IBRAHIM A.S. TIDAK PERNAH KE MAKKAH?
Alhamdulillah, menyiapkan sebuah buku tentang Haji dan Umrah
kembali memberikan kesempatan kepada saya untuk melacak “kisah panjang” kedua
ibadah tersebut dari pelbagai aspek. Lewat “pembacaan” sejarah ibadah tersebut,
sejak masa Ibrahim a.s. hingga dewasa ini, baik dari aspek teologis, historis,
sosial, dan politik, sejatinya kita dapat “membaca” kisah banyak hal. Termasuk
pula bagaimana menjawab “pertanyaan penuh keraguan” seorang penulis asal
Jordania (kini menetap di Amerika Serikat) yang meragukan perjalanan Ibrahim
a.s. (yang hidup sekitar 4.000 tahun yang silam) ke Makkah dan posisi Kota Suci
itu pada masa silam. Menurut penulis tersebut, perjalanan Ibrahim a.s. sekadar
mitos belaka. Menurutnya, sulit dibayangkan Ibrahim a.s. kuasa melakukan
perjalanan antara Al-Khalil (atau Hebron yang terletak di Palestina) dan
Makkah.
Menghadapi pertanyaan yang penuh keraguan demikian tentu
tidak dapat dijawab dengan jawaban penuh emosi. Apalagi dengan amarah. Tetapi,
pertanyaan tersebut memerlukan jawaban yang meyakinkan. Untuk menjawab keraguan tersebut sejatinya
tidak terlalu sulit. Sebagai contoh, kisah Senad Hadric, seorang warga
Bosnia-Herzegovina (yang kini sedang naik haji) yang menempuh perjalanan
sekitar 5.600 kilometer dengan jalan kaki dari negerinya ke Makkah belum lama
ini sejatinya menguatkan kisah perjalanan Ibrahim a.s. dari Al-Khalil di
Palestina ke Makkah bersama Hajar dan Isma’il a.s.
Mengapa?
Perjalanan Senad Hadric tersebut sejatinya dapat memberikan
gambaran bahwa perjalanan dengan berjalan kaki dalam jarak yang jauh bukan hal yang tidak mungkin.
Nah, bila Senad Hadric mampu menempuh perjalanan dengan berjalan kaki sejauh
sekitar 5.600 kilometer, tentu dahulu Ibrahim a.s. pun kuasa melakukan
perjalanan dengan berjalan kaki yang “hanya” berjarak sekitar 1.225 kilometer,
antara Al-Khalil (tempat sang Nabi menetap bersama istrinya: Sarah) dan Makkah.
Keraguan yang demikian sejatinya dapat dipatahkan pula bila kita
membaca karya seorang ilmuwan Inggris asal Lebanon, George F. Hourani (saudara
kandung Albert Hourani, seorang pakar sejarah pemikiran Islam modern), Arab Seafaring in the Indian Ocean in Ancient and Medieval
Times. Dalam karyanya tersebut George F.
Hourani mengemukakan, sejak masa dinasti-dinasti Fir’aun di Mesir, kapal-kapal Mesir
telah mengarungi Lautan Hindia untuk mencari rempah-rempah di Indonesia. Selain
untuk dijadikan pengawet dan penyedap makanan, rempah-rempah itu juga mereka
gunakan untuk membalsem mummi-mummi. Selain mengarungi Lautan Hindia,
kapal-kapal itu juga menuju ke arah utara, ke sebuah pelabuhan sebuah kota yang
kini menjadi Kota Suez.
Seperti diketahui, Ibrahim a.s. hidup pada masa dinasti-dinasti Fir’aun
tersebut dan pernah berkunjung ke pusat pemerintahan para Fir’aun tersebut.
Seperti diketahui pula, pusat pemerintahan dinasti-dinasti tersebut sejatinya
tidak jauh dari Kota Jeddah dewasa ini. Lokasi pusat pemerintahan para Fir’aun
tersebut berada di seberang Laut Merah yang agak sejajar dengan posisi Kota
Jeddah. Nah, dari sini dapat dibayangkan, sebelum pergi Makkah bersama Hajar
dan Isma’il, sebelumnya Ibrahim a.s. bersama Sarah pernah melintasi kawasan itu
dalam perjalanannya menuju ke pusat pemerintahan para Fir’aun. Baik apakah
lewat laut, dengan naik kapal, atau jalan darat. Karena itu, ketika sang Nabi
menerima perintah untuk membawa Hajar dan Isma’il ke Makkah, ia telah cukup
mengenal lokasi tempat yang akan ia tuju, sesuai dengan perintah tersebut. Dan,
perjalanannya ke Tanah Suci itu bukan merupakan mitos belaka.
Bagaimana pendapat Anda?
No comments:
Post a Comment