Pembaca budiman, tak terasa hampir lima bulan, sejak bulan Agustus 2008, penulis tidak hadir untuk menyapa Anda sekalian. Kiranya Anda sekalian berkenan memaafkan hamba Allah yang dhaif ini. Sejatinya, selama bulan-bulan itu, banyak ide-ide yang hendak penulis sajikan. Namun, konsentrasi penuh untuk menyelesaikan beberapa buku membuat ide-ide yang akan penulis sajikan “menguap”. Alhamdulillah, entah mengapa, Allah Swt. hari ini memberikan kekuatan untuk menyajikan sebuah tulisan di blog ini. Kali ini, penulis ingin berkisah tentang ulama besar yang terkenal dengan karya besarnya perihal cinta, Thauq Al-Hamamah yang penulis terjemahkan dan insya Allah akan diterbitkan oleh Penerbit Mizan, Bandung di akhir bulan ini. Ulama itu tak lain adalah Ibn Hazm Al-Andalusi. Siapakah ulama yang satu itu dan bagaimana kisah karya besarnya yang dipandang sebagai salah satu masterpiece di bidang cinta?
Tokoh yang bernama lengkap Abu Muhammad ‘Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm Al-Andalusi dan berwajah Hispanik itu lahir di Cordoba pada Rabu, 30 Ramadhan 384 H/7 November 994 M, dalam lingkungan keluarga yang bermukim di Montlisam (kini disebut Montijar, di kawasan Huelva, Andalusia bagian barat daya) yang terletak dalam wilayah Niebla, ilmuwan dan ulama berdarah tak jelas ini (menurut Dr. Al-Thahir Ahmad Makki, dalam karyanya Dirâsat ‘an Ibn Hazm wa Kitâbih Thauq Al-Hamâmah, Ibn Hazm kemungkinan besar berdarah Spanyol) tumbuh dewasa sebagai putra seorang menteri di bawah pemerintahan Al-Manshur bin Abu ‘Amir, di sebuah istana indah nan megah. Sang ayahandalah, seperti kebiasaan kala itu, yang menjadi guru pertamanya. Ketika sang ayahanda berpulang, pada akhir Dzulqa‘dah 402 H/Juni 1013 M, ia pun meninggalkan Cordoba yang kala itu sedang diguncang prahara perang saudara dan menetap di Almeria dan Jativa.
Lima tahun kemudian, ketika Ibn Hazm kembali ke Cordoba, ia diangkat sebagai menteri oleh ‘Abdurrahman IV Al-Murtadha. Segera, dunia kekuasaan dan politik menjadi tak asing baginya. Beberapa kali ia terlibat dalam konflik politik yang keras, utamanya selepas pembunuhan ‘Abdurrahman V Al-Mustazhhir pada 424 H/1023 M, yang membuatnya dijebloskan ke dalam bui. Selepas merasakan pahit getirnya dunia politik, ia kemudian memalingkan diri ke arah dunia ilmu pengetahuan. Lahirlah sederet karya-karyanya yang terkenal hingga kini. Di bidang fikih, misalnya, karyanya yang berjudul Al-Muhallâ merupakan salah satu sumber acuan. Di bidang ilmu kalam, karyanya yang berjudul Al-Fashl fi Al-Milal wa Al-Ahwâ’ wa Al -Nihal tidak kalah nilainya dibandingkan dengan karyanya di bidang fikih itu. Di bidang akhlak, ia menyusun karya besarnya dengan judul Al-Akhlâq wa Al-Sair fi Mudâwah Al-Nufûs. Tak mengherankan bila ia mendapat gelar Al-Imâm (Sang Imam).
Selain itu, Ibn Hazm juga dikenal sebagai ahli hukum Islam yang menganut Aliran Zhahiriyyah, yang menolak ra‘y (rasio), dan mengambil lahiriah teks-teks Al-Quran. Tak aneh bila ia berpendapat bahwa barang siapa yang memberi fatwa dengan berdasarkan ra‘y, maka ia memberi fatwa tanpa ilmu. Menurutnya, seseorang tidak dipandang berilmu tentang Islam, kecuali apabila ia mendalami Al-Quran dan Al-Sunnah. Ilmuwan yang berpulang ke hadirat Allah di Montlisam pada Sabtu, 28 Sya‘ban 456 H/14 Agustus 1064 M ini juga terkenal sebagai seorang ilmuwan yang produktif. Konon, karya-karya sekitar 400 buku. Antara lain Al-Fashl fi Milal wa Al-Nihal, Al-Nâsikh wa Al-Mansûkh, Jamharah Ansâb Al-‘Arab, Fadhâ’il Ahl Andalus, Al-Talkhîs li Wujûh Al-Talkhîs, Ahl-Ahkam li Ushul Al-Ahkam, Nuqâth Al-‘Arûs fi Tawârikh Al-Khulafâ’ dan Jawâmi‘ Al-Sîrah Al-Nabawiyyah.
Ternyata, sang imam juga menyusun sebuah karya besar tentang cinta berjudul Thauq Al-Hamâmah. Karya yang mulai disusun Ibn Hazm pada 428 H/1027 M, kala ia bermukim di Jativa, ketika ditemukan kembali pada awal abad ke-19 M, membuat geger dunia ilmiah di bidang Kajian Ketimuran, terutama Kajian Andalusia, seperti karya-karyanya yang lain. Karya itu pun lantas diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Pada 1931 di Paris terbit, misalnya, terbit terjemahan pertama kali itu dalam bahasa Inggris oleh L. Nykl. Sepuluh tahun kemudian, M. Weisweiler menerjemahkan karya ini ke dalam bahasa Jerman. Sembilan tahun selepas itu, tepatnya pada 1949, F. Garibaldi menerjemahkannya ke dalam bahasa Italia. Di tahun yang sama, Leon Bercher menerjemahkan ulang karya yang acap dipandang sebagai karya paling menarik tentang cinta dari masa pertengahan ini, di dunia Islam maupun Kristen, ke dalam bahasa Prancis. Kemudian, pada 1952, terbit terjemahan pertama karya ini dalam bahasa Spanyol oleh Emilio Garcia Gomez. Tahun berikutnya, seorang orientalis terkemuka Inggris, Anthony J. Arberry, menerjemahkan kembali karya yang menyajikan pandangan dan pikiran Ibn Hazm tentang cinta ini ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Ring of the Dove. Dan, penerjemahan pertama kali ke dalam bahasa Indonesia (berdasarkan naskah dalam bahasa Arab versi Abu Mundzir Sa‘d Karim Al-Faqy) dilakukan oleh Anif Sirsaeba dan diterbitkan pertama kali pada 2006 dengan judul Di Bawah Naungan Cinta.
Adapun karya yang segera hadir di di antara ppara pembaca budiman juga merupakan terjemahan karya Ibn Hazm Al-Andalusi tersebut. Terjemahan ini sendiri penulis dasarkan pada sebuah naskah Thauq Al-Hamâmah dalam bahasa Arab yang lain. Naskah yang diterbitkan oleh sebuah penerbit terkemuka di Mesir, Dar Al-Ma‘arif, tersebut disunting dan diberi catatan akhir oleh seorang guru besar Universitas Kairo yang pakar di bidang Kajian Andalusia, Dr. Al-Thahir Ahmad Makki. Ada beberapa alasan mengapa naskah tersebut yang penulis pilih untuk diterjemahkan. Antara lain karena versi tersebut merupakan versi Thauq Al-Hamâmah yang paling lengkap dan akurat. Di samping itu, dalam proses penerjemahan karya yang satu ini, penulis juga mengacu pada karya terjemahan A.J. Arberry, The Ring of the Dove yang diterbitkan pada 1994 oleh sebuah penerbit Inggris, Luzac Oriental, dan memerhatikan karya terjemahan Anif Sirsaeba tersebut di atas.
Di sisi lain, usaha menerjemahkan secara cermat karya besar Ibn Hazm tentang cinta ini mengharuskan penulis sedikit banyak memahami sejarah dan kebudayaan Andalusia di bawah pemerintahan dinasti-dinasti Muslim. Tentang hal ini, karya-karya Prof. Dr. Ahmad Husain Haikal, Al-Adâb Al-Andalusî dan Al-Muwasysyahât, karya Prof. Dr. Ahmad Shalaby, Mausû‘ah Al-Târikh Al-Islâmî wa Al-Hadhârah Al-Islâmiyyah, karya Prof. Dr. Al-Thahir Ahmad Makki, Dirâsât ‘an Ibn Hazm wa Kitâbih Thauq Al-Hamâmah, karya Dr. Muhammad Hasan ‘Abdullah, Al-Hub fi Al-Turâts Al-‘Arabî, dan karya Mahmud ‘Awadh, Mutamarridûn li Wajh Allâh sangat membantu.
Selamat membaca dan menikmati karya besar perihal cinta itu!
1 comment:
Ass. ustadz...perkenalkan nama saya M. Nida' Fadlan, saya mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kebetulan saat ini (tgl 11-30 Mei 2009) kami mengadakan sebuah event Peringatan Hari Buku Se-Dunia bekerja sama dengan Mizan Media Utama...saya melihat buku "Risalah Cinta" / Thauq al-Hamamah ini di publish oleh mizan, kebetulan saya tertarik untuk menajdikan buku ini sebagai reference source tinjauan sastra...kira-kira saya bisa diskusi bersama ustadz...kalau boleh saya bisa minta alamat email atau no. HP supaya bisa ngobrol2 lebih jauh... ini alamat identitas saya:
085695791745
02191106700
email/Facebook/Friendster: needhaexactone@yahoo.com
terima kasih ustadz...wassalam
Post a Comment