Showing posts with label Tokoh. Show all posts
Showing posts with label Tokoh. Show all posts

Tuesday, February 13, 2007

ACHMAD NOE’MAN

Pagi tadi, ketika saya sedang asyik menyiapkan sebuah judul baru sebuah buku yang sedang saya siapkan untuk Penerbit MIZAN, tiba-tiba telpon berdering. Mona Luthfina, putri sulung saya, yang kebetulan berada tidak jauh dari meja telpon di rumah, segera mengangkat pesawat telpon. Ternyata, telpon dari Bapak Ir. Achmad Noe’man, seorang arsitek senior dan terkemuka Indonesia. Begitu pesawat telpon saya angkat, suara dari seberang berbunyi, “Assalamu’alaikum, Rofi’.” Suara santun dan ramah yang sudah sangat saya kenal, suara Pak Noe’man. Beliau sendiri sedang dalam perjalanan menuju Jakarta, untuk merancang sebuah masjid yang akan dibangun oleh sebuah keluarga seorang mantan wakil presiden Indonesia.

Arsitek yang merancang Masjid Salman ITB ini memang sering berkomunikasi dengan saya. Biasanya, kalau beliau menelpon saya, beliau ingin menanyakan sesuatu. Benar saja, beliau kali ini bertanya tentang bahasa Arabnya “paguyuban”. Sebenarnya saya heran, kenapa beliau menanyakannya kepada saya. Bukankah teman-teman beliau banyak yang jauh lebih pintar dan pakar ketimbang saya yang hanya “tukang ngluyur” dan “tukang ketik”. Karena sering berbincang dengan beliau, saya pernah kebagian tugas memberi nama masjid sebuah taman makam pahlawan di sebuah kota besar di Jawa. Alhamdulillah, masjid cantik dan mungil yang dirancang oleh Pak Noe’man itu kini telah berdiri dan nama yang saya ajukan tersebut ternyata benar-benar dipakai untuk nama masjid tersebut.

Bagaimanakah riwayat hidup aristek yang santun, ramah, dan tawadhu’ (menurut saya beliau lebih tepat menjadi arsitek yang kiai) ini? Berikut ini catatan saya tentang biografi beliau:
Arsitek Muslim yang terkenal pula sebagai perancang piawai masjid ini lahir di Garut pada Jumat, 11 Rabi’ul Awwal 1343 H/10 Oktober 1924 M. Setelah merampungkan pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderweijs (MULO) di tempat kelahirannya, di samping menimba ilmu di madrasah, putra Haji Mas Djamhari ini lantas meneruskan sekolahnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah Ketanggungan, Yogyakarta.

Ketika Indonesia memasuki “zaman revolusi”, Noe’man muda bergabung dengan Divisi Siliwangi dan ditugaskan di Jakarta sambil sekolah di Sekolah Menengah Atas Republik. Lantas pada 1368 H/1948 M dia memasuki jurusan bangunan Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (kini menjadi Institut Teknologi Bandung). Tapi, ia merasa kurang “nyaman” di bagian itu. Kebetulan kala itu terjadi penyerbuan pasukan Belanda atas Yogyakarta. Maka, dia tidak melanjutkan kuliahnya dan memasuki Corps Polisi Militer di Bandung dengan pangkat letnan dua. Karier militer ini dia tekuni sampai 1373 H/1953 M.

Ketika di almamaternya dibuka jurusan arsitektur, perancang Masjid Salman di lingkungan Institut Teknologi Bandung ini lantas mengundurkan diri dari tugas militer dan memasuki bidang yang digandrunginya itu. Dia memilih bidang itu karena, menurutnya, “ada nilai-nilai yang cocok untuk beramal saleh dan dengan pensil dan kertas dia bisa berdakwah”. Pendidikan di bidang ini, yang mengantarkannya menjadi arsitek yang menurutnya “harus memiliki kepribadian yang jujur, independen, dan kompeten”, dia rampungkan pada 1378 H/1958 M.
Seusai menempuh pendidikan tingginya tersebut, arsitek yang berdarah Jawa tulen ini sebetulnya hendak dikirim ke Kentucky, Amerika Serikat, untuk mengambil program master. Tapi, dia memilih tidak berangkat dan membuka sebuah biro arsitektur dengan nama “Birano” yang merupakan singkatan dari “Biro Arsitek Achmad Noe’man”. Lewat biro itu dia melahirkan sederet karyanya di bidangnya, antara lain Masjid Salman ITB, Masjid Al-Furqan di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, dan Masjid Al-Markaz Al-Islami di Makassar.

Tentang pengalamannya dalam merancang Masjid Salman yang tanpa kubah itu, dia pernah menuturkan, “Tahun 1959, saya merancang Masjid Salman, waktu itu sudah lulus. Saat itu, yang namanya arsitek bisa dihitung dengan jari. Ada peristiwa yang menarik. Sekarang ini, mahasiswa yang tidak shalat justru aneh. Kalau dulu, waktu itu, justru yang shalat dianggap aneh. Teman-teman ada yang bilang, wah... salam ya pada Tuhan. My greeting to God. Ya kita acuh saja. Yang namanya di kampus, di ITB lagi, harus membuat masjid. Akhirnya saya bongkar-bongkar literatur arsitektur. Malah, saya sempat naik haji. Mampir ke Regent Park di London, waktu itu belum jadi. Lalu ke Bonn, Muenchen, ke Aya Sofia. Saya mencari acuan. Ketemu Surah Al-Taubah. Jangan kita membuat masjid yang mengakibatkan riya’, gitu kan. Saya justru mencari nilai-nilai yang universal, yang transendental. Jadi, saya hilangkan itu bentuk kubah. Memang, berat juga waktu menghilangkan kubah dari rancangan kita. Itu kan ciri kita.”

Di samping itu Achmad Noe’man juga aktif di berbagai kegiatan lain, antara lain menjadi anggota Majelis Arsitek Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), anggota Dewan Kehormatan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO), anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dan mantan Ketua Yayasan Universitas Islam Bandung.

Semoga Allah Swt. selalu memberkahi dan meridhai beliau yang telah berdakwah lewat karya-karya arsitekturalnya. Amin.

Sunday, February 11, 2007

Abu Bakr al-Shiddiq

Khalifah pertama dalam sejarah Islam (berkuasa antara 11-13 H/632-634 M) ini bernama lengkap 'Abd Allah bin Abu Quhafah 'Utsman bin 'Amir bin 'Umar bin Ka'b bin Sa'd bin Taim bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ayyi bin Thalib bin Fihr bin Nadr bin Malik at-Taimi al-Qurasyi, dengan nama 'Abd al-Ka'bah. Sedangkan ibunya, Ummu Khair Salma binti Sakhr, seorang wanita dari suku Quraisy. Ia lahir dua tahun setelah Tahun Gajah atau lebih muda dua tahun dari Nabi Muhammad saw, yakni pada 573 M. Nama kecilnya 'Abd al-Ka'bah yang berarti "Hamba Ka'bah".

Khalifah yang berasal dari Banu Tamim ini telah menjadi sahabat karib beliau sebelum beliau menjadi nabi. Malah, beliaulah yang mengubah namanya menjadi bernama 'Abd Allah. Kemudian, ketika beliau diutus sebagai nabi, pedagang yang berbudi dan hidup berkecukupan ini menjadi pria dewasa pertama yang mengakui kedudukan beliau sebagai nabi. Keislamannya mendorong sejumlah tokoh Quraisy mengikuti jejak langkahnya. Di antara mereka adalah 'Utsman bin 'Affan, az-*Zubair bin al-'Awwam, Sa'd bin Abu Waqqash, dan 'Abd ar-Rahman bin 'Auf.

Ketika Nabi Muhammad saw meninggalkan Makkah, pada malam hari 12 Rabi'ul Awwal tahun pertama Hijrah yang bertepatan dengan 28 Juni 622 M, dan berhijrah ke Madinah, Abu Bakr dipilih beliau untuk menyertai beliau. Kemudian, ketika Rasulullah saw wafat, ia diangkat sebagai khalifah. Jabatan itu ia duduki melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Rasulullah saw wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Itulah antara lain yang menyulut kemarahan keluarga Nabi Muhammad saw, khususnya Fathimah az-Zahra'. Mengapa mereka demikian terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti Nabi saw sebelum pemakaman dan tidak mengikutsertakan keluarga dekat beliau. Tetapi, penyelenggaraan pertemuan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, dan sebaliknya berlangsung karena terdorong keadaan yang genting.

Setelah Nabi Muhammad saw dimakamkan di rumah 'Aisyah, pada Selasa petang, menjelang shalat 'Isya' di Masjid Nabawi, Abu Bakr ash-Shiddiq mengucapkan pidato kekhalifahannya yang pertama di hadapan kaum Muhajirun dan kaum Anshar yang membentuk tiang agung kekuatan Islam kala itu, "Wahai ummat Islam sekalian! Aku diangkat sebagai untuk memimpin kalian, meski aku bukan yang terbaik di antara kalian. Karena itu apabila aku melakukan kebaikan, dukung lah aku. Sebaliknya apabila aku melakukan kesalahan, luruskan lah aku. Ketahui lah, kebenaran adalah amanah dan kebohongan adalah pengkhianatan. Yang terlemah di antara kalian menurutku adalah yang terkuat, sampai aku mengambil dan mengembalikan haknya. Jangan lah seorang pun di antara kalian meninggalkan jihad. Ketahuilah, orang-orang yang meninggalkan jihad akan ditimpa kehinaan dari Tuhan. Patuh lah kepadaku selama aku patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya apabila kudurhakai Allah dan Rasul-Nya, tiada kewajiban patuh bagi kalian kepadaku. Kini, mari lah kita melaksanakan shalat. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kalian."

Selama Abu Bakr menduduki jabatan khalifah, Islam semakin mengepakkan sayapnya. Agama ini pun mulai memasuki kawasan yang berada di bawah kekuasaan Imperium Romawi dan Persia. Namun, karena masa pemerintahannya yang pendek, perluasan ke arah kedua kawasan itu baru benar-benar terpancang kuat pada masa pemerintahan 'Umar bin al-Khaththab. Tokoh yang mendapat gelar "ash-Shiddiq", karena membenarkan perjalanan Isra' dan Mi'raj yang dilakukan Nabi Muhammad saw, ini meninggal pada Senin, 22 Jumadil Akhir 13 H, yang bertepatan dengan 22 Agustus 634 M, dengan meninggalkan enam putra-putri: 'Abd Allah (meninggal dunia pada tahun pertama kekhilafahan sang ayah), Asma' (istri az-Zubair bin 'Awwam), 'Abd ar-Rahman, 'Aisyah (istri Nabi Muhammad saw), Muhammad (gubernur Mesir pada masa pemerintahan 'Ali bin Abu Thalib), dan Ummu Kaltsum (lahir setelah Abu Bakr wafat). Sebelum wafat ia berpesan agar ummat Islam mengangkat 'Umar bin al-Khaththab sebagai penggantinya, halmana diterima oleh hampir semua sahabat. Pemberian wasiat dilakukan oleh Abu Bakr karena ia khawatir akan terulang lagi pertikaian seperti pada hari-hari setelah Nabi Muhammad saw wafat, sehingga jenazah beliau baru dimakamkan setelah tiga hari, suatu hal yang menyalahi pesan beliau sendiri agar jenazah selekasnya dikebumikan.