Wednesday, January 26, 2011

Tiga Serangkai


“Ya Allah, pada hari ini, masa 58 tahun telah Engkau karuniakan kepada hamba-Mu yang dhaif ini. Karuniakanlah pula, ya Allah, kepada hamba-Mu yang masih sarat bercak dan noda dosa ini kemampuan dan kesempatan mengisi sisa usia yang telah Engkau tetapkan baginya dengan hal-hal yang senantiasa Engkau ridhai dan berkahi, hingga hamba-Mu ini kuasa meraih khusnul khatimah, amiin,” doa penulis dini hari tadi, 26 Januari 2011.

Kemudian, ketika sedang menikmati indahnya pemandangan alam dini hari di luar jendela rumah di Baleendah, Bandung, tiba-tiba dalam benak “mencuat” kesadaran bahwa dalam perjalanan hidup ini, selain kedua orang tua, ternyata ada “tiga serangkai” yang sangat besar jasanya kepada penulis dalam meniti kehidupan yang fana ini. Ternyata, tiga serangkai yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda itu memiliki karakter yang berbeda pula.

Sosok yang pertama memiliki latar belakang pendidikan di bidang medis. Karakter peraih gelar dokter spesialis penyakit dalam, dari Universitas Padjadjaran pada 1996 M, ini mengingatkan penulis pada karakter nenek penulis, seorang ibu nyai (istri seorang kiai) di Kota Cepu, Jawa Tengah: keras kepala, cerdas, teguh dalam bersikap, jujur, dan sulit di”arah”kan. Karakternya yang demikian membuat dokter kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini kerap “bertabrakan” dengan pelbagai “kekuatan” yang menurut ia melenceng. Namun, di sisi lain, “anak kolong” yang jebolan SMA Negeri 1-2 Semarang dan FKU Universitas Diponegoro ini gemar berbuat kebaikan. Karunia melimpah yang dianugerahkan Allah Swt. kepadanya nyaris tak pernah bertahan lama dalam genggaman tangannya, demi pelbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Pelbagai kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat memang senantiasa menjadi perhatiannya semenjak muda usia. Selain itu, dokter spesialis penyakit dalam yang pernah ditugaskan di Kota Praya, Lombok Tengah dan pernah menerima penghargaan sebagai dokter teladan ini juga sangat kreatif: ide-ide barunya setiap hati senantiasa bercuatan bagaikan kembang api di awal tahun baru dan seakan tak pernah padam. Mantan wakil direktur sebuah rumah sakit yang pernah mengunjungi empat Benua: Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika ini tak lain adalah seorang perempuan yang “dikirimkan” Allah Swt. kepada penulis untuk menjadi istri semenjak dua puluh tujuh tahun yang silam.

Nah, yang kedua, dari tiga serangkai itu, memiliki karakter supel, ringan langkah dalam membantu siapa pun yang memerlukan bantuannya (tak aneh bila ia memiliki banyak sahabat dan teman), dan cerewet. Rumah menjadi sunyi manakala penggemar channel tv “Travel and Living” (yang di”komandani” Samantha Brown) yang sejak lahir hingga sarjana bermukim di Bandung ini sedang tak hadir. Selain itu, alumni SD “As-Salam” Bandung, SMU Negeri 2, Bandung, dan seorang sarjana di bidang teknik industri yang sedang mengambil program S-2 di bidang teknik perminyakan di Institut Teknologi Bandung ini gemar traveling dan membaca buku. Lewat kerja yang ia jalani, 21 provinsi di negeri yang sangat ia cintai dan beberapa negara telah ia kunjungi. Cita-citanya, seluruh provinsi di negerinya dapat ia kunjungi. Selain itu, lima Benua di Bumi ini pun ingin ia datangi. Sejatinya, selain traveling dan membaca buku, pencinta warna biru yang pekerja keras ini, seperti ibundanya, juga memiliki kemampuan menulis. Sayang, kemampuannya tersebut belum ia kembangkan secara optimal dan maksimal. Kisah perjalanannya ke pelbagai penjuru Indonesia, misalnya, sejatinya merupakan kisah yang memikat andai ia tuangkan menjadi sebuah buku. Bila mau, sejatinya ia pun mampu menggoreskan tulisan-tulisan yang kaya warna. Di sisi lain, penggemar naik ojek dan angkot yang belum bisa naik sepeda ini begitu patuh dengan ibundanya. Sehingga, begitu merampungkan pendidikan S-1 di bidang teknik, dan ibundanya meminta ia mengaji tata baca Al-Quran yang baik selama beberapa bulan di Pesantren Krapyak Yogyakarta, di bawah bimbingan Ibu Nyai Hj. Nafisah Ali Maksum, ia pun dengan patuh melaksanakan keinginan ibundanya. Tak aneh bila ia senang berkunjung ke Kota Gudeg. Putri sulung penulis, itulah sosok yang baik hati dan budi itu.

Lain lagi dengan sosok ketiga dan lahir di Bandung yang tak lain adalah putri bungsu penulis. Pendiam, cerdas, tapi sejatinya keras kepala dan jujur seperti ibundanya. Berbeda dengan kakaknya, alumni SD dan SMP Salman Al-Farisi, Bandung, lulusan MAN Insan Cendekia, Serpong, dan seorang sarjana teknik informatika dari sebuah institut teknologi negeri di Kota Bandung, yang juga menjadi almamater kakaknya, ini memang tak banyak menabur kata. Karakternya yang demikian mengingatkan penulis pada ibunda penulis, seorang ibu nyai (istri seorang kiai) di Kota Blora, Jawa Tengah. Walau pendiam, sejatinya penggemar komik dan film Korea dan Jepang ini diam-diam adalah seorang pemberontak dan senantiasa tak mau kalah dengan apa yang dicapai kakaknya. Berbeda dengan ibunda dan kakaknya yang “tak tahan memegang lama uang”, penggemar naik ojek dan angkot, seperti kakaknya, yang juga menyenangi bahasa Jepang dan pernah pergi ke beberapa negara ini hemat. Seperti halnya ibundanya dan kakaknya, pencinta warna merah ini juga gemar traveling dan membaca serta memiliki kemampuan menulis yang masih “dipendamnya”. Jelajah bacaannya lebih luas daripada jelajah bacaan ibundanya dan kakaknya. Namun, karakternya yang pendiam membuat ia tampak biasa-biasa saja. Padahal, sejatinya pelahap komik sejak kecil dan bershio naga (bagi yang memercayainya) ini memiliki kemampuan dan kepandaian di atas rata-rata. Walau kerap “bertabrakan” dengan ibundanya (dua-duanya memiliki karakter yang sama: keras kepala), sejatinya penggemar kisah Mahabharata ini juga dekat dengan ibundanya, seperti kakaknya. Namun, “kedekatan” dan “pendekatan”nya berbeda: tanpa banyak kata dan lebih banyak menggunakan bahasa tubuh semata.

Betapa bahagia penulis menerima anugerah luar biasa “tiga serangkai” yang senantiasa menjadi sahabat-sahabat dekat dan akrab penulis. Apalagi, walau “tiga serangkai” itu memiliki latar pendidikan umum, namun mereka memahami dan menghayati kehidupan pesantren yang menjadi latar belakang penulis. Karena itu, penulis khususkan tulisan kali ini untuk mereka bertiga, sebagai ungkapan rasa terima kasih dari relung hati terdalam, disertai doa: selain kiranya senantiasa menjadi hamba-hamba Allah yang salehah, kiranya mereka bertiga juga senantiasa menjadi hamba-hamba-Nya yang mendarmabaktikan hidup mereka bagi keluarga dan masyarakat luas di bawah naungan ridha dan berkah Allah Swt.

Tentu, penulis pun tak lupa pula mendoakan para sahabat dan para pembaca, “kiranya Allah Swt. meridhai dan memberkahi segala niat dan langkah baik mereka semua. Dan, ucapan terima kasih dari relung kalbu terdalam penulis sampaikan atas doa mereka semua. Kiranya Allah Swt. membalas amal kebaikan mereka semua. Amiin.”

2 comments:

Anonymous said...

Selamat ulang tahun Om,,
Semoga pertambahan usia ini membawa berkah bagi Om dan keluarga.
Semoga Om sehat dan bahagia selalu juga.

amin =)

Ahmad Rofi' Usmani said...

Matur nuwun, Eka...Gmn kabar, sehat saja kan. Masih di Balikpapan? Salam