Khalifah pertama dalam sejarah Islam (berkuasa antara 11-13 H/632-634 M) ini bernama lengkap 'Abd Allah bin Abu Quhafah 'Utsman bin 'Amir bin 'Umar bin Ka'b bin Sa'd bin Taim bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ayyi bin Thalib bin Fihr bin Nadr bin Malik at-Taimi al-Qurasyi, dengan nama 'Abd al-Ka'bah. Sedangkan ibunya, Ummu Khair Salma binti Sakhr, seorang wanita dari suku Quraisy. Ia lahir dua tahun setelah Tahun Gajah atau lebih muda dua tahun dari Nabi Muhammad saw, yakni pada 573 M. Nama kecilnya 'Abd al-Ka'bah yang berarti "Hamba Ka'bah".
Khalifah yang berasal dari Banu Tamim ini telah menjadi sahabat karib beliau sebelum beliau menjadi nabi. Malah, beliaulah yang mengubah namanya menjadi bernama 'Abd Allah. Kemudian, ketika beliau diutus sebagai nabi, pedagang yang berbudi dan hidup berkecukupan ini menjadi pria dewasa pertama yang mengakui kedudukan beliau sebagai nabi. Keislamannya mendorong sejumlah tokoh Quraisy mengikuti jejak langkahnya. Di antara mereka adalah 'Utsman bin 'Affan, az-*Zubair bin al-'Awwam, Sa'd bin Abu Waqqash, dan 'Abd ar-Rahman bin 'Auf.
Ketika Nabi Muhammad saw meninggalkan Makkah, pada malam hari 12 Rabi'ul Awwal tahun pertama Hijrah yang bertepatan dengan 28 Juni 622 M, dan berhijrah ke Madinah, Abu Bakr dipilih beliau untuk menyertai beliau. Kemudian, ketika Rasulullah saw wafat, ia diangkat sebagai khalifah. Jabatan itu ia duduki melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Rasulullah saw wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Itulah antara lain yang menyulut kemarahan keluarga Nabi Muhammad saw, khususnya Fathimah az-Zahra'. Mengapa mereka demikian terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti Nabi saw sebelum pemakaman dan tidak mengikutsertakan keluarga dekat beliau. Tetapi, penyelenggaraan pertemuan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, dan sebaliknya berlangsung karena terdorong keadaan yang genting.
Setelah Nabi Muhammad saw dimakamkan di rumah 'Aisyah, pada Selasa petang, menjelang shalat 'Isya' di Masjid Nabawi, Abu Bakr ash-Shiddiq mengucapkan pidato kekhalifahannya yang pertama di hadapan kaum Muhajirun dan kaum Anshar yang membentuk tiang agung kekuatan Islam kala itu, "Wahai ummat Islam sekalian! Aku diangkat sebagai untuk memimpin kalian, meski aku bukan yang terbaik di antara kalian. Karena itu apabila aku melakukan kebaikan, dukung lah aku. Sebaliknya apabila aku melakukan kesalahan, luruskan lah aku. Ketahui lah, kebenaran adalah amanah dan kebohongan adalah pengkhianatan. Yang terlemah di antara kalian menurutku adalah yang terkuat, sampai aku mengambil dan mengembalikan haknya. Jangan lah seorang pun di antara kalian meninggalkan jihad. Ketahuilah, orang-orang yang meninggalkan jihad akan ditimpa kehinaan dari Tuhan. Patuh lah kepadaku selama aku patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya apabila kudurhakai Allah dan Rasul-Nya, tiada kewajiban patuh bagi kalian kepadaku. Kini, mari lah kita melaksanakan shalat. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kalian."
Selama Abu Bakr menduduki jabatan khalifah, Islam semakin mengepakkan sayapnya. Agama ini pun mulai memasuki kawasan yang berada di bawah kekuasaan Imperium Romawi dan Persia. Namun, karena masa pemerintahannya yang pendek, perluasan ke arah kedua kawasan itu baru benar-benar terpancang kuat pada masa pemerintahan 'Umar bin al-Khaththab. Tokoh yang mendapat gelar "ash-Shiddiq", karena membenarkan perjalanan Isra' dan Mi'raj yang dilakukan Nabi Muhammad saw, ini meninggal pada Senin, 22 Jumadil Akhir 13 H, yang bertepatan dengan 22 Agustus 634 M, dengan meninggalkan enam putra-putri: 'Abd Allah (meninggal dunia pada tahun pertama kekhilafahan sang ayah), Asma' (istri az-Zubair bin 'Awwam), 'Abd ar-Rahman, 'Aisyah (istri Nabi Muhammad saw), Muhammad (gubernur Mesir pada masa pemerintahan 'Ali bin Abu Thalib), dan Ummu Kaltsum (lahir setelah Abu Bakr wafat). Sebelum wafat ia berpesan agar ummat Islam mengangkat 'Umar bin al-Khaththab sebagai penggantinya, halmana diterima oleh hampir semua sahabat. Pemberian wasiat dilakukan oleh Abu Bakr karena ia khawatir akan terulang lagi pertikaian seperti pada hari-hari setelah Nabi Muhammad saw wafat, sehingga jenazah beliau baru dimakamkan setelah tiga hari, suatu hal yang menyalahi pesan beliau sendiri agar jenazah selekasnya dikebumikan.
Sunday, February 11, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment