DELAPAN PEDOMAN
HIDUP
Suatu saat seorang Tuan Guru kondang bertanya
kepada salah seorang muridnya, “Muridku, sejak kapan engkau menimba
ilmu kepadaku?”
“Sejak
tiga puluh tahun, Tuan Guru,” jawab si murid dengan suara pelan dan seraya
menundukkan kepalanya.
“Mâsyâ
Allâh! Apa saja yang engkau
pelajari selama tiga
puluh tahun
itu?” tanya Tuan Guru selanjutnya. Sangat
penasaran.
“Delapan
persoalan, Tuan Guru,”
jawab si murid.
Tetap dengan suara pelan dan tetap dengan kepala tertunduk.
“Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn. Terbuang percuma
sajalah umurku bersamamu. Selama tiga
puluh tahun engkau hanya memelajari delapan
persoalan saja?” tanya Tuan Guru. Sangat terperanjat. Dan,
tentu saja, sangat penasaran.
“Benar,
Tuan Guru,” jawab si murid pelan. “Selama
itu, saya tidak mempelajari hal-hal yang
lain. Sungguh, Tuan Guru. Itulah yang saya pelajari dan lakukan selama itu.”
“Baiklah.
Jika demikian, paparkan delapan persoalan
itu kepadaku. Aku ingin sekali mendengarkannya.”
“Yang
pertama,” jawab si murid, tetap dengan nada suara pelan,
“ketika anak manusia yang hidup di dunia ini
saya cermati, saya perhatikan, setiap orang ingin punya kekasih dan ingin bersama dengan
kekasihnya hingga ke liang kubur. Namun, ketika
dia
telah sampai ke
liang kubur, ternyata
dia berpisah
dengan kekasihnya. Karena itu, saya pun menjadikan
perbuatan baik sebagai kekasih
saya. Sebab, bila saya masuk ke dalam kubur, masuk
pulalah kekasih saya bersama
saya.”
“Benar
sekali apa yang engkau kemukakan, muridku. Lantas, yang kedua apa?”
“Ketika firman
Allah Swt, “Dan
adapun orang-orang yang
takut pada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka
surgalah tempat tinggalnya.” (QS Al-Nâzi‘ât, [79]: 40-41) saya
renungkan, saya benar-benar
meyakini bahwa firman Allah Swt. tersebut
benar. Karena itu, saya lalu
berusaha menolak hawa nafsu. Sehingga, dengan
demikian, saya tetap taat kepada-Nya.”
“Indah
sekali jawabannmu. Lantas, yang ketiga?”
“Ketika
anak manusia yang ada di dunia ini saya renungkan, ternyata saya lihat setiap orang ingin memiliki
harta
benda, menghargainya, memandangnya bernilai, dan memeliharanya. Kemudian, saya merenungkan
firman Allah Swt., “Apa
yang di sisi kalian akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah
kekal.” (QS Al-Nahl,
[16]: 96). Karena
itu,
setiap kali saya
mendapatkan
sesuatu yang berharga dan
bernilai, sesuatu itu pun saya hadapkan kepada Allah Swt. Semoga
sesuatu itu kekal dan terpelihara di sisi-Nya.”
“Mâsyâ
Allâh, indah sekali jawabanmu. Yang keempat?”
“Tuan
Guru, ketika pandangan saya terarah
kepada anak manusia yang ada di dunia
ini, saya perhatikan setiap orang
senantiasa
menaruh perhatian terhadap
harta, jabatan, kemuliaan, dan keturunan. Lalu,
ketika semua
itu saya cermati,
tiba-tiba nampak semua itu
tiada artinya. Kemudian, saya lantas merenungkan firman
Allah Swt.,
“Orang
yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa di antara kalian.” (QS Al-Hujurât
[49]: 13). Karena itu,
saya pun bertakwa kepada-Nya. Kiranya saya menjadi orang mulia di sisi Allah.”
“Benar
sekali jawabanmu, muridku. Lantas, yang kelima?”
“Ketika
anak manusia yang hidup
di dunia ini saya perhatikan, ternyata
mereka suka saling menohok
dan mengutuk satu
sama lainnya. Penyebab semuanya itu adalah perasaan
dengki. Kemudian, saya pun memperhatikan
firman Allah Swt., “Kami telah
menentukan di antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan di dunia.” (QS Al-Zukhrûf [43]: 32) Karena itu, perasaan
dengki pun saya tinggalkan dan diri saya
pun saya jauhkan dari
orang banyak. Saya
tahu, saya
akan mendapatkan pembagian rezeki dari sisi Allah Swt. Karena itu, permusuhan
orang banyak kepada saya pun saya abaikan.”
“Menarik
sekali, muridku. Yang
keenam?”
“Ketika
anak manusia yang hidup di
dunia ini saya cermati,
ternyata mereka suka berbuat kedurhakaan
dan berperang satu sama lain.
Saya pun kembali pada firman Allah Swt., “Sungguh,
setan adalah musuhmu. Karena itu,
jadikanlah
dia
sebagai musuh(mu).” (QS Fâthir [35]: 6). Karena itu pula, setan pun saya pandang sebagai
musuh saya satu-satunya. Dan, saya pun sangat berhati-hati terhadapnya, karena Allah
Swt. menyatakan setan sebagai musuh saya. Dan, permusuhan antarmanusia pun
saya tinggalkan.”
“Duh,
indah sekali jawabanmu, muridku. Yang ketujuh?”
“Ketika anak manusia yang hidup di dunia ini
saya perhatikan,
ternyata saya lihat setiap orang berusaha memburu
sekeping
dari dunia ini. Lalu, dia menghinakan diri
padanya dan memasuki bagiannya
yang terlarang. Kemudian, saya pun merenungkan firman Allah
Swt.,
“Dan, tidak ada suatu binatang
melata pun di Bumi melainkan Allah-ah yang memberikan rezekinya.” (QS Hûd [11]:
6). Saya pun menjadi tahu, ternyata diri saya ini termasuk binatang melata yang rezekinya ada
di tangan Allah Swt. Karena
itu, saya pun lantas melakukan sesuatu yang menjadi hak
Allah atas diri saya,
saya tinggalkan segala sesuatu yang menjadi hak
Allah atas diri saya, dan saya
tinggalkan
segala sesuatu yang menjadi hak saya di sisi-Nya.”
“Luar
biasa indah jawabanmu, muridku. Lantas, yang kedelapan?”
“Ketika anak manusia
yang hidup
di dunia
ini saya perhatikan, ternyata
setiap orang
menggantungkan diri pada
yang selain
dirinya. Yang ini pada
bendanya. Yang itu pada perniagaannya. Yang lain lagi
pada perusahaannya. Dan, yang
satunya lagi pada kesehatan badannya. Masing-masing orang
bergantung pada sesamanya.
Lalu, saya pun kembali pada firman Allah Swt., “Dan, barang siapa yang
bertawakkal kepada Allah, niscaya
Allah akan mencukupi keperluannya.”
(QS Al-Thalâq [65]: 3). Karena itu,
saya pun berserah diri
kepada Allah Swt.
Ternyata, Allah Swt. mencukupi
segala keperluan saya.”
“Muridku,”
ucap Tuan Guru memungkasi perbincangan di antara mereka berdua. “Kiranya Allah Swt. melimpahkan karunia-Nya kepadamu!
Sejatinya,
segala ilmu yang ada di dalam Taurat,
Injil, Zabur, dan Al-Quran mulia telah saya
pelajari dan renungkan. Ternyata, aku mendapatkan, segala persoalan kebaikan dan keagamaan dalam
kitab-kitab suci itu berkisar pada
delapan persoalan tersebut. Dengan kata lain, barang siapa
melaksanakannya, berarti dia
telah melaksanakan kandungan
keempat kitab tersebut!”
No comments:
Post a Comment