Monday, June 30, 2014

PICKTHALL:
Penerjemah Al-Quran yang Putra 
Seorang Pendeta

Tentu kita semua tahu, Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. di bulan mulia seperti saat ini: bulan Ramadhan. Kemudian, dengan tersebarnya Islam ke berbagai penjuru dunia, Kitab Suci itu pun diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, antara lain bahasa Inggris. Nah, salah satu penerjemah ke dalam bahasa yang dipakai ratusan juta anak manusia itu adalah Muhammad Marmaduke William Pickthal (1292-1355 H/1875-1936 M). Terjemahannya tersebut terkenal puitis dan akurat.

Kini, siapakah penerjemah Al-Quran tersebut?

Pickthall lahir pada Rabu, 1 Rabi‘ Al-Awwal 1292 H/7 April 1875 M, sebagai putra pasangan suami-istri Pendeta Charles Grayson Pickthall dan Mary O’Brien ini. Dididik di Harrow, novelis yang disanjung D.H Lawrence, H.G Wells, dan E.M Forster ini lahir di lingkungan sebuah keluarga Inggris kelas menengah yang akar keluarganya adalah seorang ksatria di masa William Sang Penakluk, Roger de Poictu. Ketika ia berusia lima tahun, ayahandanya berpulang. Selepas itu, keluarganya pindah ke London. Di ibukota itulah ia menempuh pendidikan dasar dan menengah. Selama meniti pendidikan tersebut, ia gemar mendaki gunung. Kegiatan itu memertemukannya dengan Muriel Smith, seorang gadis cantik  yang kelak menjadi pendamping hidupnya.

Ketika Pickthall berusia delapan belas tahun, karena ingin memelajari bahasa Arab dengan harapan jika dapat menguasai bahasa itu ia dapat bekerja di Konsulat Inggris di Palestina, ia pun bertolak ke Asia. Port Said, sebuah kota pelabuhan di Mesir, adalah kota di Asia yang pertama kali ia singgahi. Selepas belajar bahasa Arab kepada seorang mu‘allim di kota pelabuhan itu, ia kemudian menuju Jaffa. Dengan senantiasa mengenakan baju tradisonal warga setempat, ia kemudian hidup di tengah-tengah masyarakat Palestina. Perjalanan hidupnya selanjutnya mengantarkannya ke Kota Damaskus. Di kota yang pernah menjadi ibukota Dinasti Umawiyyah itu, ia kian mendalami bahasa Arab dan sejarah Islam. Tetapi, segera perhatiannya terarah pada Al-Quran, karena pengaruh karya-karya Thomas Traherne dan Gerard Winstanley.

Selama bermukim di Damaskus ini, sejatinya Pickthall ingin memeluk Islam. Namun, Imam Masjid Umawi kala itu menyarankan kepadanya, agar ia tidak memeluk Islam sebelum meminta masukan kepada ibundanya. Ia pun kembali ke negerinya tanpa memeluk Islam. Tidak lama setiba di negerinya, ia kemudian menikahi Muriel Smith pada Rabi‘ Al-Akhir 1314 H/September 1896 M. Tidak lama selepas menikah, ia menapakkan kaki menuju Jenewa, Swiss. Di kota itu, lahir beberapa novelnya: Monsieur le President, The Word of an Englishman, dan Said the Fisherman. Selepas balik ke negerinya, lahir novel-novelnya Enid dan The House of Islam.

Pada 1327 H/1909 M Pickthall kembali menapakkan kaki ke Mesir. Kota Alexandria adalah kota pertama yang ia kunjungi. Kunjungannya ke acara mawlid Sayyid Ahmad Al-Badawi di Thantha memberikan inspirasi baginya dalam menyusun karya berikutnya, Children of the Nile. Kemudian, ketika Perang Dunia I pecah, ia kembali ke Inggris. Selama di negerinya, lahir novel-novelnya Larkmeadow dan Veiled Women. Perjalanan hidupnya selanjutnya mengantarkannya ke Turki. Di negeri terakhir itu, lahir karya-karyanya With the Turk in Wartime dan The Early Hours. Dan, selepas kembali ke tanah airnya, pada Ahad, 11 Muharram 1333 H/29 November 1914 M Pickthall memberikan ceramah dengan judul “Islam and Progress”. Selepas itu, ia mantap untuk memeluk Islam. Langkahnya ini diikuti istrinya, Muriel Smith. Sejak itulah, ia menjadi aktivis “Islam Society” di Woking dan London. Pada masa ini, ia ikut mengelola koran mingguan The Muslim Outlook.

India adalah negara berikut yang dikunjungi Pickthall, untuk menjadi editor Bombay Chronicle. Ia tiba di negeri itu pada 1338 H/1919 M. Selain menjadi editor, ia juga menjadi khatib shalat Jumat dan belajar bahasa Urdu. Pada 1342 H/1924 M, karena Bombay Chronicle dilarang terbit, ia beralih profesi menjadi kepala sekolah di Hyderabad. Selain itu, ia juga menerbitkan jurnal Islamic Culture dan melahirkan karya-karyanya Dust and the Peacock Throne dan The Cultural Side of Islam. Selama bermukim di Hyderabad itu pula, ia menerjemahkan Al-Quran yang kemudian terbit dengan judul The Meaning of the Glorious Koran.

Selepas bermukim di anak benua India sekitar lima belas tahun, pada 1354 H/1935 M Muhammad Marmaduke William Pickhthal meninggalkan Hyderabad dan kembali ke Inggris. Dan, sekitar setahun kemudian, tepatnya pada Selasa, 27 Shafar 1355 H/19 Mei 1936 M, ia berpulang di St. Ives karena trombosis koroner yang ia derita. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn. Kiranya, amal-amalnya diterima Allah Swt. Amin ya Rabb Al-‘Alamin.


Wednesday, June 18, 2014

AKHIRNYA, HARI PENSIUN PUN TIBA: 
Catatan untuk Seorang Istri

Semarang, 18 Oktober 1983.

Itulah hari, bulan, dan tahun yang paling membahagiakan dirinya.  Selepas berjuang selama enam tahun, akhirnya brevet sebagai dokter dia raih dari sebuah universitas negeri di Semarang, Jawa Tengah., Universitas Diponegoro. Tentu saja, dengan keberhasilannya meraih brevet itu, dia pertama-tama merasa sangat berterima kasih kepada Allah Swt. dan kedua orang tuanya. Meski ayahandanya seorang pensiunan perwira Angkatan Darat,  namun sejak dia diterima di fakultas kedokteran, ayahanda dan ibundanya tidak pernah tanggung-tanggung dalam membiayainya, meski kondisi keuangan mereka kala itu sangat terbatas.

Karena itu, sejak masih sebagai mahasiswa, dia telah bercita-cita bahwa setelah meraih brevet dokter, dia akan berbakti dengan sepenuh hati di bidang medis dan kesehatan untuk masyarakat. Pertama-tama untuk mengikuti jejak ayahandanya yang pernah ikut berjuang untuk Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Yang kedua, dia juga merasa berutang kepada negaranya. Ini karena dia menyadari, betapa besar subsidi yang diberikan negaranya kepada dirinya, ketika dia menimba ilmu di fakultas kedokteran.

Selepas menunggu selama sekitar sepuluh bulan sebagai dokter tidak tetap di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia menempatkan dirinya untuk melaksanakan Wajib Kerja Sarjana Satu di wilayah Jawa Barat. Dengan senang hati, dia pun meninggalkan Jakarta, menuju ke tempat penempatannya sebagai dokter.  Di Jawa Barat, dia ditempatkan di Kabupaten Bandung. Tepatnya di Desa Pakutandang, Kecamatan Ciparay. Selama enam tahun, sesuai dengan janjinya, dia bina dan kembangkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang dia pimpin dengan sepenuh hati sejak “titik nol”. Tidak aneh, jika ketika dia tinggalkan, Puskesmas itu menempati strata satu, alias Puskesmas Teladan.

Usai bertugas di Desa Pakutandang, dan bertugas sebagai anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia pada Musim Haji 1989, perjalanan hidup mengantarkan dirinya memasuki Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Universitas Padjadjaran pada 1990. Selama enam tahun (pendidikan dokter spesialis penyakit dalam waktu itu masih selama enam tahun), dengan penuh suka dan duka, dia berjuang untuk menjadi seorang dokter spesialis. Akhirnya, pada 1996, brevet dokter spesialis penyakit dalam pun dia raih. Setelah ditugaskan beberapa bulan di Rumah Sakit Angkatan Darat Dustira di Cimahi, dia kemudian berangkat ke  Nusa Tenggara Barat untuk melaksanakan Wajib Kerja Sarjana Dua di Praya, Lombok Tengah, dengan meninggalkan dua putrinya di Bandung. Selama satu tahun penuh, dia siapkan infrastruktur Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Tengah. Sehingga, ketika dia meninggalkan Praya, dokter spesialis dalam pengganti dapat bertugas dan bekerja dengan nyaman dan krasan.

Kembali ke Bandung pada awal 2008, posisi sebagai pegawai negeri sipil pun dia tinggalkan. Kini, dia memasuki sebuah rumah sakit swasta yang mengharapkan kehadirannya, sebagai salah satu persyaratan izin beroperasinya rumah sakit tersebut. Seperti sebelumnya, selama menjadi karyawan di rumah sakit tersebut, dia bekerja dengan sepenuh hati. Jika banyak di antara para sejawatnya merangkap di beberapa rumah sakit, dia sepenuhnya hanya berkarya di rumah sakit tersebut. Berbagai posisi dia pegang, antara lain sebagai Ketua SMF Penyakit Dalam (nyaris selama bekerja di rumah sakit tersebut), Ketua Komite Infeksi, Wakil Ketua Komite Medik, Ketua Komite Kendali Mutu dan Etik, Ketua Tim Pemeriksa Kesehatan Para Calon Bupati Kabupaten Bandung, dan Wakil Direktur (dua kali). Selain itu, dia bangun pula sebuah pusat penanganan para penderita diabetes mellitus.

Di luar kegiatannya tersebut, dia seakan tidak pernah merasa capai untuk membina masyarakat. Entah berapa kali dia adakan kegiatan simposium medis dan parenting, baik bagi para profesional maupun masyarakat, yang bermanfaat untuk mereka. Kemampuan managerialnya memang patut diacungi jempol. Selain itu, dia sempatkan pula mendirikan pesantren mini, dengan pelbagai kegiatan yang tidak pernah berhenti semenjak pesantren mini itu dibuka hingga kini.

Kemarin, 17 Juni 2014, dia dipanggil direksi tempat dia bekerja selama 16 tahun. Secara resmi dia diberitahu bahwa mulai hari ini, 18 Juni 2014, dia mulai memasuki masa pensiun. Ya, baru kemarin, sehari sebelum dia berulang tahun ke 56 tahun, dia baru diberitahu secara resmi bahwa mulai hari ini dia pensiun.  Dan, hari ini,  18 Juni 2014, saat dia berulang tahun ke-56, dia merasa sebuah beban berat seakan terlepas dari dirinya: sebuah amanah sebagai dokter yang harus melayani masyarakat  dengan sebaik-baiknya. Selama 31 tahun, sebagai dokter, dia memang  tidak pernah lupa dengan janjinya bahwa “dia akan senantiasa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dari yang jembel hingga yang jenderal”. 

Untuk itu, doa pun kami (saya dan anak-anak) panjatkan kepada Allah Swt., “Allâhumma ij’alhâ min ahl al-‘ilm wa ahl al-khair, walâ taj’alhâ min ahl al-syarr wa ahl al-dhair. Ya Allah, Tuhan kami. Jadikanlah dia termasuk orang-orang yang Engkau karuniai ilmu pengetahuan dan suka berbuat kebaikan. Dan, jangan jadikan dia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan dan kesesatan. Amin.” 

Selamat ulang tahun istriku. Selamat meniti masa pensiun. Kiranya sisa hidupmu senantiasa mendapatkan limpahan ridha dan berkah dari Sang Pemilik Kehidupan. Amin ya Rabb Al-‘Alamin.