Wednesday, June 18, 2014

AKHIRNYA, HARI PENSIUN PUN TIBA: 
Catatan untuk Seorang Istri

Semarang, 18 Oktober 1983.

Itulah hari, bulan, dan tahun yang paling membahagiakan dirinya.  Selepas berjuang selama enam tahun, akhirnya brevet sebagai dokter dia raih dari sebuah universitas negeri di Semarang, Jawa Tengah., Universitas Diponegoro. Tentu saja, dengan keberhasilannya meraih brevet itu, dia pertama-tama merasa sangat berterima kasih kepada Allah Swt. dan kedua orang tuanya. Meski ayahandanya seorang pensiunan perwira Angkatan Darat,  namun sejak dia diterima di fakultas kedokteran, ayahanda dan ibundanya tidak pernah tanggung-tanggung dalam membiayainya, meski kondisi keuangan mereka kala itu sangat terbatas.

Karena itu, sejak masih sebagai mahasiswa, dia telah bercita-cita bahwa setelah meraih brevet dokter, dia akan berbakti dengan sepenuh hati di bidang medis dan kesehatan untuk masyarakat. Pertama-tama untuk mengikuti jejak ayahandanya yang pernah ikut berjuang untuk Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Yang kedua, dia juga merasa berutang kepada negaranya. Ini karena dia menyadari, betapa besar subsidi yang diberikan negaranya kepada dirinya, ketika dia menimba ilmu di fakultas kedokteran.

Selepas menunggu selama sekitar sepuluh bulan sebagai dokter tidak tetap di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia menempatkan dirinya untuk melaksanakan Wajib Kerja Sarjana Satu di wilayah Jawa Barat. Dengan senang hati, dia pun meninggalkan Jakarta, menuju ke tempat penempatannya sebagai dokter.  Di Jawa Barat, dia ditempatkan di Kabupaten Bandung. Tepatnya di Desa Pakutandang, Kecamatan Ciparay. Selama enam tahun, sesuai dengan janjinya, dia bina dan kembangkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang dia pimpin dengan sepenuh hati sejak “titik nol”. Tidak aneh, jika ketika dia tinggalkan, Puskesmas itu menempati strata satu, alias Puskesmas Teladan.

Usai bertugas di Desa Pakutandang, dan bertugas sebagai anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia pada Musim Haji 1989, perjalanan hidup mengantarkan dirinya memasuki Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Universitas Padjadjaran pada 1990. Selama enam tahun (pendidikan dokter spesialis penyakit dalam waktu itu masih selama enam tahun), dengan penuh suka dan duka, dia berjuang untuk menjadi seorang dokter spesialis. Akhirnya, pada 1996, brevet dokter spesialis penyakit dalam pun dia raih. Setelah ditugaskan beberapa bulan di Rumah Sakit Angkatan Darat Dustira di Cimahi, dia kemudian berangkat ke  Nusa Tenggara Barat untuk melaksanakan Wajib Kerja Sarjana Dua di Praya, Lombok Tengah, dengan meninggalkan dua putrinya di Bandung. Selama satu tahun penuh, dia siapkan infrastruktur Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Tengah. Sehingga, ketika dia meninggalkan Praya, dokter spesialis dalam pengganti dapat bertugas dan bekerja dengan nyaman dan krasan.

Kembali ke Bandung pada awal 2008, posisi sebagai pegawai negeri sipil pun dia tinggalkan. Kini, dia memasuki sebuah rumah sakit swasta yang mengharapkan kehadirannya, sebagai salah satu persyaratan izin beroperasinya rumah sakit tersebut. Seperti sebelumnya, selama menjadi karyawan di rumah sakit tersebut, dia bekerja dengan sepenuh hati. Jika banyak di antara para sejawatnya merangkap di beberapa rumah sakit, dia sepenuhnya hanya berkarya di rumah sakit tersebut. Berbagai posisi dia pegang, antara lain sebagai Ketua SMF Penyakit Dalam (nyaris selama bekerja di rumah sakit tersebut), Ketua Komite Infeksi, Wakil Ketua Komite Medik, Ketua Komite Kendali Mutu dan Etik, Ketua Tim Pemeriksa Kesehatan Para Calon Bupati Kabupaten Bandung, dan Wakil Direktur (dua kali). Selain itu, dia bangun pula sebuah pusat penanganan para penderita diabetes mellitus.

Di luar kegiatannya tersebut, dia seakan tidak pernah merasa capai untuk membina masyarakat. Entah berapa kali dia adakan kegiatan simposium medis dan parenting, baik bagi para profesional maupun masyarakat, yang bermanfaat untuk mereka. Kemampuan managerialnya memang patut diacungi jempol. Selain itu, dia sempatkan pula mendirikan pesantren mini, dengan pelbagai kegiatan yang tidak pernah berhenti semenjak pesantren mini itu dibuka hingga kini.

Kemarin, 17 Juni 2014, dia dipanggil direksi tempat dia bekerja selama 16 tahun. Secara resmi dia diberitahu bahwa mulai hari ini, 18 Juni 2014, dia mulai memasuki masa pensiun. Ya, baru kemarin, sehari sebelum dia berulang tahun ke 56 tahun, dia baru diberitahu secara resmi bahwa mulai hari ini dia pensiun.  Dan, hari ini,  18 Juni 2014, saat dia berulang tahun ke-56, dia merasa sebuah beban berat seakan terlepas dari dirinya: sebuah amanah sebagai dokter yang harus melayani masyarakat  dengan sebaik-baiknya. Selama 31 tahun, sebagai dokter, dia memang  tidak pernah lupa dengan janjinya bahwa “dia akan senantiasa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dari yang jembel hingga yang jenderal”. 

Untuk itu, doa pun kami (saya dan anak-anak) panjatkan kepada Allah Swt., “Allâhumma ij’alhâ min ahl al-‘ilm wa ahl al-khair, walâ taj’alhâ min ahl al-syarr wa ahl al-dhair. Ya Allah, Tuhan kami. Jadikanlah dia termasuk orang-orang yang Engkau karuniai ilmu pengetahuan dan suka berbuat kebaikan. Dan, jangan jadikan dia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan dan kesesatan. Amin.” 

Selamat ulang tahun istriku. Selamat meniti masa pensiun. Kiranya sisa hidupmu senantiasa mendapatkan limpahan ridha dan berkah dari Sang Pemilik Kehidupan. Amin ya Rabb Al-‘Alamin.


No comments: