KISAH SEORANG ADIK
“Mbak, aku jatuh. Kakiku kayaknya mengalami fraktur.
Bentuknya tidak karuan lagi.”
Demikian, ucap adik bungsu saya Jumat, 5 September yang
lalu, sekitar pukul lima sore kepada istri lewat telpon genggam. Saya, yang berada di rumah dan belum lama
kembali dari mengantar adik istri dan istrinya, yang juga habis dirawat, ke
Bandara Husain Sastranegara, pun termenung dan kaget. Segera, saya dan istri
pun “meluncur” dari rumah di Baleendah, Kabupaten Bandung, menuju Rumah Sakit
Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
Setiba di rumah sakit terbesar di Provinsi Jawa Barat
itu, segera kami menuju ruang Instalasi Gawat Darurat. Ketika berada di ruang
tersebut, kami lihat adik kami, seorang dokter spesialis saraf dan ahli
akupunktur, terbaring di tempat tidur dikitari para dokter. “Kenapa kamu?”
tanya istri kepada adik saya, L. “Saya tadi mau ke tempat praktek, Mbak. Mungkin karena tergesa-gesa, ketika berada di
depan rumah sakit, tiba-tiba saya terjatuh dan kayaknya tulang kaki saya
patah,” jawab L dengan menahan sakit.
Melihat dia terbaring, entah kenapa benak saya tiba-tiba “melayang”
dan teringat perjalanan hidupnya. Ketika dia baru berusia sekitar 2 tahun, dia
terkena polio. Dapat dikatakan, dia kala
itu tidak mampu menggerakkan kedua kakinya. Namun, dengan penuh kesabaran,
ibunda merawatnya dengan penuh ketelatenan dan perhatian selama bertahun-tahun.
Ketika masuk Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, tiap hari dia diantar dan dijemput
dengan naik becak. Pelan, kondisi kedua kakinya membaik, meski kadang dia
tiba-tiba dia terjatuh. Mungkin, karena kakinya saat itu sedang tidak kuat
menyangga tubuhnya. Meski demikian, dia tidak pernah mengeluh.
Kemudian, selepas lulus dari sekolah menengah atas, di
kampung kami, Blora, Jawa Tengah, dia diterima di Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. “Alhamdulillah,” ucap syukur kami sekeluarga. Kami,
tentu, merasa sangat bersyukur karena meski dia “dikaruniai” kondisi kedua kaki
yang “kurang sehat”, dia diterima di perguruan tinggi yang bagus. Selama itu,
dia pun kadang masih tiba-tiba terjatuh dengan sendirinya, karena kondisi kedua
kakinya yang pernah terkena polio. Kemudian, apa yang dia putuskan setelah dia
berhasil meraih brevet dokter umum?
“Mas dan Mbak,” ucapnya tidak lama setelah dia menjadi
dokter kepada kami, kakak-kakaknya, “izinkan saya berangkat menuju Gumawang,
Baturaja, Sumatera Selatan.” Ketika kami
tahu, ternyata dia ditempatkan di sebuah puskesmas di tempat terpencil dan jauh
dari perkampungan, di tengah hutan, semula kami tidak tega melepasnya. Tapi,
dia tetap teguh dengan keputusannya, meski kondisi kedua kakinya tetap tidak
seratus persen pulih seperti sedia kala. Kami pun akhirnya melepas dia
berangkat. Selama beberapa tahun, dia pun
melaksanakan tugasnya di tempat terpencil tersebut. Meski dikaruniai kaki yang
kurang sehat, namun dia tetap bekerja dengan sepenuh hati untuk masyarakat.
Karena itu, dia akhirnya mendapat penghargaan sebagai dokter teladan.
Usai melaksanakan tugas di medan yang berat, dia kemudian
menempuh pendidikan dokter spesialis saraf di almamaternya. Kemudian, usai meraih
brevet dokter spesialis saraf, dia lagi-lagi membuat keputusan yang membuat
kami terkaget-kaget. Dia memilih ditempatkan di Aceh yang kala itu masih
dilanda konflik. “Insya Allah tidak apa-apa kok. Saya kan bertugas untuk
melayani masyarakat. Lagi pula, saya kan Muslimah,” ucapnya meyakinkan kami.
Berangkatlah dia ke Aceh dan bertugas di sana selama sekitar dua tahun, meski
kondisi kedua kakinya tetap tidak pulih seperti sedia kala. Usai bertugas di
Aceh, dia pun ditempatkan sebagai staf pengajar di almamaternya.
Mengikuti jejak langkah seorang abangnya (almarhum) yang
mengambil program s-2 di Enschede, Belanda, dia kemudian memperdalam ilmunya di
Universitas Utrecht, Belanda. Selain itu, dia juga mengambil program s-2 di
bidang akupunktur. Usai mendalami ilmu
di negeri orang, dia kemudian kembali ke almamaternya untuk mengabdikan dirinya
bagi masyarakat.
Sebagai seorang dokter spesialis dan staf pengajar, dia
selalu berusaha memberikan ilmu dan pengalaman terbaik yang dia miliki. Tanpa
banyak kata. Namun, kondisi kedua kakinya tetap tak kunjung pulih dan akhirnya berakhir
dengan terjadinya kejadian yang membuat kakinya mengalami fraktur. “Mbak, semua pekerjaan alhamdulillah dapat
saya laksanakan dengan baik dan tidak membuat saya risau. Yang membuat risau
adalah kaki saya, kalau saya tiba-tiba mengalami seperti yang saya alami saat
ini,” ucapnya pelan kepada istri ketika kami menjenguknya di Instalasi Gawat
Darurat RSHS Jumat malam yang lalu.
Alhamdulillah, setelah dioperasi kemarin siang, kini dia
sedang memasuki masa pemulihan. “Semoga Allah Swt. memulihkan kembali dari
sakit yang kau derita, Lel, dan kembali
berkarya untuk masyarakat tanpa banyak kata seperti sebelumnya, amin,” gumam
pelan bibir saya ketika berpamitan kepadanya tadi malam.
2 comments:
Good website, keep up. We at Addhunters shifted this service to a level much higher
than the broker concept.
you can see more details like
this article houses for sale in qatar
keep the good work going ON!We at Addhunters shifted this service to a level much higher
than the broker concept.
you can see more details like
this article propertyfinder
Post a Comment