Wednesday, October 16, 2013

IBRAHIM: NABI YANG MEMOHON AGAR DIKARUNIAI HIKMAH

Wahai Ibrahim,” gumam bibir saya, kemarin pagi, ketika sedang menyimak khutbah ‘Idul Adha, “hari ini, entah berapa ribu kali namamu disebut. Di pelbagai penjuru dunia!”

Tidak lama kemudian, entah kenapa, tiba-tiba benak saya “melayang-layang” jauh sekali. Ya, jauh sekali, ke Al-Khalil (Hebron), Palestina. Tiba-tiba, yang muncul dalam benak saya adalah saat saya berada di depan makam Nabi yang dikaruniai Allah Swt., sesuai dengan permohonannya, hikmah yang luar biasa itu. Kala itu, bulan Maret 2013. Berada di Masjid Al-Khalil, selepas melintasi pemeriksaan ketat oleh polisi dan tentara Israel, sebersit kebahagiaan membuncah dalam kalbu saya. Bahagia, tentu saja, karena akhirnya saya dapat mengunjungi makam “Kekasih Allah”, meski saya sendiri tidak merasa yakin, apakah makam itu memang makam sang Nabi.

Ketika berdiri di depan makam sang Nabi, entah kenapa, tiba-tiba yang mencuat dalam benak saya justru doa indah yang pernah disampaikan sang Nabi kepada Tuhannya, “Ya Allah, Tuhanku, karuniakanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam kelompok orang-orang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan… Dan, janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS Al-Syu‘arâ’ [26]: 83-89).

Betapa indah doa itu. Teringat doa indah itu, seraya berdiri di depan makam sang Nabi, saya pun menggumamkan kembali doa indah itu. Dan, kemarin pagi, entah kenapa, ketika mendengar nama sang Nabi, doa indah itu pun kembali saya sampaikan kepada Tuhan sang Nabi. Dengan sepenuh hati.

Siapakah sang Nabi pemilik doa indah itu?

Tentu, banyak di antara kita yang telah tahu, sang Nabi adalah seorang Rasul yang namanya disebut 40  kali  dalam Al-Quran. Dalam Kitab Suci itu juga digambarkan, sang Nabi adalah orang yang  menyerahkan  diri sepenuhnya  kepada Allah. Sehingga, perintah apa pun  ia  lakukan, meski  harus  bertentangan dengan pikiran  dan  perasaannya. Nabi yang satu ini sendiri hidup  sekitar 2,100 sebelum Masehi yang silam. Putra  Adzar  ini lahir  di  Ur, di kawasan Chaldea (kini masuk wilayah Irak). Selepas menerima  wahyu  dari Allah, orang pertama yang ia seru adalah ayahnya sendiri, seorang pemahat.  Tetapi,  sang ayah menolak  seruannya,  malah  kemudian mengusirnya.  Meski  diusir  sang  ayah,  ia  tetap  menyampaikan seruannya di kalangan bangsanya. Akibatnya, ia menerima  berbagai ancaman  dari  mereka.

Menghadapi ancaman demikian, sang Nabi lantas meninggalkan  negerinya,  disertai istri pertamanya: Sarah, menuju Palestina lewat Damaskus. Ketika  Rasul  yang  mendapat gelar Khalil Allah  ini  tiba  di Palestina,  negeri  tersebut sedang tertimpa  paceklik.  Ia  lalu melanjutkan  perjalanannya ke Mesir. Di negeri terakhir  ini  ia tinggal  tidak  lama, dan kemudian ia kembali lagi ke  Palestina.

Kala tiba di Palestina, usia sang Nabi dan istri pertamanya, Sarah, kian lanjut. Meski demikian, kerinduan mereka untuk memiliki anak keturunan tidak pernah sirna. Karena itu, akhirnya sang Nabi pun berdoa, “Sungguh, aku akan pergi menghadap kepada Tuhanku dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (Kemudian dia berdoa), “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (QS Al-Shaffât [37]: 99-101).

Ternyata, Allah Swt. mengabulkan doa sang Nabi. Lahirlah  putra pertamanya, Ismail,  lewat  istri  keduanya Hajar,  ketika sang Nabi berusia sekitar 68 tahun. Kehadiran sang putra pertama tersebut ternyata menimbulkan kecemburuan Sarah. Oleh karena itu, sang Nabi kemudian mengungsikan Hajar dan Isma‘il a.s. ke sebuah yang jauh dari Palestina, sebuah negeri yang terkenal kering kerontang.

Sebelum meninggalkan keduanya di negeri jauh yang kini dikenal sebagai Kota Makkah, sang Nabi pun memohon kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia. Karena itu, barang siapa mengikutiku, sesungguhnya orang itu termasuk golonganku dan barang siapa mendurhakai aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sungguh aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Isma‘il dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS Ibrâhîm [14]: 35-41).

Berkat doa sang Nabi, kini negeri yang kering kerontang itu kini menjadi Kota Makkah yang diberkahi. Dan, menurut sebuah sumber, sang Nabi berpulang pada  usia 175 tahun dan dimakamkan di Gua Machepelah, Al-Khalil, Palestina, yang kini menjadi lokasi Masjid Al-Khalil yang saya kunjungi pada Maret (dan April) 2013 itu.


No comments: