Wednesday, September 28, 2016

SEBUAH KARYA BARU LAGI TERBIT

Alhamdulillah, seri ke-2 dari ISLAMIC GOLDEN STORIES, dengan judul Tanggung Jawab Pemimpin, besok, Kamis, 29 September 2016, mulai dicetak Sekali lagi, terima kasih kepada Mbak Nurjannah Intan dan Tim dari Bentang Pustaka, Yogyakarta yang telah dengan susah paya menyiapkan segala sesuatu hingga karya ini terbit. Semoga,karya ini bermanfaat untuk masyarakat dan penulis, amin ya Rabb Al-'Alamin. 


Saturday, September 24, 2016

KEKHAWATIRAN KETIKA SEDANG MENULIS SEBUAH BUKU

Alhamdulillah. Ya Allah, jadikanlah karya ini bermanfaat bagi masyarakat.”

Demikian gumam bibir saya, kemarin pagi, ketika membuka deretan email yang masuk. Salah satu email berasal dari seorang editor Penerbit Bentang Pustaka, Yogyakarta. Dalam email tersebut, editor, yang telah lama akrab dengan saya, memberitahukan, “Pak Rofi’. (Buku) Jejak-jejak Islam, Kamus Sejarah dan Peradaban Islam minggu depan akan diterbitkan dalam bentuk edisi cetak.”

Betapa gembira dan bahagia hati saya menerima pesan demikian. Karya yang merupakan ensiklopedia ringkas sejarah dan peradaban Islam, dari sejak awal perkembangannya hingga dewasa ini, sebelumnya telah terbit dalam bentuk e-book. Karya itu sendiri saya tulis bersama sebuah ensiklopedia yang diterbitkan Mizan, Ensiklopedia Tokoh Muslim, selama sekitar 6 tahun. Ketika sedang menulis dua karya tersebut, sejatinya ada suatu perasaan khawatir, dua karya tersebut tidak terselesaikan. Tentu saja, sebab penulisan dua karya itu, sebagai sebuah karya ilmiah meski populer, memerlukan kecermatan dan ketelitian sangat tinggi serta tidak dapat dilakukan terburu-buru. 

Merasa sangat khawatir Allah Swt. telah “memanggil saya untuk pulang” sebelum penulisan dua karya itu rampung, setiap kali saya umrah, dan setiap kali berada di Multazam di lingkungan Masjid Al-Haram, saya senantiasa berdoa, kiranya Sang Pencipta memberikan karunia usia untuk dapat merampungkan dua karya itu, sebagai salah satu kontribusi ilmiah bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.

Perasaan khawatir yang sama sejatinya juga pernah “mewarnai” benak saya ketika saya sedang menerjemahkan sebuah karya besar Imam Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûm Al-Dîn, yang kemudian diterbitkan Penerbit Pustaka Bandung dan terdiri dari 16 jilid. Setiap kali satu jilid dari karya sangat tebal itu terbit, sebelum karya terjemahan itu terbit lengkap 16 jilid, ada perasaan takut dan khawatir menggelayut dalam benak bahwa Allah Swt. tidak memberikan kesempatan saya untuk merampungkan penerjemahan karya puncak Imam Al-Ghazali tersebut dalam bahasa Indonesia yang murah dicerna dan difahami oleh masyarakat awam sekalipun. Alhamdulillah, selepas “berjuang” selama sekitar 6 tahun pula, penerjemahan solo itu dapat saya rampungkan. Betapa bahagia dan gembira saya ketika itu.


Kehadiran Jejak-jejak Islam, yang terdiri sekitar 600 halaman, tentu, saya harapkan, dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang lebih baik tentang sejarah Islam, dari masa ke masa, dan berbagai puncak sumbangsih kaum Muslim terhadap dunia. Semoga, karya ini bermanfaat bagi masyarakat, juga bagi penulis, âmîn yâ Mujîb Al-Sâ’ilîn

Wednesday, September 14, 2016

SEBUAH KARYA BARU

Alhamdulillah, akhirnya sebuah karya baru minggu ini terbit. Semoga menjadi sebuah buku yang bermanfaat bagi masyarakat, amin


Sunday, September 11, 2016

YA TUHAN, SAKSIKANLAH!

Om Rofi’. Andaikan saat ini om ikut rombongan Rasulullah Saw. naik haji seraya bertalbiyah, hilang gak rasa nyeri di kaki om?”
“Oh, om Rofi’ akan menangis, karena sangat bahagia, andaidapat naik haji bersama beliau. Om tidak akan memedulikan rasa nyeri di kaki ini.”

Demikian sebagian penggalan perbincangan di dini hari tadi, perbincangan di antara saya dan seorang keponakan. Kemudian, usai melaksanakan shalat Shubuh, sambil berbaring di tempat tidur, entah kenapa benak saya tiba-tiba “melayang-layang” dan kembali ke tahun 10 Hijriah: kala itu Rasulullah Saw. sedang berada di Makkah, untuk melaksanakan ibadah haji yang pertama dan terakhir kalinya bagi beliau selepas menjadi Utusan Allah Swt. Dan, tiba-tiba dalam benak muncul pertanyaan, “Apa yang dilaksanakan Rasulullah Saw. pada Hari ‘Arafah?”

Segera, saya pun bangkit kembali dari tempat tidur. Kemudian, saya pun membuka catatan tentang apa yang beliau laksanakan pada hari itu:

Ketika Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah 10 H) tiba, Rasulullah Saw., yang kala itu berada di Makkah, kemudian menapakkan kaki menuju Mina. Di tempat yang berjarak sekitar 8 kilometer dari Makkah itu, beliau  melaksanakan shalat Zhuhur, Asar, Magrib, ‘Isya’, dan Shubuh di sana.

Kemudian, seusai menanti hingga matahari terbit, Rasulullah Saw. lantas melanjutkan perjalanan menuju ‘Arafah. Tenda-tenda waktu itu telah didirikan di sana. Beliau pun masuk tenda yang disiapkan bagi beliau. Setelah matahari tergelincir, beliau meminta agar Al-Al-Qashwa’, unta beliau, didatangkan. Beliau kemudian menungganginya hingga tiba di jantung ‘Arafah.

Melihat ribuan jamaah yang memenuhi panggilan Allah Swt. dan menaati perintah-Nya, Rasulullah Saw. merasa lega. Beliau merasa lega karena umatnya telah menegakkan kebenaran Islam dengan ikhlas. Saat itu, beliau berniat menanamkan inti ajaran Islam di dalam hati mereka, dengan memanfaatkan pertemuan mulia itu sebagai kesempatan itu untuk mengucapkan khutbah guna mengikis tuntas sisa-sisa kejahiliahan yang masih mengendap dalam jiwa kaum Muslim kala itu. Beliau juga hendak menekankan soal-soal akhlak, hukum, dan hubungan antar sesama kaum Muslim. Termasuk hubungan antara suami-istri.

Lantas, setiba di jantung ‘Arafah, Rasulullah Saw. kemudian berdiri di hadapan sekitar 124.000 atau 140.000 kaum Muslim untuk menyampaikan khutbah haji terakhir beliau, yang diulang dengan ucapan yang lebih keras oleh Rabi‘ah bin Umayyah bin Khalaf,

Wahai manusia.

Dengarkanlah nasihatku baik-baik. Barang kali, aku tidak dapat lagi bertemu muka dengan kalian semua di tempat ini. Tahukah kalian semua, hari apakah ini? (Beliau menjawab sendiri) Inilah Hari Nahr, hari kurban yang suci. Tahukah kalian bulan apakah ini? Inilah bulan suci. Tahukah kalian tempat apakah ini? Inilah kota yang suci. Karena itu, aku permaklumkan kepada kalian semua bahwa darah dan nyawa kalian, harta benda kalian dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kalian sampai kalian bertemu dengan Tuhan kalian kelak. Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian! 

Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah!

Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang siapa memegang amanah di tangannya, hendaklah ia bayarkan kepada yang empunya. Sungguh, riba jahiliah adalah batil. Dan, awal riba yang pertama sekali kuberantas adalah riba yang dilakukan pamanku sendiri, Al-‘Abbas bin ‘Abdul-Muththalib. Hari ini, semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan jahiliah dan penuntutan darah cara jahiliah harus dihapuskan. Yang pertama kali kuhapuskan adalah tuntutan darah ‘Amir bin Al-Harits.

Wahai manusia.

Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumi kalian  yang suci ini. Tetapi, ia bangga bila kalian dapat menaatinya, walau dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Karena itu, waspadalah kalian atas dirinya! Wahai manusia! Sungguh, zaman itu beredar semenjak Allah menjadikan langit dan bumi.

Wahai manusia.

Sungguh, bagi kaum perempuan (istri kalian) itu ada hak-hak yang harus kalian penuhi, dan bagi kalian juga ada hak-hak yang harus dipenuhi istri itu. Yaitu, mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kalian sendiri, dan mereka tidak boleh membawa orang lain yang tidak kalian sukai ke rumah kalian, kecuali setelah mendapat izin dari kalian terlebih dahulu. Karena itu, sekiranya kaum perempuan itu melanggar ketentuan-ketentuan demikian, sungguh Allah telah mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka, dan kalian boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu. Tetapi, bila mereka berhenti dan tunduk kepada kalian, menjadi kewajiban kalianlah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya. Ingatlah, kaum hawa adalah makhluk yang lemah di samping kalian. Mereka tidak berkuasa. Kalian telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah dan kalian telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah tentang urusan perempuan dan terimalah wasiat ini untuk memperlakukan mereka dengan baik.

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah!

Wahai manusia.

Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu, yang bila kalian memeganginya erat-erat, niscaya kalian tidak akan sesat selamanya. Yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Wahai manusia! Dengarkanlah baik-baik apa yang kuucapkan kepada kalian, niscaya kalian bahagia. Untuk selamanya dalam hidup kalian!

Wahai manusia.

Kalian hendaklah mengerti bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, bagi masing-masing pribadi di antara kalian terlarang keras mengambil harta saudaranya, kecuali dengan izin hati yang ikhlas.

Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah!

Janganlah kalian, setelah aku meninggal nanti, kembali pada kekafiran, yang sebagian kalian mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Sebab, bukankah telah kutinggalkan untuk kalian pedoman yang benar, yang bila kalian mengambilnya sebagai pegangan dan lentera kehidupan kalian, tentu kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (Al-Quran).

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah!

Wahai manusia.

Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling takwa. Tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa. 

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah! Oleh karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tak hadir!’”

Begitu usai melaksanakan wukuf di ‘Arafah, ketika matahari telah terbenam dan mega kuning mulai sirna, Rasulullah Saw. lantas meneruskan perjalanan hajinya dengan menaiki unta menuju Muzdalifah. Beliau kali ini didampingi Usamah bin Zaid, putra Zaid bin Al-Haritsah.

“Wahai Rasul, wasiatmu akan kusampaikan kepada mereka yang tidak hadir bersamamu,” ucap pelan bibir saya, usai membaca catatan tersebut, seakan menjawab titah Rasulullah Saw. tersebut. “Betapa indah kandungan titahmu, wahai Kekasih Allah.”