Monday, October 8, 2012


BERMIMPILAH DAN BERKELANALAH

"Ya Allah, ternyata tahun ini, Engkau memberikan kesempatan kepada hamba-Mu ini untuk menengok sejumlah kota di empat benua: Asia, Afrika, Eropa, dan Australia, dengan jarak sekitar 120 ribu kilometer," demikian gumam bibir saya seraya berdiri di pinggir dermaga Darling Harbour, Sydney, Australia, minggu lalu (maaf, sejatinya saya enggan menulis demikian, khawatir riya’). "Ya, Allah, hamba-Mu ini bukan pejabat, anggota DPR, ataupun orang yang Engkau karuniai harta melimpah. Tapi, mengapa Engkau tahun ini memberikan kesempatan kepada hamba-Mu ini menginjakkan kaki di empat benua?"

Berkelana memang sudah mendarah daging dalam diri saya.

Sejatinya, keinginan untuk berkelana, alias “ngluyur”, sudah tumbuh dalam diri saya ketika saya masih menjadi anak sekolah dasar di sebuah kota kecil di Jawa Tengah: Cepu. Meski kota kecil, kala itu kota itu cukup lengkap dengan prasarana dan sarana publik: kolam renang, gedung bioskop megah, lapangan sepak bola yang lengkap, perumahan megah dan indah, dan juga taman perpustakaan rakyat. Mungkin, karena kota di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur itu kala itu masih menjadi tempat tinggal bule-bule Belanda yang mengendalikan perusahaan minyak BPM (Bataafsche Petroleum Matschappij).

Sebagai rakyat biasa dan ayah bukan karyawan BPM (ayah adalah seorang kiai yang juga pegawai di Departemen Agama), tentu saja saya tidak memiliki hak untuk menikmati prasarana dan sarana mewah tersebut di atas, selain Taman Perpustakaan Rakyat yang kala itu memiliki buku-buku bacaan yang sangat lengkap. Betapa saya kala itu mendambakan dapat menikmati prasarana dan sarana semua itu. Namun, saya hanya dapat “menikmati” semua prasarana dan sarana itu dari kejauhan. Tak aneh bila kerap kali rasa cemburu saya pun membuncah melihat nonik-nonik dan sinyo-sinyo yang sedang asyik menikmati semua prasarana dan sarana mewah tersebut.

Tidak memiliki kesempatan menikmati prasarana dan sarana mewah di tempat kelahiran saya itu, saya pun akhirnya menjadikan Taman Perpustakaan Rakyat sebagai pelarian. Nah, lewat buku-buku yang tersedia di taman perpustakaan itu, termasuk karya-karya Karl May, saya mulai mengenal pelbagai kawasan dunia. Entah kenapa, sejak itu, dalam benak saya mulai tumbuh keinginan untuk mengelilingi dunia, meski tidak tahu caranya. Saya pun mulai bermimpi dapat mengunjungi pelbagai kota di pelbagai penjuru dunia. “Mimpi” itu kian membuncah ketika keluarga saya pindah ke Blora. Di kota itu, saya memiliki seorang saudara angkat, keturunan Arab, yang memiliki buku bacaan yang sangat lengkap satu lemari besar: komik, kisah petualangan, kisah cowboy, dan novel. Rasanya, kala itu, saya mulai mencandu buku. Segala jenis buku saya baca dan mimpi saya untuk berkelana kian terbentuk. Di sisi lain, kala itu saya mulai mendalami bahasa Arab di pesantren di Kudus selama sekitar enam tahun.

Perjalanan selanjutnya mengantarkan saya ke Jogjakarta. Selepas empat tahun menimba ilmu dan memperdalam bahasa Arab di Pondok Pesantren Krapyak, di samping menimba ilmu di Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, saya kemudian pindah ke daerah Sagan. Mengapa? Adik bungsu Ibunda saya, seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang merangkap jadi mahasiswa IAIN, mengajak saya untuk “menaklukkan dunia”. Ucapnya, “Ayo kita taklukkan dunia. Kita kan sudah menguasai bahasa Arab. Sekarang, sebaiknya kita menguasai bahasa Inggris. Dengan dua bahasa itu, bagaimana jika dik Rofi’ sebaiknya pergi ke Timur Tengah dan “menaklukkan” Universitas Al-Azhar. Sedangkan saya akan pergi ke Amerika Serikat. Saya ingin “menaklukkan” Universitas Harvard. Kan saya saat ini, selain bahasa Arab, sudah menguasai bahasa Perancis.”

Tentu saja tidak mudah untuk mewujudkan mimpi dan keinginan yang melambung tinggi tersebut. Apalagi kami berdua kala itu adalah para mahasiswa berkantong tipis. Di Sagan kami hanya mampu tinggal di sebuah tempat kos-kosan sangat sederhana. Tanpa listrik dan hanya memakai lampu teplok. Namun, keinginan kami untuk mendalami bahasa Inggris tak terbendung lagi. Kami pun memilih kursus bahasa Inggris di tempat kursus yang paling bergengsi kala itu: di Institut Keguruan dan Pendidikan Negeri Jogjakarta.

Untuk membiayai kursus mahal tersebut, kami berdua mulai menulis di media massa. Hasilnya lumayan: kami kian lancar menulis dan mampu membiayai kursus bahasa Inggris yang cukup mahal kala itu. Karena kami sangat bersemangat dalam usaha untuk menaklukkan bahasa Inggris, akibatnya di setiap jenjang hingga jenjang terakhir, advanced level, kami dengan bergantian menjadi juara level. Kemudian, setelah meraih gelar sarjana, Allah ternyata memberikan kesempatan kepada saya untuk memasuki Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Demikian pula mimpi paman saya pun terpenuhi: ia menerima beasiswa program pascasarjana di John F. Kennedy School, Harvard University, Amerika Serikat, salah satu sekolah paling prestisius di negara adikuasa tersebut. Luar biasa: mimpi kami benar-benar terwujud. Dan, lewat kelana tersebut, betapa banyak pengalaman dan ide kreatif yang kami dapatkan.

Selepas menapakkan kaki di Kairo, mimpi saya untuk keliling dunia kian terpicu oleh kisah-kisah petualangan. Khususnya karya seorang wartawan terkemuka Mesir kala itu, Anis Mansur, yang menuturkan kisah perjalanannya keliling dunia selama 200 hari. Juga, kisah petualangan Dr. Husain Fauzi ke Amerika Serikat dan Eropa. Kisah-kisah itu, ternyata, membangkitkan obsesi yang kuat dalam benak saya dan memicu saya untuk memelajari bahasa Perancis selama enam tahun di Mesir.

Karena itu, selepas kembali ke Tanah Air, hingga kini, setiap ada kesempatan, entah kenapa saya selalu ingin berkelana ke pelbagai negara yang belum pernah saya kunjungi. Alhamdulillah, entah kenapa pula, hingga kini Allah senantiasa memberikan kesempatan kepada saya untuk “ngluyur”. Dan, untuk tahun ini, kesempatan itu membuat saya mengunjungi sejumlah kota di empat benua dan menempuh jarak tidak kurang dari 120 ribu kilometer: Singapura, Kuala Lumpur, Dubai, Jeddah, Madinah, Makkah, Istanbul, Hong Kong, Shenzen, Macao, Kairo, dan Sydney.

Mungkin di sini timbul pertanyaan: kawasan manakah yang kini ingin saya kunjungi? Hal itu sejatinya pernah ditanyakan putri sulung saya, “Bapak, andai Mona memiliki rezeki dan dapat mengajak Bapak berkelana, ke kawasan mana yang ingin Bapak kunjungi?” Jawab saya pasti, “Alaska!”

Kiranya Allah Swt. memenuhi mimpi saya, amin.


No comments: