INDONESIAN DIASPORA
“Saat ini, sebaiknya para pakar dan ilmuwan Indonesia di
luar negeri tidak usah pulang kampung!” ucapnya berapi-api. “Malah, setiap kali
saya bertemu dengan teman-teman yang sedang mengambil program s-3 di luar
negeri, atau selepas mereka merampungkan program itu, saya selalu bilang kepada
mereka, ‘Jangan pulang kampung! Taklukkan dunia, dengan ilmu kalian! Prestasi
Anda di luar negeri akan mengangkat nama baik negeri kita! Mari kita bentuk
Indonesian Diaspora yang bergengsi dan tangguh di luar negeri!”
Entah kenapa, mendengar ucapan mahasiswa program s-3
Universitas Delft, Belanda itu saya terlarut oleh gaya ucapannya yang
meledak-ledak. Padahal, saya baru bertemu sekali dengannya: tadi sore. Program
s-2 ia rampungkan di universitas yang sama. Sedangkan program s-1 ia rampungkan
di Jurusan Geologi ITB. Saat ini, ia pulang ke kampung halaman untuk melepas
rindu. Dan, bulan Desember nanti, insya Allah ia akan maju sidang doktoral di
almamaternya di Belanda.
Begitu mendengar kata-kata ‘Indonesian diaspora’, saya pun
segera teringat para sahabat saya yang kini menempati pelbagai kedudukan
strategis di luar negeri. Dulu, saya termasuk orang yang suka ‘ngomporin’
mereka untuk pulang ke negeri tercinta. Namun, cara pandang saya yang demikian
itu kini sudah berbalik seratus delapan puluh derajat. Kini, seperti halnya
mahasiswa s-3 Universitas Delft itu, saya lebih suka memotivasi mereka untuk
tidak pulang kampung. Mereka lebih baik meretas karier di luar negeri dan
“MENAKLUKKAN DUNIA”. Mengapa? Kita kini
memerlukan jejaring yang kuat di luar negeri. Terutama jejaring para ilmuwan
dan pakar. Sehingga, dengan demikian, Indonesia memiliki jaringan bergengsi di
luar negeri. Dan, berdasarkan kajian-kajian tentang pelbagai diaspora di dunia,
kontribusi ‘kaum diaspora’ terhadap negeri asal mereka demikian besar.
“Pak Rofi’! Anak-anak Indonesia sejatinya memiliki kemampuan
ilmiah yang luar biasa. Apalagi yang sedang menimba ilmu di negeri itu. Itu
sejatinya merupakan aset luar biasa yang kerap diabaikan negara kita!” ucapnya selanjutnya.
Entah kenapa, tadi sore, saya lebih suka menempatkan diri
saya sebagai ‘murid’ yang sedang menyerap ilmu dan pengalaman anak muda yang
bertubuh agak tambun dan asal Bandung itu. Senang sekali rasanya mendengarkan
‘pidato’nya yang berapi-api. Dan, ketika berpisah dengannya, entah kenapa
ucapannya tentang ‘Indonesian Diaspora’ sulit lenyap dari benak saya.
No comments:
Post a Comment