“SENJA HARI” SEORANG MAESTRO
Jalan Ganesha, Bandung, mungkin Anda tahu.
Ya, di jalan itulah Institut Teknologi Bandung berada.
Demikian halnya, di jalan itu pula Masjid Salman ITB tegak dengan indahnya.
Tapi, kali ini saya tidak akan bercerita tentang ITB maupun Masjid Salman ITB.
Kali ini, saya akan bercerita tentang seorang maestro yang kantor biro
arsitekturnya selama berpuluh tahun pernah menempati salah satu rumah di jalan
yang beken itu.
Sekitar akhir penggal kedua bulan April yang lalu, ketika
saya berada di Istanbul, Turki, saya menerima kabar tentang berpulangnya salah
seorang putra sang maestro. Menerima kabar sedih demikian, saya hanya kuasa
menahan kesedihan di negeri orang: tidak dapat bertakziah. Karena itu, ketika
telah kembali dari negeri orang, kemudian saya menelpon beliau untuk dapat
menemui beliau. Menerima telpon dari
saya, arsitek senior yang lahir Garut pada
Jumat, 11 Rabi‘ Al-Awwal 1343 H/10 Oktober 1924 M itu menjawab dengan
suara pelan dan sangat santun, “Rofi’, silakan segera datang ke Jalan Ganesha
no. 4.”
Apa yang terjadi ketika saya memasuki ruang kerja sang
maestro: Achmad Nou’man?
Ketika saya memasuki ruang kerja beliau, ruang kerja itu
tampak kosong. Tidak lama kemudian, beliau muncul dengan gurat kesedihan tampak
“mewarnai” wajah beliau, meski beliau tetap tersenyum ketika menjabat tangan
saya dan kemudian memeluk saya. Setelah dipersilakan duduk, saya kemudian
bertanya kepada beliau, “Kok sepi sekali, Pak. Saya lihat hanya ada satu
karyawan saja. Dan, ke mana peralatan kantor ini?”
“Rofi’,“ jawab Pak Achmad Nou’man sangat pelan seraya
menarik napas panjang, “akhir pekan ini kami tidak lagi berkantor di Jalan
Ganesha ini. Kami pindah di Dago Atas.”
Mendengar jawaban demikian, saya hanya kuasa menundukkan
kepala. Dan, tak lama kemudian, Pak Achmad Nou’man kembali berucap, “Rofi’,
bapak kan sudah berusia 89 tahun. Apa lagi yang bapak kejar. Apalagi setelah
istri dan Irfan berpulang. Tapi, alhamdulillah bapak sehat saja. Doakan bapak
ya, semoga bapak dapat meraih husn al-khatimah.”
Baru berbincang sekitar 10 menit, lantunan azan dari
Masjid Salman ITB tiba-tiba memenuhi ruang kerja yang kosong itu. Setelah
mengambil foto Pak Achmad Nou’man (lihat gambar) dan menyerahkan Ensiklopedia Tokoh Muslim
kepada beliau, saya pun pamit. Beliau mengantarkan saya sampai tangga di depan
ruang kerja beliau. Dan, ketika langkah-langkah saya sampai di halaman depan
masjid, saya lihat sejumlah mahasiswa sedangkan menggambar masjid yang
dirancang Pak Achmad Nou’man itu. Karena penasaran, seraya menunjukkan foto
beliau, saya iseng bertanya kepada salah seorang mahasiswa yang sedang
menggambar masjid itu, “Dik, tahukah adik, foto siapakah ini?”
“Gak tahu, pak,” jawab mahasiswa itu seraya memandangi
wajah saya penuh tanda tanya.
“Dik, inilah foto perancang masjid yang sedang adik
gambar.”
“Oh! Maaf, saya gak mengenal beliau.”
Perasaan sedih bercampur heran pun segera menyergap benak saya, begitu
mendengar jawaban yang demikian. Terbawa perasaan demikian, kemudian seusai
melaksanakan shalat Zhuhur dan berzikir, saya pun mendoakan Pak Achmad Nou’man,
“Ya Allah, jadikanlah karya-karya arsitektur Pak Achmad Nou’man sebagai amal
jariah yang abadi bagi beliau, dan karuniakanlah husn al-khatimah kepada
beliau, amin.”
No comments:
Post a Comment