“Fi’! Doakan semoga sidang terbukaku lancar, ya!” ucap seorang sahabat dari Yogyakarta dengan suara bergetar, lewat telpon, beberapa hari yang lalu. Terasa oleh saya, demam panggung benar-benar menghantui sahabat saya yang akan “mengakhiri” program S-3nya di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 3 Maret 2007. Meski terbiasa tampil di depan sebagai Pembantu Dekan, sahabat saya yang tahan banting itu pun merasa takut juga untuk maju sidang terbuka. Manusiawi.
“Insya Allah lancar,” jawab saya memberi semangat kepada sahabat saya yang menantu seorang kiai besar di wilayah Singaparna, Tasikmalaya itu.
Hati saya sejatinya teraduk-aduk mendengar sahabat saya ketika menimba ilmu di IAIN Sunan Kalijaga dan di Mesir itu akan maju sidang terbuka. Gembira, haru, dan salut, tapi juga takut. Gembira dan haru karena akhirnya dia terlepas dari “penderitaannya” selama 13 tahun, dan salut karena akhirnya dia akhirnya “menang”. Ya, 13 tahun! Selama 13 tahun itulah dia baru berhasil menyelesaikan program S-3 yang hampir membuatnya di”DO”. Kegiatannya sebagai pejabat struktural membuatnya agak terlena dengan program tersebut. Dua tahun yang lalu dia sudah hampir patah semangat dan sangat resah. Akhirnya, ketika dia disarankan agar “bertapa kembali ke Mesir”, saya termasuk yang memberinya semangat agar dia balik ke Mesir. Ternyata, “saran gombal” itu benar-benar dia tempuh, dengan semangat yang membara kembali. Selama sekitar enam bulan dia terpaksa meninggalkan tanah air dan keluarga tercinta. Saya sendiri sejatinya termangu, begitu mendengar dia benar-benar mau berangkat ke Mesir, karena usianya sudah 53 tahun. Tapi, begitu dia berhasil mengatasi segala penderitaan dan kesulitannya, saya pun angkat topi kepadanya. Dia berhasil meraih “PhD spirit”. Yaitu semangat membara untuk menimba dan menebarkan ilmu pengetahuan, di mana pun dan ke mana pun, tanpa mempertimbangkan faktor usia.
Di sisi lain saya juga merasa takut. Takut karena dia sebagai seseorang yang menyandang gelar PhD dengan sendirinya memiliki tanggung jawab ilmiah yang semakin berat. Tidak terhadap dirinya sendirinya, tapi juga terhadap Allah Swt. dan masyarakat. Namun, saya pun segera berupaya membuang jauh perasaan takut tersebut dengan doa, karena Rasul Saw. mengajarkan, doa seseorang insya Allah diterima kalau kita ikhlas dan tulus dalam mendoakan orang itu, “Ya Allah! Jadikanlah dia seorang ilmuwan yang memiliki ilmu yang bermanfaat dan mampu menebarkan ilmu yang dapat menjadikan bangsa kami ini bangsa yang berilmu dan berakhlak mulia. Amin”.
“Mabruk ‘ala Al-Najah, ya Al-Akh Al-Karim Al-Ustad Al-Fadhil Al-Duktur Syihabuddin Qalyubi!”
Friday, March 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment