Sunday, May 31, 2015

“SENJA HARI” SEORANG MAESTRO

Jalan Ganesha, Bandung, mungkin Anda tahu.

Ya, di jalan itulah Institut Teknologi Bandung berada. Demikian halnya, di jalan itu pula Masjid Salman ITB tegak dengan indahnya. Tapi, kali ini saya tidak akan bercerita tentang ITB maupun Masjid Salman ITB. Kali ini, saya akan bercerita tentang seorang maestro yang kantor biro arsitekturnya selama berpuluh tahun pernah menempati salah satu rumah di jalan yang beken itu.

Sekitar akhir penggal kedua bulan April yang lalu, ketika saya berada di Istanbul, Turki, saya menerima kabar tentang berpulangnya salah seorang putra sang maestro. Menerima kabar sedih demikian, saya hanya kuasa menahan kesedihan di negeri orang: tidak dapat bertakziah. Karena itu, ketika telah kembali dari negeri orang, kemudian saya menelpon beliau untuk dapat menemui beliau.  Menerima telpon dari saya, arsitek senior yang lahir Garut pada  Jumat, 11 Rabi‘ Al-Awwal 1343 H/10 Oktober 1924 M itu menjawab dengan suara pelan dan sangat santun, “Rofi’, silakan segera datang ke Jalan Ganesha no. 4.”

Apa yang terjadi ketika saya memasuki ruang kerja sang maestro: Achmad Nou’man?

Ketika saya memasuki ruang kerja beliau, ruang kerja itu tampak kosong. Tidak lama kemudian, beliau muncul dengan gurat kesedihan tampak “mewarnai” wajah beliau, meski beliau tetap tersenyum ketika menjabat tangan saya dan kemudian memeluk saya. Setelah dipersilakan duduk, saya kemudian bertanya kepada beliau, “Kok sepi sekali, Pak. Saya lihat hanya ada satu karyawan saja. Dan, ke mana peralatan kantor ini?”
“Rofi’,“ jawab Pak Achmad Nou’man sangat pelan seraya menarik napas panjang, “akhir pekan ini kami tidak lagi berkantor di Jalan Ganesha ini. Kami pindah di Dago Atas.”

Mendengar jawaban demikian, saya hanya kuasa menundukkan kepala. Dan, tak lama kemudian, Pak Achmad Nou’man kembali berucap, “Rofi’, bapak kan sudah berusia 89 tahun. Apa lagi yang bapak kejar. Apalagi setelah istri dan Irfan berpulang. Tapi, alhamdulillah bapak sehat saja. Doakan bapak ya, semoga bapak dapat meraih husn al-khatimah.”

Baru berbincang sekitar 10 menit, lantunan azan dari Masjid Salman ITB tiba-tiba memenuhi ruang kerja yang kosong itu. Setelah mengambil foto Pak Achmad Nou’man (lihat gambar) dan  menyerahkan Ensiklopedia Tokoh Muslim kepada beliau, saya pun pamit. Beliau mengantarkan saya sampai tangga di depan ruang kerja beliau. Dan, ketika langkah-langkah saya sampai di halaman depan masjid, saya lihat sejumlah mahasiswa sedangkan menggambar masjid yang dirancang Pak Achmad Nou’man itu. Karena penasaran, seraya menunjukkan foto beliau, saya iseng bertanya kepada salah seorang mahasiswa yang sedang menggambar masjid itu, “Dik, tahukah adik, foto siapakah ini?”
“Gak tahu, pak,” jawab mahasiswa itu seraya memandangi wajah saya penuh tanda tanya.
“Dik, inilah foto perancang masjid yang sedang adik gambar.”
“Oh! Maaf, saya gak mengenal beliau.”

Perasaan sedih bercampur heran pun segera menyergap benak saya, begitu mendengar jawaban yang demikian. Terbawa perasaan demikian, kemudian seusai melaksanakan shalat Zhuhur dan berzikir, saya pun mendoakan Pak Achmad Nou’man, “Ya Allah, jadikanlah karya-karya arsitektur Pak Achmad Nou’man sebagai amal jariah yang abadi bagi beliau, dan karuniakanlah husn al-khatimah kepada beliau, amin.”


No comments: