Saturday, May 28, 2011

Memburu Matahari di Atas Ka'bah


Dua hari terakhir, setiap sore hari pada 26 dan 27 Mei 211, saya berusaha “memburu” Matahari. Tapi, perburuan tersebut ternyata merupakan perburuan yang sia-sia. Selama dua hari, tempat saya bermukim, Baleendah, Kab. Bandung, diguyur hujan yang sangat deras. Mengapa “memburu” Matahari? Hal itu, tak lain, karena saya ingin mengetahui secara tepat arah kiblat rumah yang kami tempati.

Sejatinya, mengetahui arah kiblat dengan mudah dapat dilakukan dengan “penunjuk arah kiblat” made in Taiwan yang saya miliki. Tapi, usai membaca sebuah tulisan M Zaid Wahyudi di koran Kompas, 26 Mei 2011, dengan judul “Matahari di Atas Mekkah, Saatnya Meluruskan Arah Kiblat”, rasa penasaran pun muncul untuk membuktikan kebenaran “hasil kerja” penunjuk arah kiblat yang saya miliki. Namun, gara-gara hujan yang deras, usaha saya untuk meluruskan arah kiblat lewat posisi Matahari tersebut gagal total.
Nah, barang kali di antara Anda belum membaca tulisan tersebut, pada sajian ini saya tampilkan dengan lengkap tulisan M Zaid Wahyudi tersebut:

Matahari akan berada di atas Mekkah, Arab Saudi, Sabtu, 28 Mei 2011 pukul 12.18 waktu setempat atau pukul 16.18 Waktu Indonesia Barat. Hal itu berarti Matahari berada tepat di atas Kabah, kiblat umat Islam. Saat itu, bayangan di seluruh dunia yang masih bisa melihat Matahari mengarah ke Kabah. Bayangan ke arah Kabah yang dapat dijadikan patokan arah kiblat itu dapat diperoleh dari benda yang berdiri tegak lurus di tempat datar. Cara itu dapat digunakan di sejumlah wilayah yang tak bisa melihat Kabah secara langsung.

”Ini cara paling sederhana dan paling mudah dengan akurasi tinggi dalam menentukan arah kiblat,” kata Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang juga anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama, Thomas Djamaluddin, Senin (23/5) di Jakarta. Meski demikian, penentuan kiblat tidak perlu terpaku pada hari dan jam saat Matahari benar-benar tepat di atas Mekkah. Pergeseran Matahari yang lambat membuat Matahari berada di atas Mekkah selama dua hari sebelum dan sesudah 28 Mei serta dalam rentang waktu lima menit sebelum dan sesudah pukul 16.18 WIB. Artinya, pelurusan arah kiblat dapat dilakukan pada 26-30 Mei pukul 16.13-16.23 WIB. Jika saat Matahari tepat di atas Mekkah justru di daerah kita tertutup awan atau hujan, rentang waktu itu dapat digunakan untuk meluruskan kiblat.Mereka yang berada di wilayah waktu lain, yaitu Waktu Indonesia Tengah dan Waktu Indonesia Timur, tinggal menyesuaikan waktunya.

Pergerakan Matahari
Teknik pelurusan arah kiblat berdasarkan posisi Matahari di atas Mekkah ini dilakukan berdasarkan pengamatan dan perhitungan perubahan gerak semu Matahari akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi. Dalam satu tahun, Matahari dua kali melintas di atas Mekkah. Perlintasan pertama terjadi pada 27 Mei atau 28 Mei pukul 16.18 WIB. Saat itu, Matahari seolah bergerak dari selatan ke utara, yaitu dari arah garis khatulistiwa menuju titik balik utara di 23,5 derajat lintang utara.

Adapun perlintasan kedua berlangsung saat Matahari seolah bergerak dari titik balik utara ke khatulistiwa. Peristiwa ini terjadi pada 15 Juli atau 16 Juli pukul 16.27 WIB yang juga dapat dimanfaatkan untuk meluruskan kiblat. Menurut Djamaluddin, penentuan kiblat dengan bayangan Matahari tidak serumit jika menggunakan bantuan peralatan penunjuk arah, seperti kompas, alat penentu posisi global (GPS), maupun berbagai peranti lunak komputer.

Jika menggunakan kompas untuk menentukan kiblat, terlebih dahulu kita harus mengetahui posisi kiblat di daerah kita masing-masing. Arah kiblat ini ditentukan berdasarkan arah utara sebenarnya atau arah kutub utara Bumi (KUB). Untuk kota-kota di Jawa Barat, arah kiblatnya sekitar 25 derajat dari arah barat ke utara.
Namun, kutub utara kompas menunjuk ke kutub utara magnet Bumi (KUMB) yang tidak berimpitan dengan KUB. Karena itu, pengguna kompas juga harus mengetahui berapa simpangan KUB terhadap KUMB di daerahnya. Sebagai gambaran, simpangan KUMB di Jabar dengan KUB hanya sekitar 0,5 derajat, sedangkan di Papua simpangan KUMB mencapai 4 derajat dari KUB. Selain itu, penggunaan kompas memiliki keterbatasan jika digunakan di gedung-gedung dengan rangka besi. Tarikan logam bisa membuat arah yang ditunjukkan kompas menjadi tak akurat dan berbeda untuk setiap tempat dalam satu lantai gedung, tergantung besar kecilnya tarikan besi di setiap titik.

Meluruskan kiblat
Anggota BHR Kabupaten Kebumen yang juga Ketua Tim Pengkajian dan Pengembangan Rukyatul Hilal Indonesia, M Ma’rufin Sudibyo, mengatakan, langkah awal yang perlu dilakukan untuk meluruskan kiblat adalah menyamakan jam yang kita miliki agar sesuai standar waktu yang benar. Masyarakat bisa menelepon 103 yang dikelola Telkom atau Radio Republik Indonesia di setiap daerah. Selanjutnya, bayangan yang menunjuk kiblat dapat dibuat dengan menggunakan bandul bertali yang digantung. Pemberat bandul dapat berupa apa pun, yang mampu menjaga tali tetap tegak ketika tertiup angin. Bandul ini otomatis tegak lurus dengan permukaan Bumi sehingga bayangan yang tercipta dari tali bandul adalah arah kiblat. Cara lain adalah dengan mendirikan tonggak atau tongkat tegak lurus dengan tanah. Selain itu, bayangan dapat pula ditentukan dengan bayangan tiang masjid atau tiang jendela masjid selama tiang tersebut tegak lurus.
Bayangan tonggak atau tiang yang tercipta pada rentang Matahari di atas Kabah merupakan arah kiblat sebenarnya.

Sejumlah pesantren ataupun masjid memiliki tonggak yang digunakan sebagai penunjuk arah kiblat sekaligus penentu waktu shalat. Tonggak yang dilengkapi dengan garis penanda waktu dan panjang bayangan ini dikenal dengan nama bencet.
”Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap lebih dari 500 masjid di Yogyakarta, Rembang, dan Kebumen sejak 2007-2010, 70 persen lebih arah kiblat masjid menyimpang dari kiblat sesungguhnya,” kata Ma’rufin.

Jika ditemukan kesalahan arah kiblat sesuai arah bayangan Matahari saat Matahari berada di atas Mekkah, yang perlu dilakukan adalah menata ulang saf atau garis barisan shalat, tidak perlu membongkar masjid. ”Lurusnya arah kiblat merupakan syarat sahnya shalat yang dilakukan,” katanya.

No comments: