rendra. Selama hayatnya, warna kemiskinan begitu dominan dalam kehidupannya. Ia sendiri hidup antara 1211-1294 M.

Suatu saat Al-Bushiri berhasrat sekali menggubah madah untuk Rasulullah Saw. Ketika ia mulai menggubah karya itu, ia jatuh sakit dan kemudian kelumpuhan menimpa dirinya. Tapi, hal itu tidak menghalanginya untuk tetap melanjutkan usahanya itu, sembari berdoa kepada Allah Swt. kiranya Dia menyembuhkan kelumpuhan yang menimpa dirinya. Lantas, suatu ketika, suatu peristiwa aneh menimpa dirinya. Selama berbulan-bulan ia merasakan bahwa sesuatu akan terjadi pada dirinya. Bila makan, ia menjadi lebih suka menyendiri, untuk menantikan sesuatu yang bakal terjadi. Bila tidur, ia suka mencari kamar yang terpencil dan kemudian menantikan sesuatu yang menggelitik perasaannya itu. Tapi, bukan kematian yang ia nantikan. Perasaannya mengatakan, seorang Tamu Agung bakal mengunjunginya. Tamu Agung itu berasal dari negeri jauh dan membawa pesan khusus kepadanya. Kondisi ini membuat karyanya tak kunjung rampung

Dari manakah datangnya perasaan serupa itu? Al-Bushiri sendiri tidak tahu. Tapi, ia senantiasa merasa, ia harus menanti dalam keadaan bersih. Lahir dan batin.

Lantas, pada suatu malam, dalam mimpi, datanglah Tamu Agung yang ia nanti-nantikan. Tutur Al-Bushiri tentang peristiwa itu, “Dalam mimpi itu aku bertemu dengan Nabi Saw. Beliau kemudian mengusap-usapkan tangan beliau pada pinggangku dan menyerahkan seuntai baju (burdah) kepadaku. Dalam pertemuan itu, tiba-tiba aku seakan berhasil merampungkan gubahanku. Aku pun mendendangkannya di hadapan beliau. Kemudian aku terbangun. Tiba-tiba aku berdiri dan mampu berjalan lagi. Gubahanku itu kemudian kunamakan Burdah.”

Hingga kini tiada madah kepada Rasulullah Saw. yang kuasa menandingi ketenaran Burdah karya Al-Bushiri itu. Semenjak karya itu lahir hingga kini, berapa kerap karya itu didendangkan di pelbagai penjuru Dunia Islam.

Pengalaman Al-Bushiri dalam proses penggubahan Burdah, dalam bahasa kerennya, disebut “flash of creativity” (pancaran kreativitas). Dan, peristiwa yang dialami Al-Bushiri sejatinya tak beda jauh dengan kondisi Einstein ketika menemukan Teori Relativitas. Kini, sejenak marilah kita ikuti kisah proses penemuan teori yang mengguncang dunia itu seperti dituturkan istri Einstein:

“Seperti biasanya, pagi itu Dr. Einstein dengan mengenakan baju tidur turun dari ruang kerjanya untuk menikmati makan pagi. Tapi, kala itu, ia enggan menyentuh hidangan yang ada. Tampak oleh saya ia sedang memikirkan sesuatu. Saya pun menanyakannya kepadanya. Jawab ia, “Sayangku! Aku punya ide luar biasa!”

Selepas menikmati kopi, Einstein kemudian duduk di depan piano. Ia pun mulai memainkannya. Sebentar-sebentar ia berhenti main piano dan menulis beberapa catatan. Kemudian, tiba-tiba ia berseru, “Aku punya ide luar biasa! Aku punya ide luar biasa!”
“Demi Tuhan,” ucap saya, “jangan kau biarkan aku gelisah. Katakanlah!”
“Sulit sekali!” jawab ia. “Aku sedang berusaha mengikhtisarkannya!”

Einstein terus memainkan piano dan membuat catatan selama kurang lebih setengah jam. Selepas itu, ia kemudian kembali pada pekerjaannya. Ia tak ingin diganggu siapa pun. Selama dua minggu ia mendekam di ruang kerjanya.

Setiap hari ia saya antari makanan. Setiap sore, ia senantiasa turun dan berjalan-jalan sendirian. Kemudian, ia kembali pada pekerjaannya. Akhirnya, selepas dua minggu berlalu, ia turun dari ruang kerjanya dan menemui saya. Ia tampak kecapaian. Ia kemudian menaruh dua helai kertas di atas meja, lantas serunya dengan sangat gembira, “Ini dia!”

Begitulah kisah proses lahirnya Teori Relativitas yang hingga kini masih kerap diperbincangkan para pakar.

Pengalaman Al-Bushiri maupun Einstein itu menunjukkan bahwa proses kreatif di bidang seni dan sains tiada bedanya. Dari proses lahirnya kedua karya itu tampak bahwa usaha yang teratur untuk menemukan atau mengkreasikan suatu karya dimulai dengan penguasaan diri sang pelaku. Keadaan yang demikian itu akan menimbulkan semacam ketegangan berupa “kecenderungan untuk menyempurnakannya”. Ketegangan tersebut akan tetap berlangsung dan tidak akan sirna kecuali dengan rampungnya kegiatan dan karya itu!