JANGAN BERDUKA, DALAM DIRIMU 1000 BULAN BERKILAUAN
Tidak terasa, hari-hari bulan suci Ramadhan hampir rampung kita
tapaki. Malam demi malam berbagai tindak kebaikan dilakukan. Sehingga, bulan
yang sarat berkah ini terasa pendek sekali. Tiba-tiba di hadapan kita muncul
hari kembali pada kesucian diri: Hari ‘Idul Fitri.
Menghadapi keadaan demikian, benak pun tercenung dan berpikir, “Apakah
yang selayaknya dilakukan dalam mengisi lembaran baru kehidupan, selepas
sebulan diri dalam tempaan?” Selepas lama termenung mencari jawab, ingatan pun
melayang pada pesan-pesan Mohammad Iqbal, seorang penyair dan filosuf Pakistan.
Iqbal, dalam pesannya bagaimanakah sebaiknya kehidupan ditapaki,
mengingatkan:
Hidup adalah kreatifitas dan semangat!
Pabila kau benar-benar hidup
Hiduplah penuh kreatifitas dan gairah!
Jelajah seluruh semesta alam!
Tumpas hingga tuntas segala yang nista
Lalu, cipta dunia barumu
Sebagai penjelmaan imajinasimu!
Bagi yang bebas
Sungguh membosankan
Untuk hidup di dunia ciptaan orang lain.
Bukan tidak mungkin dalam menapaki lembaran kehidupan baru itu,
suatu saat kita berhasil merengkuh apa yang kita dambakan. Dalam keadaan
demikian, kadang kita lupa dan kemudian menepuk dada serta mengatakan hal itu
terjadi karena kita berasal dari ras tertentu. Dalam keadaan demikian itu,
Iqbal mendamprat kita untuk tidak melakukan hal yang demikian:
Belajarlah menghargai dirimu, O Bocah!
Adakah kau Muslim? Enyahkan kebanggaan keturunan
Jika orang Arab melihat kulit dan darahnya
Katakan selamat tinggal selamanya
Disebut China, Melayu, Turki, atau Afghan
Kita ini milik sebuah taman besar
Lahir di musim semi itulah keluhuran
Membedakan warna adalah berdosa bagi kita
Tampaknya Iqbal kerap mengamati, kebanggaan diri dan perasaan
pongah kerap timbul dalam diri kita, umat manusia. Malah, kebanggaan itu kadang
dipamerkan kepada Tuhan:
Kau mencipta alam, aku mencipta lampu yang memendari
Kaubuat lempung, kubikin darinya cawan minuman
Kaubikin hutan liar, gunung, dan padang rerumputan
Kucipta kebun, taman, jalan, dan padang gembala
Kuubah racun berbisa jadi minuman segar
Akulah yang mencipta cermin cerlang dari pasir.
Wajar, bila sikap sombong dan pongah perlu disirnakan dari diri
kita, selepas sebulan menempa diri. Apalagi, di depan kita terbentang hari-hari
nan fitri. Kesediaan untuk memaafkan dan membuang perasaan benci semestinya
kita miliki. Iqbal menghardik kita:
Jika kau tak memiliki
Kesanggupan memaafkan
Pergilah! Carilah pegangan
Bersama mereka yang menjerumuskanmu
Jangan rawat kebencian dalam hatimu
O, jangan buat madumu kecut
Mencampurnya dengan cuka.
Tetapi, Iqbal tidak hanya piawai menghardik saja. Ia juga pandai
menghibur kita. Lewat puisinya “Bulan Baru ‘Id”, kita dihiburnya untuk tidak
berduka ditinggalkan kekasih kita: bulan Ramadhan. Karena, di depan kita ada
bulan baru ‘Id:
Bulan baru ‘Id
Tak dapat kauhindari
Mata nanar
Khalayak yang menantikan pandangmu
Seribu kerlingan
Diam-diam merangkai
Jaring untuk menangkapmu
Buka matamu
Pada dirimu: jangan berduka
Karena kau adalah rencana terbuka
Dalam dirimu
Berkilauan seribu bulan!
Untuk itu, mari kita buka lebar pintu kelapangan dada dan pintu kemaafan
kita. Kepada siapa pun. Dan, “pada bulan fitri tahun ini, perkenankan kami,
menyampaikan permohonan maaf, baik lahir maupun batin. Kiranya Allah menerima
amal ibadah kita. Amin. Selamat Idul Fitri”.
No comments:
Post a Comment