Saturday, August 11, 2007

Makna Sebuah Nama untuk Anak Anda!

Madinah, Dzulhijjah 8 H. Betapa gembira hati Rasulullah Saw. pada suatu malam di bulan itu, karena Allah Swt. memberikan karunia kepada beliau seorang putra. Sebelum kelahiran sang bayi, beliau memanggil seorang bidan, Salma, istri Abu Rafi‘. Kemudian beliau menyendiri ke sudut, shalat dan berdoa. Lahirlah bayi itu dengan selamat. Beliau pun mengucapkan terima kasih kepada sang bidan, dan memuliakannya dengan pemberian sedemikian rupa, kemudian beliau segera menemui Mariyah Al-Qibthiyah, sang istri tercinta yang berasal dari Mesir, mengucapkan selamat kepadanya, atas kelahiran putranya, yang melepaskan dirinya dari status budak. Selepas itu beliau memangku sang bayi, membawanya ke hadapannya, sebagai penebar kegembiraan dan kasih sayang.

Rasulullah Saw. pun memberi nama sang putra serupa dengan nama nenek moyang beliau, Nabi Ibrahim a.s. Beberapa hari setelah kelahiran sang putra, beliau menyembelih dua ekor domba, mencukur rambut si orok, dan bersedekah perak yang setara dengan berat rambutnya kepada kaum fakir miskin Madinah. Dan, ibu-ibu Anshar berebut untuk menyusuinya, mereka ingin agar Mariyah dapat tenang meladeni beliau, karena mereka mengerti bahwa beliau sangat menyenanginya. Ibrahim akhirnya disusui seorang istri tukang pandai besi bernama Abu Saif yang bermukim di perbukitan Madinah.

Putra tercinta Rasulullah Saw yang satu itu, seperti diketahui, merupakan putra beliau satu-satunya yang lahir selepas beliau diangkat sebagai Utusan Allah. Dapat dibayangkan, betapa gembira beliau menerima karunia demikian. Apalagi kala itu usia beliau telah memasuki kepala enam. Tentu, hal itu merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Tak aneh, dengan kelahiran sang putra tersebut, perhatian beliau begitu besar terhadap sang putra dan juga ibunya. Sehingga, tak aneh pula, jika hal tersebut membangkitkan kecemburuan istri-istri lain beliau terhadap Mariyah Al-Qibthiyah, ibunda sang putra tersebut.

Di sisi lain, jika proses pemberian nama sang putra tersebut dikaji dan diteliti dengan penuh perhatian, akan tampak Rasulullah Saw. begitu cermat dalam memilih nama sang putra. Di sini perlu dikemukakan, jika nama-nama para sahabat beliau, juga nama-nama yang berkembang di Semenanjung Arab kala itu, dicermati dengan sangat teliti, sulit dan malah dapat dikatakan tiada yang menyandang nama Ibrahim tersebut kecuali Nabi Ibrahim a.s. Karena itu dapat dikatakan, pemilihan nama Ibrahim jelas bukan asal-asalan, dan malah dapat dikatakan merupakan pemilihan yang sangat luar biasa.
Seperti diketahui, nama tersebut diambil dari nama nabi tersebut, seorang nabi yang namanya disebut 40 kali dalam Al-Quran dan digambarkan sebagai orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Sehingga, perintah apa pun ia lakukan meski harus bertentangan dengan pikiran dan perasaannya. Putra Adzar yang hidup sekitar 2.100 sebelum Masehi yang silam ini lahir di Ur, di kawasan Chaldea. Setelah menerima wahyu dari Allah, orang pertama yang ia seru ialah ayahnya sendiri, seorang pemahat. Tetapi, sang ayah menolak seruannya, malah kemudian mengusirnya. Meski diusir sang ayah, ia tetap menyampaikan seruannya di kalangan bangsanya. Akibatnya, ia menerima berbagai ancaman dari mereka. Ia lalu meninggalkan negerinya, disertai istri pertamanya: Sarah, menuju Palestina lewat Damaskus. Ketika nabi yang mendapat gelar “Khalil Allah” ini tiba di Palestina, negeri tersebut sedang tertimpa paceklik. Ia lalu melanjutkan perjalanannya ke Mesir. Di negeri terakhir ini ia tinggal tidak lama, kemudian ia kembali lagi ke Palestina. Ia baru mempunyai putra pertama: Isma‘il, lewat istri keduanya Hajar, ketika berusia 68 tahun. Sedang putra keduanya, Ishaq, lahir empat tahun kemudian. Menurut sebuah sumber, ia berpulang pada usia 175 tahun dan dimakamkan di Hebron (kini Al-Khalil), sebuah kota di Palestina, di Gua Machepelah. Hingga kini gua yang dapat dikatakan sebagai makam tertua di dunia ini masih tegak dengan gagahnya.
Ibrahim a.s. sendiri datang mengumandangkan bahwa Allah yang disembahnya adalah Tuhan seru sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa, juga bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu. Di dalam Al-Quran dikemukakan, para nabi sebelum Ibrahim a.s. mengajarkan kaumnya agar menyembah Allah “Tuhanmu”. Tetapi setelah itu, Ibrahim a.s. mengajarkan bahwa Tuhan yang disembahnya adalah Tuhan seru sekalian alam. Dengan kata lain, Tuhan yang menyertai manusia saat tidur atau sadarnya, sebelum dan saat keberadaannya di dunia, dan setelah kematiannya. Ia menemukan dan membina keyakinannya itu melalui pengalaman pribadi. Setelah mengamati bintang, bulan, dan matahari, akhirnya ia berkesimpulan, yang wajar disembah bukanlah patung, tidak juga benda-benda, tapi Tuhan seru sekalian alam.

Kecermatan Rasulullah Saw. dalam memilih dan memberi nama putra-putri beliau memang menarik untuk dikaji dan diteliti. Seperti diketahui, nama putra-putri beliau mempunyai arti yang sangat bagus. Tentu, pemberian nama-nama yang sangat bagus tersebut tidak mungkin asal-asalan, namun merupakan “buah” kecermatan beliau dalam memilih dan memberikan nama. Kecermatan beliau yang demikian itu sebenarnya tidak hanya terjadi ketika beliau memberi nama putra-putri beliau saja. Beliau juga selalu mencermati nama para sahabat beliau. Malah, kalau dirasa perlu, beliau meminta sahabat-sahabat beliau untuk mengganti dan mengubah nama mereka yang kurang islami. Misalnya saja, beliau mengganti nama kecil Abu Bakar Al-Shiddiq, yaitu ‘Abdul Ka‘bah yang berarti “hamba Ka‘bah”, menjadi ‘Abdullah yang berarti “hamba Allah”. Demikian halnya beliau mengganti nama kecil Abu Hurairah, yaitu ‘Abdusy Syams yang berarti “hamba matahari”, menjadi ‘Abdurrahman yang berarti “hamba Yang Maha Pengasih”, dan mengganti nama putri ‘Umar bin Al-Khaththab yang bernama ‘Ashiyah yang berarti “perempuan yang berbuat maksiat” menjadi bernama Jamilah yang berarti “perempuan nan cantik”. Malah, hal serupa juga dilakukan terhadap salah seorang istri beliau, yaitu Juwairiyah binti Al-Harits. Seperti diketahui, sebelum menikah dengan beliau, istri beliau yang putri bangsawan nan cantik tersebut bernama Barrah yang berarti “perempuan nan suci”. Hal serupa juga terjadi pada dua istri beliau yang lain yang kedua-duanya juga bernama Barrah, yaitu Zainab binti Jahsy dan Maimunah binti Al-Harits. Juwairiyah, Zainab, dan Maimunah adalah nama-nama yang memiliki arti yang indah.

Dari sini akan dapat dimengerti jika Rasulullah Saw. menyatakan, “Sungguh, pada hari kiamat kelak kalian akan diseru dengan nama-nama kalian dan nama-nama ayah kalian. Karena itu, perbaguslah nama kalian,” (dituturkan oleh Abu Dawud dan Ibn Hibban dari Abu Al-Darda’) dan berpesan, “muliakanlah anak-anak kalian dan perbaguslah nama mereka!” (dituturkan oleh Ibn Majah) dan “hendaklah kalian menyandang nama dengan nama para nabi!” (dituturkan oleh Abu Dawud dari Abu Wahab Al-Jusyami).

Ya, itulah penggalan dari buku Nama-Nama Islami nan Indah untuk Anak Anda yang mulai beredar pada Juli 2007 yang lalu dan diterbitkan oleh Penerbit Mizania, Bandung. Selamat menikmati buku tersebut!

2 comments:

ikeow said...

kalo 'mona luthfina' artinya apa? ada hubungannya sama masa lalu? adeeuuuuh pitpitpittiiiw.....;)

Anonymous said...

Kita menyedari bahwa memilih nama yang indah dan sempurna untuk bayi kita yang baru lahir memang sangatlah sulit. Apalagi daftar calon nama yang kita miliki amat sedikit. Untuk itu, di sini kami menyediakan ribuan variasi nama islami yang indah dan mudah. www.namaislami.com