Kisah 2 Potong Celana Panjang Baru
Perjalanan, bagi saya, senantiasa menyajikan berbagai
pengalaman baru. Baik apakah berupa sajian ilmu, pengalaman, maupun ide baru. Nah,
dalam perjalanan terakhir (ke Arab Saudi, Turki, dan Dubai), antara 15 sampai
dengan 26 Februari 2013 yang lalu, ada suatu pengalaman kecil yang menarik buat
saya: kisah dua potong celana baru saya.
Dapat dikatakan, saya adalah manusia “jadul” (jaman dulu).
Selama ini, saya tidak pernah terpikat untuk mengenakan celana jeans atau
celana jadi. Seperti halnya dalam hal memotong rambut, saya pun jarang berganti
penjahit celana panjang. Sejak tinggal di Kota Bandung, sejak 1984, dapat dikatakan
ketika membuat celana saya tidak pernah berpindah dari seorang penjahit di
Jalan Sukajadi, Bandung. Sang penjahit
sampai hapal ukuran celana saya. Karena itu, ketika menjelang bertolak
menuju Timur Tengah pada pertengahan bulan lalu, saya menjahitkan dua potong
kain untuk dibuat celana, hanya dalam dua hari dua potong celana itu telah
siap. Saya menyiapkan dua potong celana itu karena celana-celana yang lain
sudah “berusia senja”. Dalam perjalanan
ke Timur Tengah itu, saya membawa empat celana: dua celana lama dan dua celana
baru.
Kemudian, apa yang terjadi dengan dua potong celana baru
itu?
Selama di Arab Saudi, dalam perjalanan itu saya senantiasa
didampingi para sahabat dari Madura. Mereka adalah para sahabat yang begitu
tulus dalam melakukan tugas yang harus mereka laksanakan. Atas bantuan mereka,
tugas yang saya emban selama di Tanah Suci pun menjadi terasa ringan. Nah,
ketika berada di Makkah, dan ketika sedang rehat di hotel, seorang sahabat dari
Sampang, sebut saja Sahih namanya, tiba-tiba mendekati saya dan berucap, “Ustadz,
selama bermukim selama 10 tahun di Makkah, Sahih belum pernah menemukan
penjahit celana yang pas. Saat ini, celana-celana Sahih sudah usang semua. Selama
beberapa hari ini saya perhatikan, celana-celana baru yang Ustadz kenakan
tampaknya kok enak dikenakan. Bolehkah saya mencoba celana-celana itu. Kalau
cocok, saya akan pesan beberapa potong celana. Lewat Ustadz?”
“Silakan dicoba, Mas Sahih.”
Oh, ternyata ketika kedua celana baru itu dikenakan Mas
Sahih, dua celana itu pas sekali dengan ukuran tubuhnya. Betapa gembira hatinya
begitu Mas Sahih tahu hal yang demikian itu. Dan, sambil melukar salah satu
celana itu, dia berucap pelan, “Ustadz, bagaimana jika dua celana baru ini
untuk Sahih. Ustadz bikin saja celana-celana baru begitu tiba di Bandung nanti?”
Begitu mendengar ucapan Mas Sahih yang demikian, sejenak
saya tercenung dan bingung. Sebab, perjalanan saya masih panjang. Saya masih
akan meneruskan perjalanan menuju Turki dan Dubai. Padahal, saat itu, salah
satu dari celana lama saya dalam keadaan kotor dan hari berikutnya saya akan
meneruskan perjalanan menuju Istanbul. Tentu, selama dalam perjalanan
selanjutnya, satu celana bersih saja tidak cukup. Tapi, segera, saya abaikan
semua pertimbangan itu dan menjawab, “Silakan, ambil saja kedua celana itu.”
Betapa gembira Mas Sahih mendengar jawaban saya demikian.
Dia pun segera memegang tangan saya dan menciuminya berkali-kali sambil
mengucapkan terima kasih, “Terima kasih, Ustadz. Saya doakan, perjalanan Ustadz
senantiasa di bawah lindungan Allah Swt. Juga, Ustadz dan keluarga senantiasa
dikaruniai keberkahan dan kemudahan, amin…”
Mendengar ucapannya yang tulus tersebut, saya hanya dapat
mengaminkan saja. Dan, alhamdulillah, Allah Swt. senantiasa memberikan
kemudahan dalam perjalanan saya selanjutnya. Juga, mengaruniakan limpahan
karunia yang jauh lebih berharga dan bernilai daripada kedua celana baru saya
tersebut.
Hikmah: jadilah selalu pemberi, kapan pun dan di mana pun,
dengan hati yang ikhlas.
No comments:
Post a Comment