SEVILLA
DAN LA GIRALDA
“Sevilla!
Akhirnya, aku menengokmu!”
Demikian
ucap pelan bibir saya, ketika sebuah pesawat yang kami (saya, istri, dan dua
sahabat) naiki dari Barcelona mendarat di Sevilla Airport. Sejak sebelum
berangkat ke Andalusia, kami memang merancang setidaknya dalam kelana itu kami
mengunjung Madrid, Barcelona, Sevilla, Cordoba, Medina Az-Zahra, dan Granada.
Setelah
meninggalkan bandara dan merampungkan urusan tempat menginap, segera kami pun
berjalan kaki menyusuri pelbagai sudut Sevilla (baca Sebiyya). Tujuan kami pagi
itu adalah mengunjungi La Giralda dan senja harinya kami ingin “menikmati”
Tarian Flamenco. Tentu, Anda pernah
mendengar tarian dengan bunyi suara hentakan kaki kuat di lantai yang memikat tersebut,
“Tak, tak, tak, tak, tak, tak…”. Sambil
berjalan pelan, kami pun menikmati berbagai bangunan dan pemandangan lain di
seputar kota yang pernah bernama Hispalis.
Kini,
bagaimanakah sejarah ringkas kota yang pernah dikelola kaum Muslim ini?
Selain bernama Hispalis, kota yang berada di ketinggian 7
meter di atas permukaan laut ini pernah diduduki Julius Caisar. Tak aneh jika
nama kota itu, kala itu, juga dikenal dengan sebutan “Colonia Julia Romula”.
Selain itu, kota yang menjadi ibu kota Provinsi Cordoba ini pernah diduduki
bangsa Vandal dan dijadikan sebagai ibu kotakerajaan mereka.
Kaum Muslim mulai memasuki kota yang terletak di bagian
selatan Semenanjung Iberia ini pada
94 H/712 M, lewat pasukan Dinasti Umawiyah di
bawah pimpinan Musa bin Nushair, seorang jenderal Muslim yang memimpin perluasan
wilayah kekuasaan dinasti tersebut ke Semenanjung Iberia. Kala itu, kota ini masih bernama
Hispalis. Kemudian, setelah jatuh
ke tangan mereka, dengan
gubernur pertamanya: ‘Abdul ‘Aziz
ibn Musa bin Nushair, namanya
pun diubah menjadi Isybilyah.
Selama itu, banyak
para pendatang dari Semenanjung Arab, terutama dari Yaman. Setelah sang
gubernur pertama itu berpulang,
pada 98 H/716 M, ibukota Andalusia dipindahkan ke Cordoba.
Ketenangan
kota yang indah ini mulai terusik
akibat gempuran pasukan Normandia pada
230 H/844 M dan 241 H/855 M. Namun,
kota ini terselamatkan oleh
kedatangan pasukan dari Cordoba yang kala
itu di bawah pimpinan ‘Abdurrahman Al-Ausath. Selepas itu,
terutama pada masa pemerintahan
‘Abdurrahman III Al-Nashir,
kota ini mengalami masa keemasannya. Kemudian, dengan
tumbangnya Dinasti Umawiyah di
Cordoba, kota yang terletak di
tepi Sungai Guadalquivir (dalam bahasa Arab disebut “Wâdî Al-Kabîr”) ini dengan
wilayah di sekitarnya memroklamasikan diri
sebagai kerajaan. Kekuasaan
Kerajaan Sevilla ini kian
mantap selama di bawah pimpinan
Dinasti ‘Abbadiyah yang menguasai kota ini sejak 414 H/1023 M.
Pada 558 H/1163
M, Andalusia
jatuh ke tangan Dinasti Al-Muwahhidun, di bawah pimpinan Sultan Abu Ya‘qub
Yusuf bin ‘Abdul Mu’min. Penguasa itu pun segera menabalkan dirinya sebagai penguasa Andalusia. Dan, 9 tahun
kemudian, ia mendirikan sebuah masjid agung nan megah dan indah di pusat Kota
Sevilla. Menara masjid agung yang kini tegak di Distrik Santa Cruz itulah yang disebut
La Tour de Giralda atau La Giralda saja. Pembangunan masjid agung itu sendiri
baru rampung pada 595 H/1198 M. Kemudian, ketika
Sevilla jatuh ke tangan pasukan Spanyol
di bawah pimpinan Raja Ferdinand III pada 646 H/1248 M, masjid
tersebut diubah menjadi
Katedral Sevilla. Sedangkan menaranya memiliki tinggi 96 meter, pada 993 H/1585
M, kemudian diubah menjadi tempat lonceng yang berlanggam renaisans.
Selain sebagai
menara, La Giralda juga dimanfaatkan
kaum Muslim sebagai observatorium
astronomis. Konon, menjelang kejatuhan Sevilla
ke tangan pasukan
Spanyol, kaum Muslim
berniat membumi hanguskan Masjid
Sevilla beserta Giralda, karena mereka tidak
ingin bangunan yang sangat indah
itu tersebut jatuh
ke tangan lawan. Namun, karena Pangeran Alfonso X-kelak menjadi raja
yang ahli astronomi- mengancam: jika
bangunan itu dibumi hanguskan
maka seluruh kaum Muslim Sevilla akan
dibunuh, akhirnya bangunan itu akhirnya terselamatkan. Dan,
di sini pulalah Copernicus
mengkaji khazanah astronomis
yang ditinggalkan Raja Alfonso X,
berjudul Tablas Astronomicas Alfonsies.
Selepas Kota Sevilla jatuh ke tangan Raja Ferdinand III
(596-650 H/1200-1252 M), pada 646 H/1248 M, masjid dari batu bata yang
diplester ini diubah menjadi katedral berlanggam Gotik dengan nama Katedral Santa Maria de la Sede. Shahn (ruang terbuka
di dalam masjid) masjid yang satu masih dapat disaksikan hingga dewasa
ini. Kini, shahn tersebut menjadi Lapangan Patio de los Naranyos.
Di tengah lapangan itu terdapat sebuah kolam yang terbuat dari marmer. Dulu, kolam itu merupakan tempat wudhu. Pintunya, di
sebelah barat, terbuat dari tembaga yang dihiasi dengan ukiran dan kaligrafi
Arab. Bangunan yang masih utuh hingga kini adalah menaranya, La Giralda, yang didirikan
pada 580 H/1184 M. Di bagian dalam menara itu terdapat tangga spiral menuju ke
puncak menara.
Nah,
jika Anda berkunjung ke Sevilla, sebaiknya kunjungi pula La Giralda. Siapa tahu, Anda mendapatkan inspirasi suatu
ide yang Anda inginkan.