Friday, February 7, 2014

“Menikmati” Pendaratan Darurat di Marka Airport, Jordania

Mungkin, karena kerap melakukan perjalanan lewat udara Timur Tengah dalam pelbagai musim, saya sedikit tahu karakter cuaca di kawasan yang satu itu. Musim dingin di kawasan itu, menurut saya, merupakan musim yang paling tidak nyaman untuk melakukan perjalanan udara di kawasan itu. Di musim itu pula, saya pernah mengalami sederet kejadian yang kurang mengenakkan dalam perjalanan-perjalanan tersebut. Termasuk merasakan naik pesawat terbang yang memasuki ruang hampa dan tiba-tiba “melayang-layang” seperti layang-layang yang lepas kendali dan tiba-tiba “menikmati” pendaratan darurat di sebuah airport kurang terkenal di Jordania: Marka Airport, ketika dalam perjalanan dari Arab Saudi menuju Jordania seperti yang terjadi tiga minggu yang lalu.

Saat itu, tepatnya Sabtu dini hari, 19 Januari 2014, saya yang berlaku sebagai “komandan” perjalanan, dengan 34 “anak buah”, telah berada di Prince Mohammad ibn Abdul Aziz International Airport, Madinah Al-Munawwarah. “Acara” kami hari itu adalah melakukan perjalanan menuju Jordania, sebelum meneruskan perjalanan menuju Palestina, seusai berumrah dan berziarah ke Kota Nabi. Sekitar pukul 06.15 pagi, pesawat terbang Royal Jordanian dengan nomor penerbangan RJ-723 pun tinggal landas dari Bandara Kota Madinah. Jarak antara Madinah-Amman sekitar 900 kilometer saja, sehingga dapat ditempuh dalam masa sekitar satu jam lima belas menit. Kala itu, para penumpang dapat dikatakan hanya terdiri dari dua kelompok: para jamaah umrah Turki dan Indonesia. Diperkirakan, pesawat terbang yang kami naiki itu akan mendarat di Queen Alia International Airport, Amman pada pukul 08.25 pagi waktu setempat.

Selama dalam perjalanan, hanya awan dan mendung tebal yang menyertai kami. Suasana di luar tampak gelap. Hal itu dapat dimengerti, karena saat itu berada di puncak musim dingin. Saat itu, matahari masih malas “menampakkan senyumnya”. Kemudian, selepas menempuh perjalanan selama sekitar satu jam, pilot mengumumkan, “Para penumpang yang terhormat. Sebentar lagi, kita akan mendarat di Queen Alia International Airport" dan seterusnya.Tidak lama kemudian, pesawat terbang yang kami naiki mulai berjalan pelan dan siap mendarat.

Namun, apa yang kemudian terjadi?

Tiba-tiba pesawat terbang itu naik cepat dan membubung tinggi, seperti saat pesawat terbang itu ketika tinggal landas. Para penumpang terlihat kebingungan. Meski demikian, mereka tidak tampak  panik. Tidak lama kemudian, pilot mengumumkan, pesawat terbang yang dikendalikannya gagal mendarat di Queen Alia International Airport, karena cuaca buruk. Karena itu, pendaratan akan dialihkan ke sebuah airport lain. Dan, sekitar 10 menit kemudian diumumkan, pesawat terbang akan mendarat di Marka Airport. “Marka Airport? Di mana letak airport ini?” gumam saya dalam hati.

Benar saja, tidak lama kemudian pesawat terbang Royal Jordanian itu mendarat di sebuah airport yang belum pernah saya kenal. Ketika pesawat terbang itu mulai melambat jalannya, di sebelah kiri pesawat terbang tampak oleh saya jejeran panjang pesawat dan helikopter tempur. “Oh, ini sih airport militer. Tapi, di mana?” gumam saya kembali. Pelan dan bingung.

Kemudian, ketika pesawat terbang itu berhenti, diumumkan bahwa para penumpang diharapkan sabar menunggu. Setelah menunggu sekitar setengah jam, diumumkan bahwa hanya para penumpang yang turun di Jordania yang boleh turun dari pesawat terbang. Ternyata, hanya kami saja yang turun. Sedangkan para penumpang lain tetap berada dalam pesawat terbang. Dan, segera, kami pun diangkut dengan sebuah bus menuju sebuah bangunan lama. Ketika berada di bangunan itu, suasana sunyi dan dingin karena tanpa heater. Saya pun segera mengumpulkan paspor-paspor para “anak buah”. Lo, ketika saya menuju konter Visa on Arrival (VOA), petugasnya masih tidur di kursi. Begitu dia bangun dan meneliti paspor-paspor kami, dia pun berucap, “Setiap orang harus bayar 30 USD!”

Mendengar ucapan demikian, saya pun menahan diri untuk tidak membayarnya, karena sebelumnya saya telah dipesan bahwa pembayaran visa telah dibereskan oleh pihak penjemput kami dari Jordania. Karena itu, saya pun segera menghubungi orang itu. “Ahmed!” seru orang itu, alias tour guide kami dari Jordania, bernama Abdel Aziz, “Di manakah kalian? Saya telah menunggu kalian sejak pukul 06.30 di gedung baru Queen Alia International Airport.”
“Pesawat terbang yang kami naiki mendarat darurat di Marka Airport,” jawab saya. “Di manakah kami ini?”
“Masya Allah,” seru A. Aziz. “Kalian mendarat di sebuah airport  lama yang terletak sekitar 70 kilometer dari Queen Alia International Airport. Oke, saya segera meluncur ke sana. Sekitar satu jam lagi saya sampai ke sana. Kalian tidak usah membayar visa lagi. Suratnya saya bawa. Sabar ya.”


Kami pun terpaksa menunggu di ruangan yang terasa sangat dingin dan tanpa tempat duduk. Salah seorang “anak buah” saya, yang baru berusia 9 bulan, pun mulai menangis karena kedinginan.  Duh. Dan, akhirnya, setelah menanti sekitar satu jam, Abdel Aziz muncul dan kami pun segera meninggalkan Marka Airport dan menuju Amman, ibu kota Jordania, alhamdulillah. 

No comments: