Palestinian Diaspora
“Pak Rofi’, ceritalah barang sedikit tentang bangsa
Palestina. Biar kami tahu sedikit tentang perjuangan mereka!”
Demikian bunyi salah satu pesan singkat yang masuk ke telpon
genggam saya. Menerima permintaan demikian, tiba-tiba kenangan ketika masih
menimba ilmu di Universitas Kairo pada awal 1980-an pun “melayang-layang” dalam
benak saya. Tiba-tiba dalam benak saya “terpampang” bayang-bayang beberapa
teman mahasiswa asal Palestina. Kala itu
mereka, selepas berkenalan dengan saya, kerap mengajak berbincang tentang
pelbagai hal. Mereka, kala itu, merupakan bagian dari “Palestinian Diaspora”,
alias orang-orang Palestina di perantauan. Mereka termasuk para mahasiswa
Palestina yang mendapatkan kesempatan menimba ilmu di pelbagai perguruan tinggi
di Mesir. Tentu saja, mereka menimba ilmu di Negeri Piramid itu gratis. Tidak
hanya itu. Mereka juga memiliki dua paspor: paspor Palestina dan paspor Mesir. Kelompok
Palestinian Diaspora inilah sejatinya yang sangat ditakutkan Israel.
Mengapa Israel sangat khawatir dengan Palestinian Diaspora?
Seperti diketahui, sejak 1948 hingga dewasa ini, pelan tapi
pasti, Israel kian menggerogoti kawasan yang asalnya milik bangsa Palestina.
Demikian halnya, setiap kali diperlukan, Israel dengan arogannya kerap memporak-porandakan
kawasan yang dihuni orang-orang Palestina di wilayah Palestina. Namun,
sejatinya Israel tahu, bangsa Palestina adalah bangsa yang terkenal liat dan
tangguh. Bukan saja dalam perjuangan militer dalam menghadapi Israel. Tapi,
justru yang paling berat adalah di medan lain.
Seperti halnya bangsa Yahudi, yang selama ribuan tahun hidup
sebagai Jewish Diaspora, banyak orang-orang Palestina yang kini “meneladani
jalur kehidupan” bangsa Yahudi. Dan, bangsa Palestina juga terkenal sebagai
bangsa yang sangat tangguh dan liat dalam menjalani hidup sebagai Palestinian
Diaspora. Pada 1983, misalnya, ketika saya masih di Mesir, jumlah doktor
Indonesia baru sekitar 1.500 orang. Sedangkan jumlah doktor Palestina di
perantauan kala itu telah mencapai sekitar 3.000 orang. Padahal, mereka hidup
di pengasingan. Nah, mengapa hal itu terjadi?
Menyadari posisi mereka yang menderita di negeri sendiri,
mereka kemudian mencari solusi dengan hidup di perantauan. Salah satu jalur yang mereka pilih untuk
mempertahankan kelangsungan hidup mereka adalah dengan berjuang sebaik mungkin
di bidang-bidang yang strategis di pelbagai kawasan dunia di luar Palestina.
Untuk meraih keberhasilan tersebut, mereka pun berjuang untuk meraih pendidikan
yang terbaik dan tertinggi yang disedikan bagi mereka. Di samping itu, mereka
juga menyiapkan diri untuk menguasai pelbagai posisi strategis di bidang
ekonomi dan bisnis di pelbagai kawasan Timur Tengah khususnya. Ternyata,
perjuangan mereka benar-benar membuahkan hasil yang positif. Mereka kini
berhasil menempati pelbagai posisi strategis di bidang perekonomian dan bisnis
kawasan Timur Tengah. Di sisi lain, banyak para ilmuwan Palestina yang
bertebaran di pelbagai penjuru dunia. Termasuk di Eropa dan Amerika Serikat.
Nah, karena pernah menjadi sebagai Jewish Diaspora, para
penguasa Israel sangat sadar adanya kekuatan yang sangat menakutkan di hadapan
mereka: Palestinian Diaspora. Bagi para penguasa Israel, lebih gampang bagi
mereka untuk memporakporandakan kawasan Palestina ketimbang menghadapi
Palestinian Diaspora yang bertebaran di pelbagai kawasan dunia. Yang paling
ditakutkan Israel adalah manakala Palestinian Diaspora ini bersatu padu
membentuk kekuatan bersama menghadapi Israel. Dewasa ini, jumlah Palestinian
Diaspora sekitar 9-11 juta orang. Tentu dapat dibayangkan, bila hal itu
terjadi, betapa sangat berat tantangan yang dihadapi Israel. Israel pun
menyadari, pertempuran dengan Palestina akan berlangsung lama dan sangat
melelahkan. Dan, bukan tidak mungkin, suatu ketika, Israel akan mengalami nasib
seperti yang dialami Palestina saat ini: menjadi bulan-bulanan.
No comments:
Post a Comment