“Menikmati” Pendaratan Darurat di Marka Airport, Jordania
Mungkin, karena kerap melakukan perjalanan lewat udara
Timur Tengah dalam pelbagai musim, saya sedikit tahu karakter cuaca di kawasan
yang satu itu. Musim dingin di kawasan itu, menurut saya, merupakan musim yang
paling tidak nyaman untuk melakukan perjalanan udara di kawasan itu. Di musim
itu pula, saya pernah mengalami sederet kejadian yang kurang mengenakkan dalam
perjalanan-perjalanan tersebut. Termasuk merasakan naik pesawat terbang yang
memasuki ruang hampa dan tiba-tiba “melayang-layang” seperti layang-layang yang
lepas kendali dan tiba-tiba “menikmati” pendaratan darurat di sebuah airport
kurang terkenal di Jordania: Marka Airport, ketika dalam perjalanan dari Arab
Saudi menuju Jordania seperti yang terjadi tiga minggu yang lalu.
Saat itu, tepatnya Sabtu dini hari, 19 Januari 2014, saya
yang berlaku sebagai “komandan” perjalanan, dengan 34 “anak buah”, telah berada
di Prince Mohammad ibn Abdul Aziz International Airport, Madinah Al-Munawwarah.
“Acara” kami hari itu adalah melakukan perjalanan menuju Jordania, sebelum
meneruskan perjalanan menuju Palestina, seusai berumrah dan berziarah ke Kota
Nabi. Sekitar pukul 06.15 pagi, pesawat terbang Royal Jordanian dengan nomor
penerbangan RJ-723 pun tinggal landas dari Bandara Kota Madinah. Jarak antara
Madinah-Amman sekitar 900 kilometer saja, sehingga dapat ditempuh dalam masa
sekitar satu jam lima belas menit. Kala itu, para penumpang dapat dikatakan
hanya terdiri dari dua kelompok: para jamaah umrah Turki dan Indonesia. Diperkirakan,
pesawat terbang yang kami naiki itu akan mendarat di Queen Alia International
Airport, Amman pada pukul 08.25 pagi waktu setempat.
Selama dalam perjalanan, hanya awan dan mendung tebal
yang menyertai kami. Suasana di luar tampak gelap. Hal itu dapat dimengerti,
karena saat itu berada di puncak musim dingin. Saat itu, matahari masih malas
“menampakkan senyumnya”. Kemudian, selepas menempuh perjalanan selama sekitar
satu jam, pilot mengumumkan, “Para penumpang yang terhormat. Sebentar lagi,
kita akan mendarat di Queen Alia International Airport" dan seterusnya.Tidak
lama kemudian, pesawat terbang yang kami naiki mulai berjalan pelan dan siap
mendarat.
Namun, apa yang kemudian terjadi?
Tiba-tiba pesawat terbang itu naik cepat dan membubung
tinggi, seperti saat pesawat terbang itu ketika tinggal landas. Para penumpang
terlihat kebingungan. Meski demikian, mereka tidak tampak panik. Tidak lama kemudian, pilot
mengumumkan, pesawat terbang yang dikendalikannya gagal mendarat di Queen Alia
International Airport, karena cuaca buruk. Karena itu, pendaratan akan
dialihkan ke sebuah airport lain. Dan, sekitar 10 menit kemudian diumumkan,
pesawat terbang akan mendarat di Marka Airport. “Marka Airport? Di mana letak
airport ini?” gumam saya dalam hati.
Benar saja, tidak lama kemudian pesawat terbang Royal
Jordanian itu mendarat di sebuah airport yang belum pernah saya kenal. Ketika
pesawat terbang itu mulai melambat jalannya, di sebelah kiri pesawat terbang
tampak oleh saya jejeran panjang pesawat dan helikopter tempur. “Oh, ini sih
airport militer. Tapi, di mana?” gumam saya kembali. Pelan dan bingung.
Kemudian, ketika pesawat terbang itu berhenti, diumumkan
bahwa para penumpang diharapkan sabar menunggu. Setelah menunggu sekitar setengah
jam, diumumkan bahwa hanya para penumpang yang turun di Jordania yang boleh
turun dari pesawat terbang. Ternyata, hanya kami saja yang turun. Sedangkan
para penumpang lain tetap berada dalam pesawat terbang. Dan, segera, kami pun
diangkut dengan sebuah bus menuju sebuah bangunan lama. Ketika berada di
bangunan itu, suasana sunyi dan dingin karena tanpa heater. Saya pun segera
mengumpulkan paspor-paspor para “anak buah”. Lo, ketika saya menuju konter Visa
on Arrival (VOA), petugasnya masih tidur di kursi. Begitu dia bangun dan meneliti
paspor-paspor kami, dia pun berucap, “Setiap orang harus bayar 30 USD!”
Mendengar ucapan demikian, saya pun menahan diri untuk tidak
membayarnya, karena sebelumnya saya telah dipesan bahwa pembayaran visa telah
dibereskan oleh pihak penjemput kami dari Jordania. Karena itu, saya pun segera
menghubungi orang itu. “Ahmed!” seru orang itu, alias tour guide kami dari
Jordania, bernama Abdel Aziz, “Di manakah kalian? Saya telah menunggu kalian
sejak pukul 06.30 di gedung baru Queen Alia International Airport.”
“Pesawat terbang yang kami naiki mendarat darurat di
Marka Airport,” jawab saya. “Di manakah kami ini?”
“Masya Allah,” seru A. Aziz. “Kalian mendarat di sebuah
airport lama yang terletak sekitar 70
kilometer dari Queen Alia International Airport. Oke, saya segera meluncur ke
sana. Sekitar satu jam lagi saya sampai ke sana. Kalian tidak usah membayar
visa lagi. Suratnya saya bawa. Sabar ya.”
Kami pun terpaksa menunggu di ruangan yang terasa sangat
dingin dan tanpa tempat duduk. Salah seorang “anak buah” saya, yang baru
berusia 9 bulan, pun mulai menangis karena kedinginan. Duh. Dan, akhirnya, setelah menanti sekitar
satu jam, Abdel Aziz muncul dan kami pun segera meninggalkan Marka Airport dan menuju
Amman, ibu kota Jordania, alhamdulillah.
No comments:
Post a Comment