Beberapa minggu yang lalu, ketika penulis sedang berada di rumah, tiba-tiba telpon rumah berdering. Penulis pun segera mengangkat perangkat telpon itu. Eh, ternyata terdengar suara seorang cewek berucap, “Assalamu’alaikum wr.wb. Apakah ini rumahPakRofi’?""Wa’alaikumussalam wr.wb. Ya, benar. Mbak siapa dan ada apa?” “Saya Almas, putri Gus Mus. Abah minta alamat Pak Rofi’.” “Ada apa, Mbak?”“Gus Mus mau mantu.”
Mendengar kabar gembira yang demikian, tentu saja penulis segera memberikan alamat rumah penulis. Siapakah yang tidak merasa gembira mendengar Gus Mus akan mantu (putrinya yang terakhir, yaitu cewek yang menelpon tersebut: Almas) dan menerima undangan tersebut. Benar saja, beberapa hari kemudian datang sebuah undangan pernikahan antara Almas dan Rizal Wijaya (seorang arek Surabaya), yang tertulis dalam tulisan Latin dan Jawa Pegon (bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf-huruf Arab). Walau disain undangan itu tampak sederhana, tapi entah kenapa tampak indah.
Kemudian, Jumat 13 Maret 2009 yang lalu, penulis pun berangkat bersama istri (yang juga akan menghadiri undangan pernikahan di Semarang), menuju Rembang. Sebelum berangkat, penulis telah menyiapkan dua perangkat baju: sarung, baju koko putih, kopiah, dan jas (inilah baju yang biasanya dipakai oleh para kiai Jawa Tengah ketika mantu); dan baju batik. Setibanya di rumah seorang sahabat di Rembang, penulis pun bertanya kepada sang sahabat baju apa yang sebaiknya penulis pakai. Ternyata, dia menyarankan agar penulis mengenakan baju batik saja. Karena itulah baju yang biasa dikenakan dalam acara pernikahan di Rembang.
Tepat jam 10 pagi, 14 Maret 2009, acara pernikahan Almas dan Rizal segera dimulai. Penulis lihat, Gus Mus tidak hadir di tempat akad pernikahan akan dilangsungkan. Yang terlihat para kiai, keluarga (termasuk Menteri Agama: Maftuh Basyuni, dan HM Muzammil Basyuni, duta besar Indonesia di Damaskus, Suriah. Kedua tokoh ini adalah saudara laki-laki istri Gus Mus: Siti Fatma Basyuni), dan para sahabat Gus Mus. Ternyata, akad nikah tidak dilakukan sendiri oleh Gus Mus, tapi diwakilkan. Lalu, di mana Gus Mus? Eh, ternyata kiai, budayawan, penulis, dan juga pelukis yang lahir di Rembang, 10 Agustus 1944 (yang tetap mengenakan busana kebesarannya yang sederhana: sarung, baju koko, dan serban putih yang senantiasa beliau kenakan sehari-hari) itu sedang asyik menerima tamu-tamu putra yang kian memenuhi tempat undangan. Segera, akad pernikahan pun dilaksanakan dan ditutup dengan doa oleh beberapa kiai dan Menteri Agama.
Selepas itu, pengantin putra dan putri dipertemukan dan didudukkan di pelaminan. Ternyata, hanya mereka berdua saja yang ada di pelaminan. Tanpa didampingi orang tua kedua pengantin. Penulis lihat Gus Mus asyik mendatangi satu per satu tamu-tamu putra (yang dipisahkan dari para tamu putri). Sambutan keluarga pengantin putri disampaikan oleh KH Yahya Tsaquf. Dalam sambutannya, yang segar dan dalam bahasa Jawa kromo inggil, putra KH Cholil Bisri itu dengan tersenyum meminta maaf, Gus Mus “terpaksa” mengenakan busana kebesarannya seperti itu karena “kehabisan baju batik”. Selain itu, mantan jubir Gus Dur ketika jadi presiden itu mengemukakan, di malam harinya, Gus Mus akan mengadakan hiburan, yaitu “kampanye” pemilu, dengan mengundang semua caleg dari semua partai, termasuk caleg dari icmi. Ternyata, yang dimaksud icmi oleh kiai yang masih muda usia itu, adalah ikatan caleg melarat indonesia. Ada-ada saja, Gus!
Yang menarik, dalam tas angsul-angsul (bingkisan) untuk setiap tamu, ada sebuah buku indah yang berisi foto “lukisan-lukisan amplop” atau “lukisan-lukisan klelet” karya Gus Mus. Benar-benar bingkisan yang sangat bernilai dan indah. Apalagi, di samping setiap lukisan disertai kata-kata indah yang digoreskan oleh Gus Mus. Antara lain: “Keindahan ada di mana-mana, asal… kau tahu tempatnya”; “Indah dan buruk, jorok dan suci, ada di kepalamu”, “Ketika engkau tak menyadari keindahanmu, tiba-tiba engkau menjadi semakin indah”; “Warna-warni adalah bagian anugerah Allah bagi mereka yang tidak buta warna atau buta sama sekali”, “Pandanglah keindahanku, lalu pejamkan matamu, biar keindahanku pindah ke hatimu”, “Keindahan itu sudah ada di mana-mana, aku tinggal merangkainya untuk aku nikmati sebisaku”; “Pandang terus hingga kau temukan keindahan, atau pejamkan saja matamu!”; “Aku ingin menjadikan yang sepele menjadi sesuatu yang tidak disepelekan”; “Bukan tanganku yang menuntun kepada keindahan yang kulukis”; “Kau bisa melihat keindahan hati dari keindahan perilaku”; “Keindahan ciptaan-Nya menunjukkan keindahan-Nya, keindahan semua ciptaan-Nya menunjukkan bahwa Ia menyukai keindahan”; “Kalau kau tak bisa menikmati keindahan, janganlah merusaknya!”; “Cahaya kasih Tuhan menyinari hati dan memunculkan keindahan perilaku”; “Tak perlu mencari, keindahan ada di depan matamu!”; “Kalbumu yang menuntun matamu kepada keindahan…”; “Ya Allah, aku tidak berdaya di hadapan keindahan-Mu…”; “Manusia diciptakan indah, kebodohannya yang memperburuknya”; “Keindahan cinta lahir dari kelembutan hati… Hati yang penuh kebencian melahirkan kekerasan dan kekejaman”; “Allah menciptakanmu indah, jagalah keindahanmu!”; dan “Allah itu Indah, Maha Indah, dan hanya menerima yang indah…”.
Gus Mus, terima kasih atas undangannya. Dan, kiranya Allah Swt. senantiasa meridhai dan memberkahi pernikahan Almas dan Rizal. Amiin.
3 comments:
Terimakasih Pak Rofi untuk doa dan tulisan tentang pernikahan saya. bangga sekali rasanya. hehehe...
Sedikit ralat, tanggal yang tepat adalah 14 maret, bukan 13 Maret. Terimakasih.
terima kasih kembali. maaf, mbak almas, salah tulis tanggal.
Pak Rofi mhn maaf, mhn ijin men-copy kata - kata mutiara Gus Mus nggeh, smg bermanfaat.. matur suwun
Post a Comment