IBRAHIM: NABI YANG MEMOHON AGAR DIKARUNIAI HIKMAH
“Wahai Ibrahim,” gumam bibir
saya, kemarin pagi, ketika sedang menyimak khutbah ‘Idul Adha, “hari ini, entah
berapa ribu kali namamu disebut. Di pelbagai penjuru dunia!”
Tidak lama kemudian, entah
kenapa, tiba-tiba benak saya “melayang-layang” jauh sekali. Ya, jauh sekali, ke
Al-Khalil (Hebron), Palestina. Tiba-tiba, yang muncul dalam benak saya adalah saat
saya berada di depan makam Nabi yang dikaruniai Allah Swt., sesuai dengan
permohonannya, hikmah yang luar biasa itu. Kala itu, bulan Maret 2013. Berada
di Masjid Al-Khalil, selepas melintasi pemeriksaan ketat oleh polisi dan
tentara Israel, sebersit kebahagiaan membuncah dalam kalbu saya. Bahagia, tentu
saja, karena akhirnya saya dapat mengunjungi makam “Kekasih Allah”, meski saya
sendiri tidak merasa yakin, apakah makam itu memang makam sang Nabi.
Ketika berdiri di depan makam
sang Nabi, entah kenapa, tiba-tiba yang mencuat dalam benak saya justru doa indah
yang pernah disampaikan sang Nabi kepada Tuhannya, “Ya Allah, Tuhanku,
karuniakanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam kelompok orang-orang
saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang)
kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh
kenikmatan… Dan, janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS Al-Syu‘arâ’
[26]: 83-89).
Betapa indah doa itu. Teringat
doa indah itu, seraya berdiri di depan makam sang Nabi, saya pun menggumamkan
kembali doa indah itu. Dan, kemarin pagi, entah kenapa, ketika mendengar nama
sang Nabi, doa indah itu pun kembali saya sampaikan kepada Tuhan sang Nabi.
Dengan sepenuh hati.
Siapakah sang Nabi pemilik
doa indah itu?
Tentu, banyak di antara kita
yang telah tahu, sang Nabi adalah seorang
Rasul yang namanya disebut 40 kali dalam Al-Quran. Dalam Kitab Suci
itu juga digambarkan, sang Nabi adalah orang yang
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Sehingga, perintah apa pun
ia lakukan, meski
harus bertentangan dengan
pikiran dan perasaannya. Nabi yang satu ini sendiri
hidup
sekitar 2,100 sebelum Masehi yang silam. Putra Adzar
ini lahir di Ur, di kawasan Chaldea
(kini masuk wilayah Irak).
Selepas menerima wahyu dari Allah, orang pertama yang ia seru adalah ayahnya sendiri, seorang pemahat. Tetapi,
sang ayah menolak seruannya, malah
kemudian mengusirnya. Meski diusir
sang ayah, ia
tetap menyampaikan seruannya di
kalangan bangsanya. Akibatnya, ia menerima
berbagai ancaman dari mereka.
Menghadapi ancaman demikian,
sang Nabi lantas meninggalkan
negerinya, disertai istri
pertamanya: Sarah, menuju Palestina lewat Damaskus. Ketika Rasul yang mendapat gelar “Khalil Allah”
ini tiba di Palestina,
negeri tersebut sedang tertimpa paceklik.
Ia lalu melanjutkan perjalanannya ke Mesir. Di negeri
terakhir ini ia tinggal
tidak lama, dan
kemudian ia kembali lagi ke Palestina.
Kala tiba di Palestina, usia
sang Nabi dan istri pertamanya, Sarah, kian lanjut. Meski demikian, kerinduan
mereka untuk memiliki anak keturunan tidak pernah sirna. Karena itu, akhirnya
sang Nabi pun berdoa, “Sungguh, aku akan pergi menghadap kepada Tuhanku dan
Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (Kemudian dia berdoa), “Ya Tuhanku,
anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”
Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (QS
Al-Shaffât [37]: 99-101).
Ternyata, Allah Swt.
mengabulkan doa sang Nabi. Lahirlah putra pertamanya,
Isma‘il, lewat istri
keduanya Hajar, ketika sang
Nabi berusia sekitar 68 tahun. Kehadiran sang putra pertama
tersebut ternyata menimbulkan kecemburuan Sarah. Oleh karena itu, sang Nabi
kemudian mengungsikan Hajar dan Isma‘il a.s. ke sebuah yang jauh dari
Palestina, sebuah negeri yang terkenal kering kerontang.
Sebelum meninggalkan
keduanya di negeri jauh yang kini dikenal sebagai Kota Makkah, sang Nabi pun
memohon kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah
berhala-berhala. Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan
kebanyakan manusia. Karena itu, barang siapa mengikutiku, sesungguhnya orang
itu termasuk golonganku dan barang siapa mendurhakai aku, sesungguhnya Engkau
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sungguh aku telah
menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman
di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan Kami (yang demikian itu)
agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan
dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi
Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah
yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Isma‘il dan Ishaq.
Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa. Ya
Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku
dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya
hisab (hari kiamat).” (QS Ibrâhîm [14]: 35-41).
Berkat doa sang Nabi, kini
negeri yang kering kerontang itu kini menjadi Kota Makkah yang diberkahi. Dan, menurut sebuah sumber, sang
Nabi berpulang pada
usia 175 tahun dan dimakamkan di Gua Machepelah,
Al-Khalil, Palestina, yang kini menjadi lokasi Masjid Al-Khalil yang saya
kunjungi pada Maret (dan April) 2013 itu.