Seminggu yang lalu, ketika saya sedang menyiapkan materi “Selintas tentang Tempat-Tempat Historis di Seputar Makkah & Madinah” untuk jamaah Khalifah Tour, Bandung, entah kenapa tiba-tiba dalam benak saya muncul dorongan kuat rasa ingin tahu keadaan sebenarnya bagian dalam Ka‘bah, sebuah bangunan berbentuk kubus di tengah-tengah Masjid Al-Haram, Makkah. Seperti diketahui, Ka‘bah ini merupakan kiblat shalat kaum Muslim. Tinggi bangunan itu sendiri, yang kini selalu diselimuti permadani halus yang disebut kiswah, lebih kurang 12,9 meter dan panjang sisi-sisinya: antara Rukun Syami-Rukun Yamani: 11, 93 meter, antara Rukun Yamani-Hajar Aswad: 10, 13 meter, antara Hajar Aswad-Rukun Iraqi: 11, 58 meter, dan antara Rukun Iraqi-Rukun Syami: 10, 22 meter. Di dalam Al-Quran dikemukakan bahwa Ibrahim a.s. lah bersama putranya, Isma‘il a.s., yang membangun Ka‘bah atas perintah Allah. Seusai membangun Ka‘bah, Ibrahim a.s. lantas diperintahkan Allah menyeru ummat manusia untuk menunaikan ibadah haji, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS Al-Hajj [22]: 26).
Di sisi lain, Ka‘bah sebagai bangunan, sepanjang perjalanan sejarahnya, telah mengalami sederet perbaikan dan pemugaran. Ka‘bah dalam bentuknya yang sekarang ini sejatinya merupakan hasil pemugaran pada masa pemerintahan Sultan Murad IV, seorang penguasa Dinasti Usmaniyyah dari Turki (memerintah antara 1033-1050 H/1623-1640 M). Pada 1040 H/1630 M Makkah dilanda banjir besar yang berakibat Masjid Al-Haram terendam dan dinding Ka‘bah ada yang runtuh. Maka, walikota kota suci itu kala itu, Syarif Mas‘ud bin Idris, dengan persetujuan Sultan Murad Khan, kemudian melakukan perbaikan atas Ka‘bah yang rusak itu.
Saya sendiri sejatinya heran, mengapa selama ini saya tidak punya rasa ingin tahu yang demikian. Mungkin, karena saya bukan orang yang pantas memasukinya, maka selama ini rasa ingin tahu itu tak pernah muncul. Rasa ingin tahu yang demikian itu kemudian mendorong saya melakukan perburuan di internet. Alhamdulillah, akhirnya saya mendapatkan foto seperti yang saya tampilkan di sudut kiri atas tulisan saya kali ini.
Di sisi lain, Ka‘bah sebagai bangunan, sepanjang perjalanan sejarahnya, telah mengalami sederet perbaikan dan pemugaran. Ka‘bah dalam bentuknya yang sekarang ini sejatinya merupakan hasil pemugaran pada masa pemerintahan Sultan Murad IV, seorang penguasa Dinasti Usmaniyyah dari Turki (memerintah antara 1033-1050 H/1623-1640 M). Pada 1040 H/1630 M Makkah dilanda banjir besar yang berakibat Masjid Al-Haram terendam dan dinding Ka‘bah ada yang runtuh. Maka, walikota kota suci itu kala itu, Syarif Mas‘ud bin Idris, dengan persetujuan Sultan Murad Khan, kemudian melakukan perbaikan atas Ka‘bah yang rusak itu.
Saya sendiri sejatinya heran, mengapa selama ini saya tidak punya rasa ingin tahu yang demikian. Mungkin, karena saya bukan orang yang pantas memasukinya, maka selama ini rasa ingin tahu itu tak pernah muncul. Rasa ingin tahu yang demikian itu kemudian mendorong saya melakukan perburuan di internet. Alhamdulillah, akhirnya saya mendapatkan foto seperti yang saya tampilkan di sudut kiri atas tulisan saya kali ini.
Marilah sejenak foto itu kita cermati. Ternyata, di bagian dalam Ka‘bah terdapat tiang penyangga utama yang terbuat dari kayu. Setiap tiang memiliki diameter 44 cm, dengan jarak antar tiang 2,35 m. Dari lurus pintu masuk, yang dijaga para pengawal itu, sejatinya terdapat mihrab. Di situlah Nabi Muhammad Saw. pernah melaksanakan shalat di dalam Ka‘bah. Setiap beliau berada di dalam Ka‘bah, menurut sebuah sumber, beliau senantiasa berjalan lurus dengan muka menghadap dinding, hingga pintu Ka‘bah berada di belakang punggung beliau, sampai jarak antara beliau dengan dinding Ka‘bah di depannya sekitar tiga kaki. Lalu, beliau shalat di situ. Namun, hal ini tidak berarti hanya di tempat itu sajalah yang boleh dijadikan tempat shalat. Sebab, bila Anda diizinkan Allah Swt. masuk ke dalam Ka‘bah, Anda boleh shalat di bagian manapun di dalam Ka‘bah kok!
Selain itu, di sebelah kanan dalam Ka‘bah terdapat tangga menuju atap. Tangga tersebut mempunyai pintu. Nah, pintu itulah yang disebut “Pintu Tobat” (Bab Al-Taubah). Pintu Tobat dan Pintu Ka‘bah yang ada dewasa ini dilapisi emas murni. Struktur kerangka kedua pintu tersebut dibuat dari kayu setebal 10 cm, lalu dihiasi dengan ornamen-ornamen dari emas murni. Konon, emas yang dipakai melapisi kedua pintu itu lebih dari 280 kg. Ohoi, berat nian kedua pintu berlapis emas itu!
Semula, Ka‘bah yang dibangun Ibrahim a.s. tidak beratap. Atap baru dibuat ketika kaum Quraisy memugarnya. Dewasa ini, Ka‘bah memiliki dua atap: atap bawah dan atap atas. Permukaan atap atas dilapisi marmer putih dan dikelilingi pagar tembok, yang menyatu dengan dinding Ka‘bah, setinggi sekitar 80 cm. Di pagar tersebut terdapat kayu-kayu untuk mengikatkan tali kiswah. Di permukaan atap atas itu juga terdapat pintu yang tutupnya terbuat dari baja. Lewat pintu itulah para petugas naik ke atap atas ketika menyuci dan membersihkan Ka‘bah serta mengganti kiswah.
Dan, ketika sedang asyik mencermati bagian dalam bangnunan Ka‘bah itu, entah kenapa tiba-tiba ingatan saya melayang-layang ke sebuah buku yang disusun seorang pemikir Iran, Dr. Ali Shariati, berjudul Hajj. Tentang bangunan Ka‘bah ini, ia menulis sangat indah, “Ketika menyaksikan Ka‘bah, Anda pasti tercenung dan termangu. Tiada sesuatu pun untuk dilihat! Yang ada hanyalah sebuah ruang persegi yang kosong. Itukah semuanya? Itukah pusat agama, shalat, cinta, hidup, dan kematian kita?
Di dalam benak Anda mungkin timbul pertanyaan dan keraguan. Di manakah aku? Apakah ini? Yang Anda saksikan adalah antitesa dari imajinasi Anda tentang Ka‘bah sebelumnya. Mungkin, sekali Anda pernah membayangkannya sebagai karya arsitektur nan indah (laksana sebuah istana) dengan langit-langit yang menyelimuti keheningan ruhaniah. Mungkin pula Anda pernah membayangkannya sebagai sebuah mausoleum (makam) yang tinggi menjulang di mana terkubur seorang tokoh manusia penting-seorang pahlawan, genius, imam, atau nabi! Tidak! Yang Anda saksikan hanyalah sebuah ruangan persegi yang kosong. Di dalam Ka‘bah tidak terdapat keahlian arsitektural, keindahan, seni, prasasti, ataupun kualitas yang dapat kita saksikan. Selain itu, di dalam bangunan itu pun ternyata tidak terdapat kuburan. Tidak ada sesuatu pun, dan tiada pula seorang manusia kepada siapa kita dapat mencurahkan perhatian, perasaan, dan kenangan.
Anda akan menyadari, di dalam Ka‘bah tiada sesuatu pun atau manusia pun yang akan mengganggu perasaan dan pikiran kita mengenai Allah. Langit-langit Ka‘bah yang ingin Anda tembus untuk dapat berhubungan dengan yang “mutlak” dan “abadi” merupakan atap bagi perasaan Anda. Dalam dunia Anda yang sarat dengan fragmentasi dan relativitas ada hal-hal yang tidak dapat Anda capai. Sebelumnya, Anda hanya dapat membuat rekaan filosofis. Tapi, kini, ke mana pun Anda berpaling, Anda dapat menyaksikan “yang mutlak”, yang tidak memiliki arah: Allah!
Betapa indahnya Ka‘bah yang kosong ini! Kekosongan ini mengingatkan Anda bahwa kehadiran Anda di sini adalah untuk menunaikan ibadah haji yang sama sekali bukan tujuan terakhir. Selanjutnya, kekosongan ini adalah sebagai penunjuk arah. Ka‘bah hanyalah sebagai tonggak penunjuk jalan!”
No comments:
Post a Comment