An Amazing Friday
“Pak Rofi’ mau ke Masjid Nabawi? Saat ini baru pukul
11.30 kok. Azan shalat Jumat kan masih sekitar satu jam lagi,” ucap seorang
sahabat pada Jumat, 17 Januari 2014 yang lalu di Madinah, Arab Saudi.
“Tidak apa-apa,” jawab saya seraya berkemas dan
melangkahkah kaki, dan kemudian turun dengan lift ke Lantai O Anwar Al-Madinah
Movenpick Hotel, Madinah Al-Munawwarah.
Ketika sampai di Lantai O dan melintasi pintu yang menuju
ke arah Masjid Nabawi, tiba-tiba saya bertemu dengan seorang jamaah umrah, tapi beliau
bukan jamaah yang berangkat bersama saya. Beliau seorang doktor di bidang sipil
dari sebuah Universitas Amerika Serikat. Saat itu, beliau sedang merokok dengan
nikmatnya, di samping sebuah toko buku. Melihat beliau, saya pun menyapanya,
karena saya kenal beliau. Segera, kami pun terlibat dalam perbincangan. Dalam
perbincangan itu, beliau bertanya tentang perkembangan Pesantren Mini yang saya
dan istri kelola di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Usai merokok, beliau
kemudian mengikuti langkah saya menuju Masjid Nabawi. Ke mana pun saya
melangkah, beliau selalu ikut di belakang saya. Dan, seusai melaksanakan shalat
Jumat, beliau pamitan kepada saya.
Kemudian, ketika menjelang saat shalat Asar, dering
telpon berbunyi di kamar yang saya tempati. Ketika pesawat telpon itu saya
angkat, ternyata yang berbicara adalah jamaah yang bersama saya tadi. Ucapnya, “Pak
Rofi’. Sebelum ke masjid, mohon mampir ke kamar saya. Saya dan istri saya ada
perlu sebentar.”
“Insya Allah saya segera ke situ, sebelum ke masjid,”
jawab saya. Penasaran.
Tidak lama kemudian, saya pun segera menuju ke Lantai 8
hotel yang sama yang saya inapi. Segera, kami pun terlibat dalam perbincangan
dengan dosen Institut Teknologi Bandung dan istrinya itu. Ketika saya akan
melangkah kaki menuju Masjid Nabawi, seusai perbincangan, tiba-tiba jamaah itu
berucap kepada saya, “Ustadz. Kami ingin bershadaqah sedikit. Kami punya
sedikit uang, 1.000 dolar Amerika Serikat dan 150 dolar Singapura. Kiranya
shadaqah ini bermanfaat untuk pengembangan Pesantren Mini yang ustadz pimpin.”
“Oh, barakallah. Dan, kiranya Allah Swt. memberkahi hidup
Bapak dan Ibu. Insya Allah, titipan shadaqah ini akan saya serahkan kepada bagian
yang mengelola dana pesantren. Dan, atas nama anak-anak yang sedang belajar
Al-Quran, saya ucapkan terima kasih.”
Lantas, saya pun menuju Masjid Nabawi untuk melaksanakan
shalat Asar. Dan, ketika keluar dari masjid, saya bertemu dengan seorang jamaah
lain. Ketika beliau melihat saya, tiba-tiba jamaah itu mendekati saya dan
kemudian memasukkan sebuah amplop ke dalam saku baju saya seraya berucap, “
Ustadz. Saya ingin bershadaqah lewat Ustadz untuk pesantren yang Ustadz pimpin seperti yang pernah Ustadz ceritakan. Ini uang sedikit, satu juta rupiah.
Mudah-mudahan Allah Swt. menerimanya dan bermanfaat bagi pesantren.”
“Masya Allah,” gumam saya dalam hati. Saya sekalipun
tidak pernah meminta kepada siapa pun untuk membantu pesantren yang kami
kelola. Tetapi, entah kenapa hari itu Allah Swt. memberikan karunia-Nya untuk
pesantren lewat orang-orang yang tidak pernah saya minta untuk membantunya.
Segera, saya pun mendoakan jamaah tersebut kepada Allah Swt., kiranya shadaqah
itu berkah.
Heran dengan dua kejadian tersebut, usai melaksanakan shalat
Maghrib di Masjid Nabawi, saya pun bersujud syukur kepada Allah Swt. Kemudian,
ketika menjelang saat shalat Isya’, seorang Arab berusia sekitar 45 tahun dan
dua putranya duduk di samping saya. Di antara saya dengan mereka kemudian terjadi
perbincangan dalam bahasa Arab dan Inggris. Ternyata, orang itu seorang
pengusaha Arab yang tinggal di Jeddah. Kemudian, ketika azan shalat Isya’
dilantunkan, orang itu berucap kepada saya, “Dear Brother. Seusai shalat Isya’
jangan pergi dulu ya.”
“Baik,” jawab saya yang tidak tahu maksudnya.
Usai melaksanakan
shalat Isya dan shalat Jenazah, orang Arab itu tiba memasukkan sesuatu kepada
saku baju saya seraya berucap, “Dear Brother. Saya punya sedikit titipan
shadaqah untuk ma’had Al-Quran yang Anda kelola. Doakan kami, kiranya kami
senantiasa mendapatkan rezeki yang halal dan penuh berkah dari Allah Swt.”
Belum sempat saya mengucapkan terima kasih, orang itu
telah berlalu. Ketika amplop itu saya buka, ternyata isinya uang sebesar 500
riyal Saudi. “Masya Allah,” gumam saya seraya menahan tetes air mata, “hari ini
Allah Swt. melimpahkan rezeki-Nya dengan tidak terduga pada pesantren yang kami
kelola. Kiranya Allah Swt. memberkahi mereka semua, amin.”
Ketika saya tiba kembali di Bandung, semua shadaqah senilai
16 juta rupiah tersebut saya serahkan untuk kepentingan Pesantren Mini yang
kami kelola disertai doa, kiranya amal-amal orang-orang itu diterima Allah Swt.
Amin ya Mujib Al-Sa’ilin.
No comments:
Post a Comment