Thursday, August 18, 2011

"Kami pun Ingin Beri'tikaf, Tapi..."


“Mas, enak ya orang-orang lain di bulan Ramadhan seperti saat ini,” ucap seorang dokter spesialis, seraya menarik napas panjang, kepada penulis.
“Maksud Anda apa?”
“Coba bayangkan,” jawabnya lirih seraya menatap bintang-bintang dari balkon. “Di bulan Ramadhan yang suci ini, orang-orang lain sangat leluasa melakukan pelbagai ibadah. Sementara gerak kami dapat dikatakan terbatas sekali. Misalkan saja, orang-orang lain dapat beri‘tikaf begitu leluasa sepanjang malam di bulan suci ini. Sedangkan kami, khususnya kami para dokter spesialis, dari pagi hingga pagi berikutnya, harus senantiasa siap menangani para pasien. Malah, kadang, baru memejamkan mata sebentar, telpon demi telpon berdering dari rumah sakit yang mengharuskan kami menerima konsul. Kemudian, ketika baru mau memejamkan mata lagi, kerap telpon demi telpon berdering lagi. Bagaimana kami dapat beri‘tikaf? Kalau begitu, di manakah keadilan Allah Swt. bagi orang-orang yang berprofesi seperti kami: enak bagi orang lain, tidak enak bagi kami.”

Menerima pertanyaan yang memikat itu, sejenak penulis menarik napas panjang. Dan, tak lama kemudian, tiba-tiba benak penulis “melayang-layang” menuju Madinah, teringat kisah ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Kisah yang merupakan jawaban pertanyaan yang memikat itu sebagai berikut:

Kehadiran bulan Ramadhan tak pernah sepi dari sambutan kaum Muslim. Demikian pula yang dilakukan ‘Abdullah ibn Al-‘Abbbas, seorang sahabat dan saudara sepupu Rasulullah Saw. yang terkenal sebagai seorang ahli tafsir dan bernama lengkap Abu Al-‘Abbas ‘Abdullah bin Al-‘Abbas ibn ‘Abdul Muththalib ibn Hasyim ibn ‘Abd Manaf. Putra pasangan suami-istri Al-‘Abbas ibn ‘Abdul Muththalib dan Ummu Fadhil Lubabah Al-Kubra binti Al-Harits ini lahir tiga tahun sebelum Hijrah di Makkah, kala Bani Hasyim sedang diboikot kaum Quraisy di Al-Syi‘b. Ia lebih dahulu memeluk Islam daripada ayahnya.

Di samping cerdas, sahabat yang baru berusia 13 tahun kala Rasulullah Saw. wafat ini juga dikenal memiliki ingatan sangat kuat. Selain itu, tokoh yang pernah menjabat sebagai Gubernur Basrah pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abu Thalib ini juga dikenal sebagai ilmuwan yang berwawasan luas dan “Bapak Ahli Tafsir (Al-Quran)”. Ini karena ia adalah sahabat Rasulullah Saw. yang pertama kali menyusun tafsir Al-Quran.

Hari itu, ‘Abdullah ibn Al-‘Abbas sedang beri‘tikaf di Masjid Nabawi, Madinah. Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba seorang pria datang menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya.
“Wahai Saudaraku,” ucap ‘Abdullah ibn Al-‘Abbas selepas menjawab ucapan salam tamunya itu. “Kulihat engkau begitu resah dan gelisah, ada apa?”
“Benar, wahai putra Al-‘Abbas! Aku memiliki utang kepada seseorang. Demi penghuni makam itu (maksudnya Rasulullah Saw.), aku tak mampu melunasi utang itu!” jawab pria itu dengan perasaan sedih dan malu.
“Saudaraku! Bolehkah aku berbicara kepada orang itu?” ucap cucu ‘Abdul-Muththalib yang kelak wafat di Thaif itu.
“Tentu! Silakan, jika hal itu menurutmu pantas,” jawab pria itu sambil berterima kasih.

‘Abdullah ibn Al-‘Abbas pun keluar dari Masjid Nabawi dan mengenakan sandalnya. Melihat hal itu, seseorang menegurnya, “Wahai ‘Abdullah ibn Al-‘Abbas! Kenapa engkau keluar dari masjid? Lupakah engkau bahwa engkau sedang beri‘tikaf?!”
“Tidak, Saudaraku!” jawab tokoh yang mendapat sejumlah gelar, antara lain “Al-Bahr” (Samudera), “Al-Hibr” (Yang Tampan), dan “Tarjuman Al-Qur’an” (Juru bicara Al-Qur’an) itu. “Tetapi, aku pernah mendengar penghuni makam itu bersabda, ‘Barang siapa berjalan untuk memenuhi keperluan saudaranya dan berupaya sungguh-sungguh untuk memenuhi keperluan itu, maka hal itu lebih utama baginya ketimbang sepuluh tahun beri‘tikaf. Dan barang siapa yang beri‘tikaf satu hari karena mengharapkan ridha Allah, maka Allah Swt. akan menjauhkan antara dirinya dan neraka sejauh tiga parit, yang jarak antara satu parit dengan parit lainnya lebih jauh ketimbang jarak antara langit dan bumi.’”

Teringat kisah tersebut, penulis pun segera menyampaikannya kepada dokter tersebut seraya berucap, “Jangan lupa, niatkan seluruh langkah Anda demi Allah Swt. semata!” (arofiusmani.blogspot.com/)

No comments: