Tuesday, June 19, 2007

Renungan Malam di Bukit Bintang, Kuala Lumpur


Bukit Bintang, itulah kawasan yang kami pilih untuk menikmati malam pertama kunjungan kami ke Malaysia, yang berlangsung antara 31 Mei sampai dengan 4 Juni 2007 yang lalu. Kawasan itu kami pilih tentu dengan beberapa pertimbangan tertentu. Antara lain, kawasan yang tidak jauh dari Terminal Puduraya (terminal bus Kuala Lumpur) dan stasiun KL Sentral (stasiun pusat Kuala Lumpur) itu merupakan salah satu pusat denyut kehidupan Kota Kuala Lumpur. Selain itu, di kawasan itu itu kita bisa dengan mudah mencari pelbagai hidangan hingga larut malam.

Karena itu, usai bersilaturahmi ke rumah Ustadz Masruh Ahmad MA, MBA, dan usai bersilaturahmi ke sebuah keluarga Malaysia di kawasan Bukit Damansara yang berlangsung hingga sekitar pukul 22.00 waktu setempat (terima kasih Makco & keluarga, atas sambutan yang sangat hangat dan hidangan sangat lezat yang disajikan kepada kami), kami pun diantar Ustadz Masruh dan Ustadzah Nita menuju sebuah hotel di kawasan Bukit Bintang. Ternyata setibanya kami di Jalan Puduraya, menjelang terminal, mobil yang kami naiki sulit beringsut. Padahal, saat itu sudah menunjuk sekitar jam 23.00 waktu setempat. Sepanjang jalan tersebut, bus-bus berderet-deret panjang memenuhi jalan, sementara orang-orang yang akan menempuh perjalanan keluar kota tampak bertebaran di sana-sini. Liburan panjang saat itu benar-benar dinikmati warga Kuala Lumpur untuk melakukan wisata ke pelbagai kota Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Selepas berjuang sekitar setengah jam, akhirnya sampai juga kami ke hotel yang kami tuju. Kami pun segera menuju kamar yang terletak di lantai tiga untuk beristirahat. Tak lama kemudian, saya pun membuka korden jendela hotel yang berada tak jauh dari Jalan Sungai Wang itu. Amboi, suasana di jalan masih riuh, dan kafe-kafe dan penjaja makanan di sepanjang trotoar di sekitar hotel masih padat dengan para pengunjung. Tampak di antara para pengunjung adalah para turis dari Timur Tengah. Tiba-tiba, begitu mengamati suasana hidup di kawasan Bukit Bintang itu, sebuah pertanyaan menyeruak di benak: mengapa Malaysia berhasil memikat saudara-saudara kita dari Timur Tengah itu untuk berliburan dengan penuh sukacita di Malaysia?

Walau bukan orang yang bergerak di bidang pariwisata, entah kenapa saya mencoba mencari benang merah keberhasilan Malaysia di bidang pariwisata itu. Pertama-tama, menurut saya, Malaysia pandai memanfaatkan momentum. Pelbagai hambatan yang dialami saudara-saudara kita dari Timur Tengah untuk berwisata ke dunia Barat segera dimanfaatkan Malaysia untuk menarik mereka ke negeri jiran itu. Dan, mereka tak tanggung-tanggung dalam mempromosikan Malaysia. Malah, perdana menteri negeri itu pun ikut serta, seperti halnya dilakukan Abdullah Badawi di channel tv Travel & Living. Kedua, negeri itu benar-benar membuat perencanaan yang matang dalam menarik para wisatawan dari Timur Tengah, dengan memberikan pelayanan dan kemudahan bagi mereka. Lihat saja pelbagai petunjuk dalam bahasa Arab yang disiapkan bagi para tamu yang berkocek tebal itu. Ketiga, memahami benar budaya para tamu yang datang berkunjung. Seperti diketahui, para tamu dari Timur Tengah itu, ketika sedang berliburan, suka begadang hingga larut malam dan suka makan. Tak aneh jika suasana kehidupan di kawasan Bukit Bintang dengan trotoarnya yang bergaya Eropa sangat memuaskan mereka. Keempat, keamanan dan kenyamanan benar-benar mereka rasakan selama berliburan di Malaysia. Walau Internal Security Act sangat menghambat proses demokratisasi di negeri jiran itu, namun di sisi lain keamanan dan kenyamanan yang dihasilkannya sangat terasa bagi para wisatawan. Misalnya saja, “indra keenam” saya sejatinya dapat menangkap kehadiran para intel di sana-sini, namun kehadiran mereka tidak sangat kentara. Para turis toh kurang peduli dengan masalah politik dan yang mereka buru adalah perjalanan liburan yang nyaman, aman, dan berkesan. Dan, keempat, infrastruktur negara yang dipimpin Abdullah Badawi itu layak diacungi jempol. Kelima, kebersihan lingkungan benar-benar terpelihara. Keenam, kejelasan dalam hal halal dan haram makanan yang mereka nikmati. Walau hal ini sekilas tampak tidak penting, tapi bagi para wisatawan dari Timur Tengah hal itu benar-benar mereka perhatikan.

“Mas, istirahatlah! Sekarang sudah larut malam loh!” tiba-tiba istri saya mengingatkan saya untuk beristirahat.
“Baiklah!” jawab saya seraya menutup korden. Dan, entah kenapa dalam benak saya tiba-tiba muncul ide untuk menuangkan kisah keluyuran saya ke pelbagai penjuru bumi Tuhan, seperti halnya yang dilakukan oleh para petualang Muslim pada masa pertengahan seperti halnya Ibn Bathuthah, Al-Maqrizi, Al-Idrisi , dan lain-lainnya. Insya Allah!

No comments: