Sunday, May 31, 2015

“SENJA HARI” SEORANG MAESTRO

Jalan Ganesha, Bandung, mungkin Anda tahu.

Ya, di jalan itulah Institut Teknologi Bandung berada. Demikian halnya, di jalan itu pula Masjid Salman ITB tegak dengan indahnya. Tapi, kali ini saya tidak akan bercerita tentang ITB maupun Masjid Salman ITB. Kali ini, saya akan bercerita tentang seorang maestro yang kantor biro arsitekturnya selama berpuluh tahun pernah menempati salah satu rumah di jalan yang beken itu.

Sekitar akhir penggal kedua bulan April yang lalu, ketika saya berada di Istanbul, Turki, saya menerima kabar tentang berpulangnya salah seorang putra sang maestro. Menerima kabar sedih demikian, saya hanya kuasa menahan kesedihan di negeri orang: tidak dapat bertakziah. Karena itu, ketika telah kembali dari negeri orang, kemudian saya menelpon beliau untuk dapat menemui beliau.  Menerima telpon dari saya, arsitek senior yang lahir Garut pada  Jumat, 11 Rabi‘ Al-Awwal 1343 H/10 Oktober 1924 M itu menjawab dengan suara pelan dan sangat santun, “Rofi’, silakan segera datang ke Jalan Ganesha no. 4.”

Apa yang terjadi ketika saya memasuki ruang kerja sang maestro: Achmad Nou’man?

Ketika saya memasuki ruang kerja beliau, ruang kerja itu tampak kosong. Tidak lama kemudian, beliau muncul dengan gurat kesedihan tampak “mewarnai” wajah beliau, meski beliau tetap tersenyum ketika menjabat tangan saya dan kemudian memeluk saya. Setelah dipersilakan duduk, saya kemudian bertanya kepada beliau, “Kok sepi sekali, Pak. Saya lihat hanya ada satu karyawan saja. Dan, ke mana peralatan kantor ini?”
“Rofi’,“ jawab Pak Achmad Nou’man sangat pelan seraya menarik napas panjang, “akhir pekan ini kami tidak lagi berkantor di Jalan Ganesha ini. Kami pindah di Dago Atas.”

Mendengar jawaban demikian, saya hanya kuasa menundukkan kepala. Dan, tak lama kemudian, Pak Achmad Nou’man kembali berucap, “Rofi’, bapak kan sudah berusia 89 tahun. Apa lagi yang bapak kejar. Apalagi setelah istri dan Irfan berpulang. Tapi, alhamdulillah bapak sehat saja. Doakan bapak ya, semoga bapak dapat meraih husn al-khatimah.”

Baru berbincang sekitar 10 menit, lantunan azan dari Masjid Salman ITB tiba-tiba memenuhi ruang kerja yang kosong itu. Setelah mengambil foto Pak Achmad Nou’man (lihat gambar) dan  menyerahkan Ensiklopedia Tokoh Muslim kepada beliau, saya pun pamit. Beliau mengantarkan saya sampai tangga di depan ruang kerja beliau. Dan, ketika langkah-langkah saya sampai di halaman depan masjid, saya lihat sejumlah mahasiswa sedangkan menggambar masjid yang dirancang Pak Achmad Nou’man itu. Karena penasaran, seraya menunjukkan foto beliau, saya iseng bertanya kepada salah seorang mahasiswa yang sedang menggambar masjid itu, “Dik, tahukah adik, foto siapakah ini?”
“Gak tahu, pak,” jawab mahasiswa itu seraya memandangi wajah saya penuh tanda tanya.
“Dik, inilah foto perancang masjid yang sedang adik gambar.”
“Oh! Maaf, saya gak mengenal beliau.”

Perasaan sedih bercampur heran pun segera menyergap benak saya, begitu mendengar jawaban yang demikian. Terbawa perasaan demikian, kemudian seusai melaksanakan shalat Zhuhur dan berzikir, saya pun mendoakan Pak Achmad Nou’man, “Ya Allah, jadikanlah karya-karya arsitektur Pak Achmad Nou’man sebagai amal jariah yang abadi bagi beliau, dan karuniakanlah husn al-khatimah kepada beliau, amin.”


Tuesday, May 26, 2015

CATATAN UNTUK SEORANG SAHABAT

Sore itu, dua hari yang lalu, tak lama setiba dari Ciwidey, Kabupaten Bandung, untuk menghadiri acara "family gathering" yang diadakan Sekolah Alam Gaharu, saya membuka facebook. Duh, begitu membuka media sosial tersebut, ternyata ada seorang sahabat menulis tentang diri saya. Seorang sahabat yang mantan editor sebuah penerbit di Yogyakarta itu kini bermukim di Pati, Jawa Tengah. Tulisannya berjudul "Teladan dari Penulis Buku-buku tentang Rasulullah" Dalam media sosial tersebut, ia menulis sebagai berikut,

Usianya sudah tidak muda lagi. Tapi stamina menulisnya masih terjaga dan belum tertandingi, setidaknya oleh saya yang masih muda. Kemarin ia menulis status di fb-nya: “Ya Allah, masihkah Engkau memberikan kesempatan lagi kepadaku menulis sebuah karya lain seperti karya ini? Semoga.” Di statusnya ia sertakan kover buku yang baru terbit berjudul Ensiklopedia Tokoh Muslim.

Beliau adalah teladan saya dalam dunia kepenulisan. Setiap kali malas melanda, tiba-tiba ingat wajah beliau, haha... Bagi beliau menulis sudah menjadi bagian dari hidupnya. Tidak ada hari yang tidak ia lewatkan untuk menulis, tentu saja saat sedang tidak kemana-mana, alias di rumahnya saja. Padahal hobinya adalah jalan-jalan, istilah beliau “keluyuran”. Bayangan kita keluyuran itu jalan-jalan tidak jelas, semacam cari angin. Bukan seperti itu kenyataannya. Keluyuran beliau itu menjadi guide jamaah umrah dari salah satu agen travel. Makkah dan Madinah adalah dua tempat keluyurannya beliau. Hasil keluyurannya ia bukukan yaitu Makkah dan Madinah dan Dari Istana TopKapi hingga Eksotisme Masjid Al-Azhar.

Saya baru sekali bertemu dengan beliau pada tahun 2013, yakni di kantor penerbit Mizan, Bandung. waktu itu saya diutus kantor untuk pergi ke Bandung menemui dua penulis, salah satunya adalah beliau. Kebetulan beliau ada perlu ke kantor Mizan, jadi kami janjian bertemu di sana saja. Pada saat lihat sosoknya, spontan saya berkata dalam hati, “Oh ini toh penulis buku produktif yang sering aku temui buku-bukunya di toko-toko buku.” Ada rasa bangga dan kagum. Bangga karena melihat secara langsung sosoknya. Kagum karena penampilannya biasa saja, hehe.. Ditambah karena usianya sudah kepala 6, tapi masih kencang menulisnya.

Di antara buku yang ditulisnya kebanyakan tentang Rasulullah Saw. yaitu, Muhammad Sang Kekasih, Pesan Indah dari Makkah dan Madinah, Wangi Akhlak Nabi, Rumah Cinta Rasulullah, Mutiara Akhlak Rasulullah, dan Teladan Indah Rasulullah dalam Ibadah. Oya beliau juga rajin menerjemah, salah satunya tema tentang Rasulullah juga, yaitu Muhammad Nabi Timur dan Barat. Apabila ingin melihat judul-judul yang beliau tulis dan terjemahannya juga secara lengkap, bisa dilihat di bukunya yang baru terbit, seperti Ensiklopedia Tokoh Muslim dan Kisah Para Pencari Nikmatnya Shalat.

Ada satu bukunya yang tak lama lagi akan terbit. Buku tersebut berjudul Jejak-Jejak Islam dengan subjudul Kamus Sejarah dan Peradaban Islam dari Masa Ke Masa. Proses penerbitannya saya tahu betul, mulai dari menunggu rampungnya beliau menulis buku ini, proses editing, proof reading, layouting, hingga pembuatan kovernya. Tentu saja saya tahu, karena waktu itu saya yang diberi amanah oleh bos menjadi penanggungjawab buku tersebut.

Proses Kreatif
Dalam note fb-nya beliau menceritakan proses kreatifnya. Ini mungkin bisa dijadikan bocoran rahasia produktifitas menulisnya. Setiap hari ia bangun dini hari sekitar pukul tiga pagi. Kemudian ia shalat malam. Sehabis itu, ia membuka jendela rumah dan menulis, menulis, dan menulis hingga adzan subuh. Dengan kebiasaan itu, ia merasa hidupnya bermanfaat, nyaman, dan sehat. Ternyata kebiasaannya itu terinspirasi dari tiga kiai: pertama ayahandanya, kedua, kiai asal Kudus (tenpat beliau dulu menimba ilmu), ketiga Kiai di Pondok Pesantren Krapyak. Sesuai kesaksiannya, ketiga kiai tersebut senantiasa bangun pukul tiga dini hari dan langsung beraktivitas.

Menurutnya, ketiga kiai itu tiada satu pun yang suka menggembar-gemborkan kebiasaan mereka yang baik dan indah itu. Tetapi, mereka tidak jemu-jemunya memberikan teladan dan contoh dengan tindakan dan perbuatan yang nyata. Nyaris setiap hari. Hasilnya luar biasa: kebiasaan itu pun “menular” tanpa dipaksakan kepada para santri, khususnya kepada diri beliau, yang nyata-nyata telah mewarisi kebiasaan tersebut.

Kini beliau sedang menyiapkan sebuah buku lagi yang proses penulisannya memerlukan waktu, kurang lebih 5 tahun. “... menyadari kedua mata yang "kian meredup" dan usia yang mendekati 63 tahun, saya ragu, apakah karya itu dapat saya selesaikan. Insya Allah, karya itu bermanfaat untuk semua. Karena itu, mohon doa semuanya, kiranya Allah Swt. masih memberikan kesempatan untuk merampungkan karya itu. Amin,” ujar beliau. Di kolom komentarnya lagi ia melanjutkan, “Nabi Saw. berpulang pada usia 63 tahun. Karena itu, saya ragu, tapi Insya Allah tetap akan saya lakukan, selesai atau tidak, Allah a'lam.”

Kira-kira beliau menulis buku apa ya? Kita lihat saja nanti. Menulis sepertinya sudah seperti bernapas bagi beliau. Tidak ada kata pensiun dalam berkarya. Mungkin ini yang dinamakan passion, ghirrah, himmah. Tiba-tiba saya teringat ucapan sastrawan Mesir yang bernama Naguib Mahfudz, “Andaikata keinginan menulis sempat meninggalkanku, aku ingin hari itu jadi hari terakhirku.”
Sehat selalu, Pak Ahmad Rofi' Usmani. Semoga ada kesempatan bisa main ke Baleendah, ndalem-nya beliau.[]

Ahad, 24 Mei 2015, Pkl. 21,08 WIB


Sejenak, usai membaca tulisan itu, saya terdiam. Tapi, saya tidak boleh tidak harus memberikan catatan atas tulisan itu. Karena itu, segera saya menulis suatu catatan sebagai berikut,  "Duh, mas Iqbal agak ngaco kali ini. Saya bukan penulis beken. Saya hanya orang biasa yang ingin melunasi utang kepada para ulama dan ilmuwan yang membuat wawasan saya terbuka, lewat karya-karya tulis mereka. Sebagai balas budi, saya pun berniat melanjutkan perjuangan mereka, dalam membuka wawasan sesama, dengan menulis. Apakah karya-karya saya bermanfaat atau tidak, itu bukan tugas dan wewenang saya. Apapun, terima kasih atas tulisan Mas Iqbal: bikin saya jadi ketakutan nih. Kapan ke Baleendah? Salam."

Friday, May 8, 2015

NIKMATNYA SHALAT

Kota Dresden, Jerman, di puncak musim dingin.

Walau dingin, dini hari itu ia tetap melangkahkan kakinya menuju masjid untuk melaksanakan shalat Shubuh. Ya, subuh hari itu kembali ia niatkan untuk melangkahkan kaki menuju Uhlandstrasse 34 di mana berdiri salah satu masjid di Dresden, sebuah kota cantik di belahan timur negeri Jerman yang dihiasi bangunan-bangunan tua nan megah serta pemandangan alam nan indah. Sudah dua hari terakhir sebelum itu, ia berhalangan hadir pada jamaah shalat Shubuh, karena kondisi fisik yang sedang menurun akibat faktor cuaca yang kurang bersahabat. Dalam minggu terakhir kala itu, udara di Kota Dresden memang terasa terus bertambah dingin. Kisaran suhu selalu berada di bawah titik beku. Malah, malam sebelum hari itu, temperatur telah mencapai -20 derajat celcius.

Usai menunaikan dua rakaat shalat sunnah sebelum subuh, yang nilainya melebihi dunia dan seisinya, segera ia kenakan sweater dan jaket tebal penahan angin maupun dingin. Lobbi apartemen masih tampak lengang, meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seketika, ia rasakan hawa dingin menerpa wajahnya dan menusuk hingga ke tulangnya saat pintu utama apartemen berlantai 16 itu terbuka.

Pakaian tebal dan sarung tangan kulit yang ia kenakan ternyata tidak cukup kuasa menahan terpaan angin yang menambah dinginnya permulaan hari itu. Dalam kondisi seperti itu, godaan untuk melaksanakan shalat di rumah sedemikian besar. Malah, bagi sebagian orang, hangatnya pembaringan dan gelapnya fajar merupakan saat yang tepat untuk memanjangkan mimpi-mimpi indahnya, hingga terbuai dan melalaikan kewajiban utamanya kepada Allah Swt. Namun, sebaliknya, bagi mereka yang rindu dan dirindukan Allah Swt., kesulitan seperti itu justru menambah kekuatan dan semangat untuk dapat lulus dalam sebuah ujian yang dapat membuktikan kebenaran imannya. Yakni dengan menjawab panggilan Allah Swt. di waktu subuh serta berusaha menyempurnakannya dengan melaksanakannya secara berjamaah di masjid.

Ya, itulah sepenggal kisah yang disajikan dalam buku yang saya tulis dan terima dari Penerbit Mizania, Bandung, kemarin, Nikmatnya Shalat. Tentu, masih banyak kisah lain yang disajikan dalam buku dengan tebal 385 halaman ini, karena setiap pasal ini selalu diawali dengan suatu kisah memikat. Semuanya, tentu saja, berkenaan dengan shalat.

Anda mungkin tahu, hingga dewasa ini, sederet panjang karya-karya tentang shalat tentang telah ditulis dan disajikan dengan pelbagai pendekatan. Sebagian di antara karya-karya itu menyajikan pembahasan mengenai shalat tersebut dalam sebuah kajian khusus mengenai shalat, misalnya saja karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, dan karya Datuk Haji M. Hashim Yahaya, Ensiklopedia Solat. Sebagian di antara karya-karya yang lain menyajikannya dengan pendekatan lintas mazhab, misalnya saja karya Dr. ‘Abdul Qadir Al-Rahbawi, Al-Shalâh ‘alâ Al-Madzâhib Al-Arba‘ah.  Sebagian yang lain lagi, di antara karya-karya tersebut, menyajikannya sebagai bagian dari sebuah karya yang menyajikan pembahasan mengenai ibadah-ibadah dalam Islam, misalnya saja karya Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulûm Al-Dîn, karya Ibn Rusyd, Bidâyah Al-Mujtahid, karya Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, dan karya Dr. Ahsan Zaqqur, Fiqh Al-‘Ibâdât wa Adillatuh ‘alâ Madzhab Al-Sâdah Al-Mâlikiyyah. Sebagian karya yang lain lagi menyajikan kajian shalat menurut Sunnah, misalnya saja karya Prof. Muhammad Zulfiqar, Prayer According to the Sunnah, dan karya Dr. ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad Al-Thayyar, Al-Shalâh. Sebagian karya yang lain lagi menyajikan kajian khusus mengenai salah satu bahasan seputar shalat, misalnya seputar shalat tahajjud atau rukhshah dalam shalat. Contoh karya-karya model yang terakhir tersebut, antara lain, adalah karya Dr. ‘Ali Abu Al-Bashal, Rukhash fî Al-Shalâh, dan karya Dr. Muhammad Salleh, Pesona Solat Tahajud.

Nah, berbeda dengan karya-karya di atas, karya berjudul Nikmatnya Shalat ini menyajikan suatu pendekatan lain dalam membahas hal-hal di seputar shalat. Dalam Nikmatnya Shalat, di samping diuraikan mengenai hukum, tatacara, dan hikmah shala, juga disajikan pelbagai pengalaman pelaksanaan shalat di pelbagai penjuru dunia, seperti kisah di atas. Di samping itu, juga disajikan sederet kisah yang erat kaitannya dengan problematika shalat.

Lewat sederet pengalaman langsung, yang disajikan dalam bentuk kisah-kisah nyata para pelakunya di pelbagai negara, diharapkan pembaca karya yang terdiri dari tiga bagian ini dapat mengetahui dan merasakan pengalaman nyata pelaksanaan shalat, di samping juga mengetahui pelbagai problematika pelaksanaan shalat yang mereka hadapi, di pelbagai penjuru dunia tersebut. Selain itu, lewat kisah-kisah itu sendiri diharapkan pembaca dapat memahami pelbagai aspek yang berkaitan dengan shalat yang kadang sulit dilakukan. Dengan demikian, pembaca akan dapat memahami berbagai problematika pelaksanaan tatacara shalat di pelbagai penjuru dunia. Misalnya, pengalaman seorang perwira Angkatan Laut Republik Indonesia ketika sedang menempuh pendidikan militer di Prancis sebagai berikut (seperti disajikan dalam karya ini),

Nah, ketika bergeser ke BPC Dixmude, ketika ia onboard, muncullah sebuah masalah baru. Satu kamar berenam, hanya ia saja yang Muslim. Lima yang lain berkewarganegaraan Prancis dan memeluk agama yang berbeda dengan agamanya. Satu-satunya tempat yang privat di kamar adalah di atas tempat tidur, karena ada tirai yang dapat ditutup. Shalat menjadi sulit baginya karena dua alasan. Pertama, karena di kapal itu tiada ruangan khusus untuk shalat. Kedua, karena di kamar banyak orang berlalu lalang.  Hal itu menyulitkan dirinya untuk melaksanakan shalat.

Terkadang, untuk melaksanakan shalat ia harus menunggu sepi. Setiap kali melaksanakan shalat Shubuh, ia harus bangun pagi-pagi sebelum yang lain bangun. Bukan apa-apa, karena tidak enak mengganggu lalu lintas mereka yang hendak ke kamar mandi atau ke tempat lain. Kalau pun tiada jalan lain, ia terpaksa menggunakan tempat tidur sebagai tempat shalat. Shalat Zhuhur dan Ashar harus ambil waktu di antara istrirahat dua pelajaran. Untuk melaksanakan shalat Magrib, terkadang ia harus menunggu yang lain berangkat makan malam. Repot juga sebenarnya usahanya untuk melaksanakan shalat di situ. Namun untuk urusan makan, kapal itu patut diacungi jempol. Selalu ada alternatif makanan bagi yang Muslim apabila kebetulan menu saat itu tidak halal. Tinggal bilang saja ke petugas, maka akan segera diantar jenis makanan yang lain. Entah itu ayam, sapi, atau ikan.

Meski  karya ini merupakan sebuah karya popular, saya berharap kiranya karya ini dapat “menyajikan gambaran menyeluruh mengenai shalat” secara ringkas dalam bahasa yang mudah dicerna, enak dibaca, dan menunjukkan bahwa shalat memang indah. Tentu, dalam karya ini saya tidak akan memaparkan secara terinci landasan hukum setiap shalat yang disajikan dalam karya ini. Bagi pembaca yang ingin mendalami lebih jauh landasan hukum setiap shalat dapat mengkajinya pada sederet buku yang membahas secara terinci shalat dengan landasan hukumnya.

Di sisi lain, sekali lagi, saya sepenuhnya menyadari, karya yang terdiri dari tiga bagian ini bukan sebuah karya yang sempurna. Karena itu, apabila dalam karya ini terdapat kekurangan dan kelemahan, sekali lagi penulis sampaikan, semua itu sepenuhnya dari saya dan merupakan tanggung jawab saya. Karena itu pula, kritik dan saran dari pembaca tentu senantiasa penulis harapkan demi perbaikan ke depan. Meskipun demikian, saya senantiasa berharap kiranya karya ini dapat menjadi setetes ilmu yang menebarkan manfaat bagi para pembaca sekalian dan sebagai amal jariah yang diterima Allah Swt.

Dalam kesempatan ini pula saya tidak  lupa  mengucapkan rasa terima kasih, dari relung hati terdalam, kepada para penulis kisah-kisah indah yang berkenaan dengan shalat yang disajikan dalam karya ini, baik apakah yang mereka sajikan dalam buku maupun blog. Kehadiran kisah-kisah indah dan nyata yang mereka sajikan tersebut, dan kemudian saya olah kembali, tanpa meniadakan esensinya, sehingga membentuk satu kesatuan dalam bentuk sebuah buku yang mudah dicerna dan enak dibaca, kiranya dapat memberikan gambaran yang hidup, nyata, dan menawan mengenai pelaksanaan shalat di pelbagai negara dan dalam pelbagai kondisi. Sekali lagi, kisah-kisah itu merupakan bukti nyata keindahan shalat. Di samping itu, kiranya penyajian kisah-kisah tersebut dapat membuka cakrawala pemahaman kita mengenai praktik shalat di pelbagai kawasan dan negara.

Tentu, pada kesempatan ini, rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya saya sampaikan kepada Penerbit Mizania,  dan Tim,  yang telah bekerja keras untuk menerbitkan karya ini dan karya-karya saya sebelumnya dengan suntingan, tampilan, dan sebaran yang terbaik dan tercantik. Dan, sekali lagi, rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada istri tercinta dan dua putri saya atas waktu yang senantiasa mereka relakan yang semestinya menjadi hak mereka.

Kiranya pula Allah Swt. membalas amal kebajikan mereka. Amin. 


JEJAK-JEJAK ISLAM

Bersujud syukur kembali.

Itulah yang saya lakukan tiga hari selepas Ensiklopedia Tokoh Muslim sampai di tangan saya dua minggu yang lalu. Hal itu karena rasa bahagia dan syukur yang luar biasa kepada Allah Swt., karena hari itu, Rabu, 29 April 2015 yang lalu, saya menerima sebuah email dari Yogyakarta. Dalam email tersebut, seorang editor antara lain mengemukakan sebuah kabar gembira, “Mohon maaf, baru mengabari kembali mengenai buku-buku Jejak-Jejak Islam… Insya Allah jika semuanya lancar, buku ini akan masuk ke bagian produksi minggu depan tanggal 7 Mei 2015.”

Dengan kata lain, kemarin  buku Jejak-Jejak Islam mulai dalam proses produksi.

Jejak-Jejak Islam, sejatinya, merupakan “pasangan serasi” dari sebuah ensiklopedia  yang saya susun dan baru terbit bulan lalu, Ensiklopedia Tokoh Muslim. Dapat dikatakan, dua buku tersebut saya siapkan dan tulis berbarengan selama 6 tahun. Jika dalam Ensiklopedia Tokoh-Tokoh Muslim disajikan sekitar 1.100 tokoh Muslim berpengaruh yang pernah ada dalam sejarah Islam, sedangkan Jejak-Jejak Islam merupakan sebuah kamus  popular sejarah dan peradaban Islam yang disajikan dalam bahasa yang mudah dicerna, tetapi tetap akurat.

Mengapa kamus sejarah dan peradaban Islam?

Hingga dewasa ini, memang beberapa ensiklopedia tentang Islam telah hadir dan terbit di Indonesia. Namun, tidak banyak di antara ensiklopedia-ensiklopedia tersebut yang secara khusus menyajikan perihal sejarah dan peradaban Islam. Tentu kita tahu, hingga kini sejarah Islam telah membentang selama 15 abad. Selama itu pula, kaum Muslim telah melahirkan peradaban Islam yang sangat kaya. Namun, sayang, betapa kerap peradaban yang sangat kaya itu tidak diketahui masyarakat pada umumnya dan kaum Muslim pada khususnya. Hal itu, antara lain, karena sejarah dan peradaban Islam tersebut tidak tersajikan dalam sebuah karya sistematis yang enak dibaca.  Bentuk yang paling tepat untuk menyajikannya adalah dalam bentuk kamus popular sejarah dan peradaban Islam. Inilah salah satu pertimbangan mengapa saya menyusun karya yang kini sedang dalam proses cetak ini. Tentu, masih terdapat sederet manfaat lain yang terkandung dalam pengenalan dan pengetahuan tentang sejarah dan peradaban Islam tersebut.

Entri-entri yang dihadirkan dalam kamus ini, terdiri dari sekitar 700 entri, dengan sengaja tidak saya sajikan dari sejarah dan peradaban Islam dari suatu kawasan tertentu atau masa tertentu. Dan, 700 entri memang tidak banyak. Namun, harapan saya, dengan dihadirkannya 700 entri seputar sejarah dan peradaban Islam, pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah Islam secara ringkas dan kontribusi masyarakat Muslim di pelbagai penjuru dunia. Tentu, dengan segala kelebihan, kekurangan, dan jasa mereka.

Erat kaitannya dengan proses penulisan Jejak-Jejak Islam ini, seperti halnya dalam menyusun Ensiklopedia Tokoh-Tokoh Muslim, kemajuan dan perkembangan  ilmu dan teknologi dewasa ini, terutama teknologi  informasi, telah memberi  kesempatan kepada saya untuk  melakukan  check  and  recheck  berbagai   entri terpilih, sehingga dapat dihadirkan entri-entri yang lebih  tuntas dan akurat, walau ringkas. Di samping itu, kehadiran berbagai website tentang Islam, Dunia Islam, dan sejarah dan peradaban Islam di internet sangat besar artinya bagi  saya dalam  menyelesaikan  karya ini. Selain itu,  kehadiran  teknologi informasi tersebut telah memudahkan saya untuk  menghadirkan kalender Hijriah.

Sebagai  sebuah kamus yang merupakan hasil  perpaduan  dan pengolahan berbagai sumber, apalagi ditulis bukan oleh sebuah tim yang  berasal  dari berbagai disiplin yang  menguasai  sepenuhnya “segala hal ihwal” entri-entri yang disajikan, karya  ini  tentu tidak terlepas dari kelemahan  dan  kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Juga, karya ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, apabila dalam karya ini terdapat  kelemahan, kealpaan, kekhilafan,  dan kekurangan, semua itu sepenuhnya dari dan merupakan tanggung jawab saya. Karena itu pula, kritik dan saran dari siapa pun tentu  sangat saya harapkan. Meski demikian, saya tetap berharap semoga karya ini dapat menjadi setetes ilmu yang mampu menebarkan manfaat bagi para pembaca sekalian dan dunia ilmu pengetahuan.
   
Tentu, dalam kesempatan ini, saya tidak akan pernah melupakan sumbangan berbagai pihak yang nama mereka terlalu panjang  untuk disajikan  di sini, baik langsung maupun tidak  langsung,  yang membuat  karya ini dapat dihadirkan. Meski demikian,  dalam kesempatan ini, saya  ingin secara khusus menyampaikan  ucapan terima  kasih  sedalam-dalamnya kepada Penerbit Mizania, dan Tim. Dan, secara khusus pula, karya setebal sekitar 600 halaman ini saya persembahkan kepada seorang ibu yang senantiasa menekankan pentingnya meraih ilmu, seorang ayah yang senantiasa menekankan pentingnya menebarkan dan mengamalkan ilmu, seorang istri yang tanpa mengenal lelah senantiasa berbagi ilmu, dan dua permata hati yang mulai merasakan indahnya ilmu.
     
Kiranya Allah membalas amal ibadah mereka semua. Amin.