Thursday, March 1, 2007

Silaturahmi

Tadi pagi, ketika saya sedang berada di ruang kerja saya dan sedang asyik menulis buku keempat saya untuk Penerbit Mizan (buku pertama: Teladan Indah Rasulullah Saw. dalam Ibadah, buku kedua: Mutiara Akhlak Rasulullah Saw., dan buku ketiga: The Islamic Art of Loving yang Insya Allah akan terbit April 07 nanti), tiba-tiba hp saya berdering. Subhanallah, ternyata suara dari seorang sahabat yang sejak 1972 tidak pernah bertemu dengan saya. Sahabat yang satu ini menimba ilmu bersama saya selama sekitar enam tahun di Kudus, Jawa Tengah. Setelah meninggalkan Kudus, saya menuju Yogyakarta untuk menimba ilmu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga. Sedangkan dia menuju Surabaya, untuk menimba ilmu di IAIN Sunan Ampel. Sahabat saya yang kini menjabat Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel dan Pembantu Rektor universitas tersebut tidak lain adalah Dr. Thoha Hamim asal Mayong, Jepara, Jawa Tengah.

Sejak berpisah tersebut, hingga kini, saya sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Saya sendiri baru menemukan “jejak” sahabat saya yang satu itu ketika bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Gontor, Agustus tahun lalu, bersama istri saya yang ingin sekali tahu tentang ponpes tersebut. Di ponpes tersebut kami bertemu dengan Dr. Amal Fathullah Zarkasyi MA., salah seorang putra K.H. Imam Zarkasyi, seorang kiai terkemuka yang mendirikan ponpes tersebut. Cak Amal (sebutan akrab Dr. Amal Fathullah Zarkasyi MA, Pembantu Rektor INSID) adalah sahabat saya ketika sama-sama menimba ilmu di Mesir. Ketika berbincang ke sana ke mari dengan sahabat saya yang sangat supel, rendah hati, dan tawadhu’ tersebut (pantes sampeyan awet muda, Cak Amal), beliau menyebut sebuah nama: Thoha Hamim, seorang dosen di Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel. Begitu Cak Amal menyebut nama itu, entah kenapa tiba-tiba saya merasa yakin nama yang disebut itu adalah sahabat saya “yang hilang”. Ternyata setelah saya cek, dia memang benar-benar sahabat saya yang menjadi “rival” saya dalam meraih nilai terbaik di kelas. Dan, ketika saya berada di Juanda Airport, dalam perjalanan balik ke Bandung, saya coba hubungi dia. Ternyata, dia benar-benar Thoha Hamim, sahabat saya di Kudus.

Kejadian itu semakin meyakinkan saya bahwa betapa dengan silaturahmi ada banyak hikmah dan manfaat yang acapkali tak terduga. Dalam hal silaturahmi, saya harus menundukkan kepala penuh hormat kepada Ayahanda tercinta, K.H. Ahmad Zein Dahlan. Beliau benar-benar seorang kiai yang sangat gemar bersilaturahmi. Tak aneh bila beliau memiliki banyak sahabat di mana-mana, termasuk di antaranya Gus Mus, Rembang, yang memberikan sambutan kala Ayahanda berpulang. Dan, ketika saya mendengar Gus Mus menyampaikan sindiran tak langsung lewat seseorang, “Kok putra-putra Kiai Dahlan tidak ada yang gemar bersilaturahmi,” saya mulai mengubah “gaya hidup” saya yang individualistis dan egoistis. Sejak itu, saya berusaha bersilaturahmi ke rumah saudara-saudara dan sahabat-sahabat yang sebelumnya jarang saya sambangi. Subhanallah, betapa banyak hikmah dan manfaat yang saya rengkuh dengan silaturahmi. Terima kasih wahai Rasul, ternyata benar pesan-pesanmu agar kita senang bersilaturahmi!

No comments: