Saturday, July 14, 2012


Jeddah Airport Kini pun Mulai Berbenah

Usai "menikmati" Kota Dubai, pada senja 25 Juni 2012, saya bersama 28 "anak buah" pun meneruskan perjalanan menuju ke arah barat: Arab Saudi. Kali ini, perjalanan dengan pesawat terbang yang berbadan "bongsor": Airbus 330-800, sebuah pesawat terbang yang kuasa mengangkut sekitar 800 penumpang. "Gagah benar pesawat terbang ini," gumam saya ketika mulai menapakkan kaki ke dalam perut pesawat terbang yang satu itu. Ketika pesawat terbang itu mulai "menari-nari" di angkasa, terasa memang pesawat terbang itu sangat mantap dan gagah perkasa. 

Perjalanan antara Dubai-Jeddah tidak jauh dan lama. Hanya sekitar 1.900 kilometer dan ditempuh dengan pesawat terbang selama sekitar dua jam empat puluh menit. Dan, ketika menengok ke kanan dan ke kiri, saya lihat sebagian besar para penumpang telah mengenakan pakaian serba putih. Dengan kata lain, mereka adalah para calon tamu Allah yang akan langsung melaksanakan ibadah umrah di Makkah Al-Mukarramah. Kami sendiri, ber29 orang, tidak mengenakan pakaian umrah, karena dari Jeddah kami akan meneruskan perjalanan menuju ke Madinah Al-Munawwarah dahulu dan baru kemudian menuju Makkah Al-Mukarramah.

Ketika pesawat terbang yang kami naiki kian mendekati Jeddah, jantung saya pun berdegup kencang. Menjadi "komandan" 28 orang, dengan latar belakang yang beragam: dokter spesialis, perwira menengah TNI, jaksa tinggi, manager sebuah perusahaan multi nasional, pemilik toko dan dealer alat-alat elektronik, pengusaha properti, beberapa remaja, seorang anak berusia 11 tahun, dan beberapa ibu berusia lanjut, tidaklah ringan. Apalagi, dalam perjalanan ini saya memegang "jabatan ganda": pembimbing ibadah dan tour leader tanpa pendamping ke empat negara. Tugas yang benar-benar berat. Dunia dan akhirat.

Mengapa jantung saya berdegup? "Menaklukkan" Dubai Airport, Cairo Airport, dan Istanbul Airport bagi saya terasa ringan. Namun, kala berhadapan dengan Jeddah Airport saya sering merasa kewalahan: kerap "cara permainannya" membingungkan dan tiada aturan baku. Karena itu, begitu pesawat terbang itu kian mendekati Jeddah, bibir saya rasanya tidak pernah berhenti berzikir dan mengucapkan shalawat serta berdoa kiranya "saya dapat menembus Jeddah Airport dengan lancar".

Ketika pesawat terbang yang kami naiki mendarat di Jeddah Airport, para penumpang dengan visa umrah pun diangkut dengan bus menuju Hajj Terminal. Melihat hal itu, jantung saya pun kian berdegup kencang. "Duh, kini saya harus siap membuka dua kopor kesabaran nih," gumam saya dalam hati. Dan, begitu memasuki Hajj Terminal, dan kemudian memasuki ruang passport control, ternyata kekhawatiran saya tidak berdasar sama sekali. Ternyata, kini pelayanan di Hajj Terminal benar-benar telah berubah dan mereka mulai berbenah. Tidak lebih dari setengah jam, seluruh rombongan kami telah melewati pemeriksaan imigrasi. 

"Alhamdulillah," ucap saya bersyukur kepada Allah Swt.. "Kiranya hal ini terus berlangsung dan kian diperbaiki. Sehingga, tiada lagi jamaah yang mengeluh setiap kali mau memasuki negeri ini, karena urusan imigrasi yang ditangani "semau gue"!"

No comments: