SEKALI LAGI: BERMIMPILAH
“Mas, saya benar-benar iri dengan tempat Antum ini, dengan
pelbagai kegiatannya,” demikian ucap seorang sahabat yang guru besar Universiti Islam Antarabangsa Malaysia ketika berkunjung ke rumah kami bulan lalu dan melihat
pelbagai kegiatan yang ada. “Tempat ini benar-benar nyaman dan kiranya
senantiasa diberkahi Allah Swt. Saya benar-benar iri lo. Tapi, juga sangat
bahagia. Antum dan keluarga Antum beruntung memiliki tempat yang penuh kegiatan
ini.”
Saya sendiri tidak tahu, entah kenapa setiap kerabat dan
sahabat yang datang ke tempat kami, di Baleendah, Kabupaten Bandung, merasa
krasan dan “iri” kepada kami. Tempat tinggal saya dan keluarga dengan lahannya
sejatinya tidak terlalu besar: hanya sekitar 1.700 meter persegi. Namun, kini,
tempat ini berbeda jauh dengan ketika saya dan keluarga mulai menempatinya
sekitar lima tahun yang lalu.
Kini, tempat tinggal yang saya sebut “Pondok Pesantren Mini
Nun Learning Center” ini sangat nyaman: penuh dengan pohon-pohon rindang,
dilengkapi dengan lima kolam ikan lele, saung, dan tempat senam, di samping
taman bacaan. Di sinilah pelbagai kegiatan dilakukan, sejak pagi hingga sore:
Taman Pendidikan Al-Quran (dengan murid sekitar 115 anak), Taman Kanak-Kanak
(terkenal dengan sebutan TK Sekolah Alam Gaharu), senam sehat setiap Rabu dan
Sabtu pagi (khususnya untuk para penderita diabetes dan orang-orang yang lanjut
usia), dan pelbagai kegiatan lain (parenting, simposium kesehatan untuk
masyarakat awam, dan pembinaan para ustadz/ustadzah Al-Quran).
Tentu saja “ponmin”, alias pondok pesantren mini, ini tidak
terbentuk seketika. “Ponmin” ini sejatinya merupakan “mimpi” saya dan istri
tercinta saya, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang energik dan kreatif.
Semula, “ponmin” itu hanya berupa lahan dengan luas sekitar 264 meter persegi.
Semula, kami tidak memiliki minat sama sekali untuk memiliki lahan tersebut:
lahan itu semula milik seorang pasien yang kekurangan biaya pengobatan dirinya.
Ketika lahan itu ditawarkan kepada orang-orang yang sekira mampu membelinya,
ternyata tidak seorang pun mau membelinya. Akhirnya, istri saya turun tangan:
membeli lahan itu dengan mencicil. Lantas, karena kami tidak memerlukan lahan
itu, kami pun berusaha menjualnya. Tetapi, selama bertahun-tahun tidak seorang
pun yang tertarik untuk membeli lahan yang kala itu penuh dengan semak belukar.
Lantas, ketika saya dan istri “ngluyur” ke Kuala Lumpur,
Malaysia dan berkunjung ke rumah seorang sahabat di Kajang, di situlah mulai
muncul “ide dan mimpi gila” untuk mengubah lahan “tak berguna” itu menjadi
sebuah “ponmin”. Ketika ide itu diketahui pemilik lahan sekitar 1.100 meter di
samping lahan kecil kami, ternyata sang pemilik itu tertarik dengan ide tersebut.
Ia pun menjual lahan itu, dengan harga murah, kepada kami. Berdirilah kemudian
sebuah “ponmin” di lahan tersebut sejak Mei 2008. Kemudian, dengan berjalannya sang waktu, lahan “ponmin” pun berkembang sehingga luasnya menjadi
1.700 meter persegi. Alhamdulillah, sejak itu fasilitas “ponmin” kian lengkap
(antara lain atas jasa Ustadz Budi Prayitno: Jazakumullah Ahsan Al-Jaza’,
Ustadz). Tentu saja, berjalannya dan berkembangnya “ponmin” ini tidak lepas
dari jasa para ustadz/ustadzah yang berjuang bersama kami, juga jasa masyarakat
luas. Jazakumullah Ahsan Al-Jaza’.
Nah, insya Allah, bulan depan, “ponmin” kami akan dilengkapi
dengan sebuah bangunan baru (lihat gambarnya di atas). Penambahan bangunan tersebut juga tidak lepas pula dari kontribusi masyarakat
(antara lain seorang dokter dan suaminya yang bekerja di Metrodata yang
menyumbang 35 juta rupiah dan seorang nenek berusia 84 tahun yang tiba-tiba
datang dan menyumbang 10 juta rupiah, Jazakumullah Ahsan Al-Jaza’). Dengan
penambahan bangunan tersebut mudah-mudahan kapasitas tempat untuk anak-anak yang
belajar Al-Quran dan kegiatan lain-lainnya insya Allah kian memadai.
Sekali lagi hal ini membuktikan “dahsyatnya mimpi”. Ini
karena sejatinya “mimpi” adalah doa. Dan, sejatinya untuk hidup yang berbahagia
dan berguna tidak hanya harus menjadi pejabat tinggi atau anggota Dewan
Perwakilan Rakyat. Apalagi dengan menjadi koruptor. Sejatinya, banyak jalan
menuju kehidupan bahagia dan berguna bagi masyarakat yang diberkahi dan
diridhai Allah Swt. Karena itu, silakan Anda “bermimpi” yang positif.
Tentu
saja tidak dengan bermimpi menjadi koruptor!
No comments:
Post a Comment