Sunday, August 28, 2011
Munajat Akhir Ramadhan
“Ya Allah, doa apakah yang selayaknya kupanjatkan kepada-Mu di akhir bulan-Mu yang mulia ini? Sebelum ini, setiap siang dan malam, pelbagai doa telah kumohonkan kepada-Mu, sesuai dengan perintah-Mu, ‘Berdoalah kalian, niscaya akan Aku penuhi doa kalian.' Walau sejatinya Engkau sejak awal telah tahu dan tetapkan segala sesuatu yang paling tepat dan layak untuk setiap hamba-Mu,” gumam penulis tadi, di dini hari di rumah yang sangat sunyi. Sendiri.
Entah kenapa, dalam kesunyian yang benar-benar sangat sunyi tersebut, tiba-tiba benak penulis “melayang-layang” ke Madinah. Kali ini, entah kenapa pula, yang membara dalam benak adalah sosok seorang sahabat yang santun dan berperilaku sangat lurus: Abu Bakar Al-Shiddiq. Lembaran sejarah Islam menorehkan, khalifah pertama dalam sejarah Islam (berkuasa antara 11-13 H/632-634 M) ini bernama lengkap ‘Abdullah ibn Abu Quhafah ‘Utsman ibn ‘Amir ibn ‘Umar ibn Ka‘b ibn Sa‘d ibn Taim ibn Murrah ibn Ka‘b ibn Lu’ayyi ibn Thalib ibn Fihr ibn Nadr ibn Malik at-Taimi al-Qurasyi, dengan nama ‘Abdul Ka‘bah. Sedangkan ibundanya, Ummu Khair Salma ibnti Sakhr, seorang wanita dari suku Quraisy. Ia lahir dua tahun setelah Tahun Gajah. Dengan kata lain, ia lebih muda dua tahun dari Rasul Saw., yakni lahir pada 573 M.
Khalifah yang berasal dari Bani Tamim ini telah menjadi sahabat karib Rasul Saw. sebelum beliau menjadi Nabi. Malah, beliaulah yang mengubah namanya menjadi bernama ‘Abdullah. Kemudian, ketika beliau diutus sebagai nabi, pedagang yang berbudi dan hidup berkecukupan ini menjadi pria dewasa pertama yang mengakui kedudukan beliau sebagai nabi. Keislamannya mendorong sejumlah tokoh Quraisy mengikuti jejak langkahnya. Di antara mereka adalah ‘Utsman ibn ‘Affan, Al-Zubair ibn Al-‘Awwam, Sa‘d ibn Abu Waqqash, dan ‘Abddurrahman ibn ‘Auf.
Ketika Rasul Saw. meninggalkan Makkah, pada malam hari 12 Rabi‘ Al-Awwal tahun pertama Hijrah yang bertepatan dengan 28 Juni 622 M, dan berhijrah ke Madinah, Abu Bakar dipilih beliau untuk menyertai beliau. Kemudian, ketika Rasul Saw. wafat, ia diangkat sebagai khalifah. Jabatan itu ia duduki melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Rasulullah saw wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Itulah antara lain yang menyulut kemarahan keluarga Nabi Muhammad saw, khususnya Fathimah Al-Zahra’: mengapa mereka demikian terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti Rasul Saw. sebelum pemakaman dan tidak mengikutsertakan keluarga dekat beliau. Tetapi, penyelenggaraan pertemuan di Tsaqifah Bani Sa‘idah tersebut sejatinya tidak direncanakan terlebih dahulu. Sebaliknya, pertemuan itu berlangsung karena terdorong keadaan yang sangat genting.
Selepas Rasul Saw. dimakamkan di rumah ‘A’isyah, pada Selasa petang, menjelang shalat ‘Isya’ di Masjid Nabawi, Abu Bakar Al-Shiddiq mengucapkan pidato kekhalifahannya yang pertama di hadapan kaum Muhajirun dan kaum Anshar yang membentuk tiang agung kekuatan Islam kala itu. Dan, selama Abu Bakr menduduki jabatan khalifah, Islam kian mengepakkan sayapnya. Agama ini pun mulai memasuki kawasan yang berada di bawah kekuasaan Imperium Romawi dan Persia. Namun, karena masa pemerintahannya yang pendek, perluasan ke arah kedua kawasan itu baru benar-benar terpancang kuat pada masa pemerintahan ‘Umar ibn Al-Khaththab.
Tokoh yang mendapat gelar “Al-Shiddiq”, karena membenarkan perjalanan Isra’ dan Mi‘raj yang dilakukan Rasul Saw., berpulang pada Senin, 22 Jumadil Akhir 13 H/22 Agustus 634 M, dengan meninggalkan enam putra-putri: ‘Abdullah (meninggal dunia pada tahun pertama kekhilafahan sang ayah), Asma’ (istri Al-Zubair ibn Al-‘Awwam), ‘Abdurrahman, ‘A’isyah (istri Rasul Saw.), Muhammad (gubernur Mesir pada masa pemerintahan ‘Ali ibn Abu Thalib), dan Ummu Kaltsum (lahir selepas Abu Bakar berpulang).
Nah, menjelang Abu Bakar Al-Shiddiq berpulang, sejumlah sahabat mendatangi sang khalifah yang kala itu sedang sakit. Selepas berbagi sapa sejenak dengan mertua tercinta Rasul Saw. itu, mereka kemudian berucap kepadanya, “Wahai khalifah Rasulullah saw. Bekalilah kami. Sesungguhnya kami melihat kemuliaan ada pada dirimu.”
“Wahai saudara-saudaraku,” jawab Abu Bakar Al-Shiddiq seraya menahan sakit. “Perlu kalian ketahui, barang siapa mengucapkan doa berikut dan kemudian ia mati, ruhnya akan berada di ufuk yang nyata.”
“Apakah ufuk yang nyata itu?” tanya mereka penuh rasa ingin tahu dan penasaran.
“Kawasan nyaman lagi menawan di depan ’Arsy. Di situ terdapat taman-taman Allah, sungai-sungai, dan pohon-pohon yang setiap hari dilimpahi seratus rahmat. Barang siapa mengucapkan doa berikut yang termaktub dalam kandungan pelbagai ayat-ayat Al-Quran ini, Allah Swt. akan menjadikan ruhnya di tempat itu:
“Ya Allah, sungguh, Engkaulah yang memulai penciptaan tan¬pa keperluan bagi-Mu kepada mereka. Kemudian, Engkau ciptakan mereka menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk surga dan satu kelompok untuk neraka. Karena itu, jadikanlah aku untuk surga dan janganlah Engkau jadikan aku untuk neraka.
Ya Allah, sungguh, Engkau ciptakan makhluk menjadi beberapa kelompok dan Engkau pilah-pilah mereka sebelum Engkau menciptakan mereka. Lalu, Engkau jadikan di antara mereka orang yang celaka, orang yang bahagia, orang yang sesat, dan orang yang memeroleh petunjuk. Karena itu, ya Allah, janganlah Engkau celakakan aku dengan pelbagai perbuatan maksiat kepada-Mu. Sungguh, Engkau mengetahui segala sesuatu yang di¬lakukan setiap jiwa sebelum Engkau menciptakannya. Karena tiada tempat lari dari segala sesuatu yang Engkau ketahui, jadikanlah aku termasuk orang yang Engkau tetapkan sebagai orang senantiasa taat kepada-Mu.
Ya Allah, sungguh, tiada seorang pun menghendaki sesuatu hingga Engkau kehendaki. Karena itu, sesuai dengan kehendak-Mu, jadikanlah aku menghendaki segala sesuatu yang dapat mendekatkan diriku kepada-Mu. Sung¬guh, Engkaulah yang menentukan setiap gerak hamba-hamba-Mu. Sehingga, tidaklah bergerak sesuatu pun kecuali dengan izin-Mu. Karena itu, jadikanlah segala ¬gerakku dalam takwa kepada-Mu.
Ya Allah, sungguh, Engkaulah yang menciptakan kebaikan dan kejelekan. Juga, Engkau jadikan bagi masing-masing dari keduanya orang-orang yang melakukannya. Karena itu, jadikanlah aku termasuk yang terbaik di antara dua bagian itu.
Ya Allah, sungguh, Engkau telah menciptakan surga dan neraka. Juga, Engkau jadikan penghuninya bagi masing-masing dari keduanya. Karena itu, jadikanlah aku termasuk penghuni surga-Mu, ya Allah! Sungguh¬, manakala Engkau menghendaki suatu kaum menuju kesesatan, maka Engkau sempitkan dada mereka karenanya. Karena itu, ya Allah, bukalah dadaku untuk menerima iman dan hiaskanlah iman dalam kalbuku.
Ya Allah, sungguh, Engkau mengatur segala sesuatu dan menjadikan tempat kembali mereka kepada-Mu. Karena itu, hidupkanlah aku selepas mati dengan kehidupan yang baik dan dekatkanlah aku kepada-Mu sedekat-dekatnya. Dan, walau ada orang-orang yang kala pagi maupun senja hari kepercayaannya dan ha¬rapannya adalah kepada selain Engkau, namun Engkaulah kepercayaan dan harapanku. Tiada daya dan upaya selain dengan pertolongan-Mu, Amin.”
Teringat doa Abu Bakar Al-Shiddiq tersebut, penulis menjadikan doa tersebut sebagai munajat di dini hari tadi. Kiranya Allah Swt. menerima doa yang indah tersebut, Amin ya Mujib Al-Sa’ilin.
Dan, sebagai penutup tulisan di bulan Ramadhan ini, sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan, kesalahan, kekhilafan, kealpaan, dan tindakan, sikap, dan ungkapan kata yang tidak menyenangkan dan menyakitkan, penulis memohon maaf sebesar-besarnya dan “Allahumma Taqqabbal Shiyamana wa Ij‘alna min al-‘Aidin wa al-Faizin wa al-Maqbulin, Kullu Sanah wa Antum bi Khair, Selamat Id Mubarak”. (arofiusmani.blogspot.com/)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment