YA TUHAN, SAKSIKANLAH!
“Om Rofi’. Andaikan saat ini om ikut rombongan Rasulullah Saw. naik
haji seraya bertalbiyah, hilang gak rasa nyeri di kaki om?”
“Oh, om Rofi’ akan menangis, karena sangat bahagia, andaidapat naik
haji bersama beliau. Om tidak akan memedulikan rasa nyeri di kaki ini.”
Demikian sebagian penggalan perbincangan di dini hari tadi, perbincangan
di antara saya dan seorang keponakan. Kemudian, usai melaksanakan shalat
Shubuh, sambil berbaring di tempat tidur, entah kenapa benak saya tiba-tiba “melayang-layang”
dan kembali ke tahun 10 Hijriah: kala itu Rasulullah Saw. sedang berada di Makkah,
untuk melaksanakan ibadah haji yang pertama dan terakhir kalinya bagi beliau
selepas menjadi Utusan Allah Swt. Dan, tiba-tiba dalam benak muncul pertanyaan,
“Apa yang dilaksanakan Rasulullah Saw. pada Hari ‘Arafah?”
Segera, saya pun bangkit kembali dari tempat tidur. Kemudian, saya
pun membuka catatan tentang apa yang beliau laksanakan pada hari itu:
Ketika Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah 10 H) tiba, Rasulullah Saw.,
yang kala itu berada di Makkah, kemudian menapakkan kaki menuju Mina. Di tempat
yang berjarak sekitar 8 kilometer dari Makkah itu, beliau melaksanakan shalat Zhuhur, Asar, Magrib,
‘Isya’, dan Shubuh di sana.
Kemudian, seusai menanti hingga matahari terbit, Rasulullah Saw.
lantas melanjutkan perjalanan menuju ‘Arafah. Tenda-tenda waktu itu telah
didirikan di sana. Beliau pun masuk tenda yang disiapkan bagi beliau. Setelah
matahari tergelincir, beliau meminta agar Al-Al-Qashwa’, unta beliau,
didatangkan. Beliau kemudian menungganginya hingga tiba di jantung ‘Arafah.
Melihat ribuan jamaah yang memenuhi panggilan Allah Swt. dan
menaati perintah-Nya, Rasulullah Saw. merasa lega. Beliau merasa lega karena
umatnya telah menegakkan kebenaran Islam dengan ikhlas. Saat itu, beliau
berniat menanamkan inti ajaran Islam di dalam hati mereka, dengan memanfaatkan
pertemuan mulia itu sebagai kesempatan itu untuk mengucapkan khutbah guna
mengikis tuntas sisa-sisa kejahiliahan yang masih mengendap dalam jiwa kaum
Muslim kala itu. Beliau juga hendak menekankan soal-soal akhlak, hukum, dan
hubungan antar sesama kaum Muslim. Termasuk hubungan antara suami-istri.
Lantas, setiba di jantung ‘Arafah, Rasulullah Saw. kemudian berdiri
di hadapan sekitar 124.000 atau 140.000 kaum Muslim untuk menyampaikan khutbah
haji terakhir beliau, yang diulang dengan ucapan yang lebih keras oleh Rabi‘ah
bin Umayyah bin Khalaf,
“Wahai manusia.
Dengarkanlah nasihatku baik-baik. Barang kali, aku tidak dapat lagi
bertemu muka dengan kalian semua di tempat ini. Tahukah kalian semua, hari
apakah ini? (Beliau menjawab sendiri) Inilah Hari Nahr, hari kurban yang suci.
Tahukah kalian bulan apakah ini? Inilah bulan suci. Tahukah kalian tempat
apakah ini? Inilah kota yang suci. Karena itu, aku permaklumkan kepada kalian
semua bahwa darah dan nyawa kalian, harta benda kalian dan kehormatan yang satu
terhadap yang lainnya haram atas kalian sampai kalian bertemu dengan Tuhan
kalian kelak. Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini,
sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah
berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh
kamu sekalian!
Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah!
Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang
siapa memegang amanah di tangannya, hendaklah ia bayarkan kepada yang empunya. Sungguh,
riba jahiliah adalah batil. Dan, awal riba yang pertama sekali kuberantas
adalah riba yang dilakukan pamanku sendiri, Al-‘Abbas bin ‘Abdul-Muththalib. Hari
ini, semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan jahiliah dan penuntutan darah
cara jahiliah harus dihapuskan. Yang pertama kali kuhapuskan adalah tuntutan
darah ‘Amir bin Al-Harits.
Wahai manusia.
Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumi
kalian yang suci ini. Tetapi, ia bangga
bila kalian dapat menaatinya, walau dalam perkara yang kelihatannya kecil
sekalipun. Karena itu, waspadalah kalian atas dirinya! Wahai manusia! Sungguh,
zaman itu beredar semenjak Allah menjadikan langit dan bumi.
Wahai manusia.
Sungguh, bagi kaum perempuan (istri kalian) itu ada hak-hak yang
harus kalian penuhi, dan bagi kalian juga ada hak-hak yang harus dipenuhi istri
itu. Yaitu, mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur
selain kalian sendiri, dan mereka tidak boleh membawa orang lain yang tidak
kalian sukai ke rumah kalian, kecuali setelah mendapat izin dari kalian
terlebih dahulu. Karena itu, sekiranya kaum perempuan itu melanggar
ketentuan-ketentuan demikian, sungguh Allah telah mengizinkan kalian untuk
meninggalkan mereka, dan kalian boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang
berdosa itu. Tetapi, bila mereka berhenti dan tunduk kepada kalian, menjadi
kewajiban kalianlah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan
sebaik-baiknya. Ingatlah, kaum hawa adalah makhluk yang lemah di samping
kalian. Mereka tidak berkuasa. Kalian telah mengambil mereka sebagai amanah
dari Allah dan kalian telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah.
Karena itu, bertakwalah kepada Allah tentang urusan perempuan dan terimalah
wasiat ini untuk memperlakukan mereka dengan baik.
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan,
saksikanlah!
Wahai manusia.
Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu, yang bila
kalian memeganginya erat-erat, niscaya kalian tidak akan sesat selamanya.
Yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Wahai manusia! Dengarkanlah baik-baik
apa yang kuucapkan kepada kalian, niscaya kalian bahagia. Untuk selamanya dalam
hidup kalian!
Wahai manusia.
Kalian hendaklah mengerti bahwa orang-orang beriman itu bersaudara.
Karena itu, bagi masing-masing pribadi di antara kalian terlarang keras
mengambil harta saudaranya, kecuali dengan izin hati yang ikhlas.
Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah!
Janganlah kalian, setelah aku meninggal nanti, kembali pada
kekafiran, yang sebagian kalian mempermainkan senjata untuk menebas batang
leher kawannya yang lain. Sebab, bukankah telah kutinggalkan untuk kalian
pedoman yang benar, yang bila kalian mengambilnya sebagai pegangan dan lentera
kehidupan kalian, tentu kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (Al-Quran).
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan,
saksikanlah!
Wahai manusia.
Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal
dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan
adalah orang yang paling takwa. Tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab
dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah! Oleh karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tak hadir!’”
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Tuhan, saksikanlah! Oleh karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tak hadir!’”
Begitu usai melaksanakan wukuf di ‘Arafah, ketika matahari telah
terbenam dan mega kuning mulai sirna, Rasulullah Saw. lantas meneruskan
perjalanan hajinya dengan menaiki unta menuju Muzdalifah. Beliau kali ini
didampingi Usamah bin Zaid, putra Zaid bin Al-Haritsah.
“Wahai Rasul, wasiatmu akan kusampaikan kepada mereka yang tidak
hadir bersamamu,” ucap pelan bibir saya, usai membaca catatan tersebut, seakan
menjawab titah Rasulullah Saw. tersebut. “Betapa indah kandungan titahmu, wahai
Kekasih Allah.”
No comments:
Post a Comment