SHALAT SHUBUH DUA RAKAAT, KENAPA?
Tadi, usai melaksanakan shalat Shubuh, saya pun berdiri di balkon di
rumah saya, di Baleendah, Kabupaten Bandung. Alam sekitar masih kelam, tapi
sangat indah. Kadang, di sana sini terdengar suara ayam-ayam yang mengajak kita
bertashbih: mengagungkan Allah. Udara dingin membuat suasana terasa sangat
indah. Dalam suasana dan keadaan demikian, entah kenapa dalam benak timbul
pertanyaan, “Mengapa shalat Shubuh terdiri dari dua rakaat?”
Duh, ternyata, pertanyaan yang demikian itu lama tidak mau juga berlalu
dari benak. Dari pada pening kepala, saya pun segera berselancar di internet.
Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan jawaban.
Menjawab pertanyaan demikian, seorang ulama terkemuka asal Patani,
Thailand, Syaikh Daud bin Syaikh Wan Abdullah bin
Syaikh Wan Idris Al-Jawi Al-Fathani, dalam sebuah karyanya Munyah Al-MushallĂ®, mengemukakan jawaban
yang menarik. Menurut ulama yang lahir di kampung Parik Kerisek, Patani,
Thailand pada Ahad, 1 Muharram 1183
H/7 Mei 1769 M tersebut, setiap shalat dari lima shalat lima
waktu memiliki kaitan yang erat dengan shalat yang pernah dilakukan seorang
Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Nah, orang yang pertama-tama melaksanakan
shalat Shubuh adalah Nabi Adam a.s. Sang Nabi melaksanakan shalat tersebut
selepas “diusir” dari surga, karena suatu kesalahan yang ia lakukan. Lantas,
ketika sang Nabi diturunkan ke Bumi dan pertama kali menyaksikan kelamnya Bumi
pada saat malam, ia pun ketakutan,
karena ia belum pernah menyaksikan pemandangan kelam seperti itu. Kemudian, ketika
fajar menyingsing, hatinya terasa damai dan tenang. Karena itu, ia pun segera
melaksanakan shalat dua rakaat. Rakaat pertama sebagai rasa syukur karena ia
telah melewati kelamnya malam yang membuat ia ketakutan. Sedangkan rakaat kedua
sebagai rasa syukur atas kehadiran fajar yang membangkitkan rasa damai.
Kini, berkaitan dengan shalat yang satu ini, bagaimanakah pesan
Rasulullah Saw.?
Dalam hal ini, Rasulullah Saw. berpesan, "Seandainya manusia mengetahui pahala dalam azan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mampu mendapatkannya selain dengan diundi, tentu mereka saling mengundi. Seandainya mereka mengetahui pahala melaksanakan shalat lebih awal, tentu mereka akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan, seandainya mereka tahu pahala dalam shalat 'Isya' dan Shubuh, tentang mereka akan menghadiri keduanya walaupun harus merangkak." (HR Al-Bukhari).
Ya, seandainya manusia mengetahui, seandainya mereka mengetahui, dan seandainya mereka mengetahui. Kalimat itu diulang-ulang Rasulullah Saw., seakan beliau sangat menyayangkan bila umatnya tidak melaksanakan shalat 'Isya dan Shubuh. Hal itu boleh jadi karena Allah Swt. telah memperlihatkan kepada beliau pahala dan keutamaan yang akan didapatkan manusia manakala mereka melaksanakan dua shalat itu secara berjamaah.
Tidak hanya itu. Malah, barang siapa melaksanakan shalat Shubuh berjamaah di masjid, ia akan mendapatkan jaminan dari Allah Swt. Jundub ibn 'Abdurrahman menuturkan bahwa Rasulullah Saw. berpesan, "Barang siapa menunaikan shalat Shubuh, maka dia berada dalam jaminan Allah. Karena itu, janganlah sekali-kali kalian membuat Allah sampai meminta jaminan-Nya itu sedikit pun. Ini karena barang siapa diminta jaminannya, maka Allah akan mendapatkannya, kemudian Dia akan mencampakkan dirinya ke dalam api neraka." (HR Al-Bukhari).
No comments:
Post a Comment