Tuesday, March 8, 2016

MASJID CORDOBA

Entah kenapa, tadi pagi, ketika sedang memandangi ribuan huruf yang sedang “bermain-main” di laptop, tiba-tiba benak terlempar jauh, ke Cordoba, Spanyol, dan teringat perjalanan saya ke kota itu dua tahun yang lalu.

Lembaran sejarah menorehkan, kota yang berarti “Mempelai Perempuan Kota-Kota itu”, sebelum jatuh ke tangan kaum Muslim, berada  di bawah naungan Toledo yang kala itu menjadi ibukota Spanyol bersatu. Kemudian, tidak lama selepas pasukan kaum Muslim memasuki Andalusia pada 93  H/711 M, kota cantik di atas atas  Sungai Guadalquivir, di dataran luas dan subur di kaki Gunung  Sierra Morena, itu dijadikan sebagai ibukota penguasa  Muslim. Di kota yang cantik itu pulalah, pada 139 H/756 M, ‘Abdurrahman Al-Dakhil, pendiri  Dinasti  Umawiyyah  di  Andalusia,  menyatakan  dirinya sebagai penguasa. Dan, pada masa pemerintahan penguasa itulah  Masjid Cordoba yang megah dan tetap “mewarnai” kota  itu hingga kini mulai dibangun.

Sang penguasa  membangun masjid  ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah  Swt.  atas kemakmuran  yang dicapai kawasan yang ia pimpin.  Juga,  sebagai imbangan Masjid Umawi di Damaskus yang megah dan indah.  Konon, dia  sendiri  yang mempersiapkan rancangan  bangunan masjid ini. Kala itu, masjid ini memiliki ukuran panjang 65 meter, sama dengan panjang ruang utama shalat, dan lebar 75 meter, di samping memiliki shahn lapang yang memiliki luas yang sama dengan luas ruang shalat masjid itu.

Pada 180 H/796 M Hisyam Al-Ridha, putra ‘Abdurrahman Al-Dakhil, menambah baris ruang shalat yang berada di sisi shahn. Perhatian yang sangat besar terhadap masjid ini juga diberikan penguasa ke-4 Dinasti Umawiyyah di Cordoba, ‘Abdurrahman Al-Ausath. Semula, pada 218 H/833 M, ia melakukan perluasan kecil pada masjid ini. Namun, karena melihat jumlah jamaah yang kian banyak, seiring dengan perkembangan Kota Cordoba, maka pada 234  H/848 M ia menambah kedalaman ruangan shalat sebanyak delapan baris ke arah kiblat (yakni ke arah selatan menuju ke Sungai Guadalquivir) dan memindahkan dinding kiblat ke tempat yang baru. Selain itu, dia juga melengkapi masjid ini dengan sebuah mihrab baru yang indah. Dengan penambahan tersebut, ukuran masjid ini pun menjadi 130 x 75 meter, termasuk shahn.

Perluasan tersebut disempurnakan dengan pembuatan pelbagai dekorasi pada masjid ini oleh Pangeran Muhammad ibn ‘Abdurrahman Al-Ausath pada 241 H/855 M. Selepas itu, pada 340 H/951 H, ‘Abdurrahman Al-Nashir mendirikan sebuah menara baru di ujung paling utara dinding shahn masjid ini. Menara tersebut dibuat berbentuk benteng raksasa yang memiliki dua balkon untuk melantunkan azan. Menara tersebut masih sediakala hingga dewasa ini meski telah diubah menjadi menara untuk tempat lonceng gereja. Selain itu, ‘Abdurrahman Al-Nashir juga melengkapi masjid ini dengan banyak dekorasi.

Di sisi lain, kala itu ‘Abdurrahman Al-Nashir berpendapat, masjid ini tidak boleh tidak harus diperluas untuk ketiga kalinya. Karena itu, ia memerintahkan putranya, Al-Hakam, yang kala menjadi penguasa bergelar Al-Mustanshir, untuk menjadi pemimpin proyek perluasan yang baru rampung pada 351 H/961 M. Perluasan ini, seperti perluasan sebelumnya, menuju ke arah selatan. Untuk itu, dinding mihrab dipindahkan 35 meter ke arah selatan. Dengan demikian, karena adanya penambahan baru sebanyak 12 baris, masjid ini menjadi mencapai tepi Sungai Guadalquivir. Selain itu, dibuat sebuah mihrab baru yang menjadi salah satu puncak keindahan di bidang arsitektur dan seni ukir dalam sejarah arsitektur Islam. Sedangkan kedalaman ruang shalat menjadi 75 meter. Dengan kata lain, apabila shahn ikut dihitung, panjang masjid menjadi 105 meter.

Perluasan keempat atas Masjid Cordoba ini dilakukan Al-Manshur Muhammad ibn Abu ‘Amir yang bertindak otoriter pada masa pemerintahan Hisyam Al-Mu‘ayyad. Perluasan tersebut baru rampung pada 377 H/987 M. Perluasan tersebut dilakukan pada seluruh panjang masjid di sebelah timur. Dalam perluasan tersebut, Al-Manshur berusaha sekuasa mungkin supaya selaras dengan bentuk dan semangat secara umum bagian-bagian lainnya masjid ini. Meski perluasan tersebut tidak seratus persen orisinal, yang menjadi ciri khas ketiga bagian lainnya masjid ini, namun lewat perluasan tersebut masjid ini kian luas melebih luas semua masjid yang ada di Dunia Islam kala itu. Dalam hal ini yang paling menarik ialah masjid ini tetap sediakala hingga dewasa ini, sebagai saksi pencapaian kaum Muslim di bidang teknik dan arsitektur.

Masjid ini diubah menjadi sebuah katedral ketika penguasa Spanyol menguasai kembali Cordoba pada 634 H/1236 M. Pada abad ke-8 H/14 M di sisi barat masjid ini-yang dibangun pada perluasaan yang dilakukan ‘Abdurrahman Al-Ausath-didirikan sebuah katedral kecil atas perintah Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Selepas itu, yakni pada abad ke-10 H/16 M, tepatnya pada 930 H/1523 M, di jantung masjid ini didirikan sebuah katedral besar yang terkenal dengan  nama  “La Mezquita”. Bangunan katedral ini menyita sepersepuluh luas  masjid ini.  Sejatinya, pembangunan katedral terakhir tersebut ditentang Kaisar Carlos V, dengan alasan pembangunan tersebut merusak tampilan indah ruang shalat masjid yang membanggakan tersebut. Anehnya, hingga dewasa ini ruang shalat masjid ini masih terpelihara dengan sebagian besar keindahan dan kemegahannya.


Masjid Cordoba dapat dikatakan merupakan saksi bahwa kaum Muslim sejak dulu tidak hanya piawai tentang masalah ibadah murni semata. Tapi, mereka juga andal di bidang-bidang lain. Semoga, kini dan ke depan, demikian pula!

No comments: