FARUQ AL-BAZ:
Ilmuwan Muslim di Balik Peluncuran
Pesawat Antariksa Apollo 11
Kennedy Space Center NASA, Florida,
Amerika Serikat.
Hari itu 16 Juli 1969. Begitu aba-aba, “Three…Two…One!”
usai digemakan dari pusat kontrol Kennedy Space Center NASA (The National
Aeronautics and Space Administration) tepat pada pukul 09.32 pagi waktu
setempat, roket Saturn V yang mengangkut pesawat antariksa Apollo 11 pun meluncur
dengan sangat cepat menembus angkasa, dengan membawa tiga astonot: Neil
Amstrong (38 tahun), Edwin Eugene Aldrin (39 tahun), dan Michael Collins (38
tahun). Berbarengan dengan gemuruh suara roket tersebut, gemuruh pula tepuk
tangan di pusat antariksa itu, mengiringi keberhasilan peluncuran roket
tersebut.
Pesawat antariksa Apollo 11 sendiri,
yang “didorong” roket Saturn V tersebut, terdiri dari tiga bagian: Command Module, Service
Module, dan Lunar Module. Command Module terdiri dari sebuah
kabin untuk tiga astronot. Modul ini merupakan satu-satunya bagian dari pesawat
antariksa Apollo 11 yang kembali ke bumi. Modul ini, oleh NASA, dinamakan
Columbia. Service Module merupakan modul yang menyediakan sumber energi
seperti tenaga pendorong, listrik, oksigen, dan air bagi Command Module.
Sedangkan Lunar Module, yang disebut “The Eagle”, digunakan untuk mendarat
di bulan.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 20
Juli 1969, dua astronot, Amstrong dan “Buzz” Aldrin, keluar dari Command
Module dan naik “The Eagle”. Tepat pada pukul 16. 17, “The Eagle” mendarat di permukaan bulan. Tidak lama
kemudian, Neil Amstrong melaporkan ke Space Center Houston dengan penuh suka
cita, “Houston, this is Tranquility Base. The Eagle has landed. Houston,
ini Landasan Ketenangan. The Eagle telah mendarat.”
Tidak lama kemudian, tepat pada pukul
16. 56, Amstrong keluar dari “The Eagle”, lewat tangga. Ketika menjejakkan
kakinya di Bulan, ia pun berseru, “That’s one small step for man, one giant
leap for mankind.” Dua puluh menit kemudian, Aldrin mengikuti jejak
Amstrong. Selama menapaki permukaan Bulan, selama sekitar empat jam, dua
astronot itu melakukan beberapa eksperimen ilmiah, mengumpulkan bebatuan bulan,
menegakkan bendera Amerika Serikat, dan memancangkan sebuah plakat bertuliskan:
“Here Men from the Planet Earth, First Set Foot upon the Moon, July 1969 A.D.
We Came in Peace for All Mankind”.
Itulah salah satu peristiwa historis
yang mengukir sejarah masa modern umat manusia. Namun, tidak banyak yang tahu,
sejatinya di balik peluncuran Apollo 11 tersebut, juga Apollo-Apollo lain, ada
seorang ilmuwan Muslim yang sangat besar perannya dalam proyek tersebut. Faruq
Al-Baz, itulah ilmuwan Muslim yang ikut berperan dalam program pendaratan
pesawat antariksa
Apollo 11 tersebut. Kini, bagaimanakah kisah hidup ilmuwan
yang satu ini?
Faruq Al-Baz lahir di Zaqaziq, Daqahliyah, Mesir pada
Ahad, 10 Dzulqa‘dah 1359 H/1 Januari 1938 M. Ilmuwan yang yang
namanya lebih kerap ditulis “Farouk El Baz” ini meniti pendidikan tinggi di Universitas ‘Ain Syams, Kairo. Selepas meraih
gelar sarjana, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat. Pada 1384
H/1964 M, ia berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Missouri-Rola di
bidang geologi. Selepas itu, ilmuwan yang pernah menjadi penasihat Presiden
Anwar Sadat, presiden ketiga Mesir, di bidang sains itu kemudian menjadi staf
pengajar di Universitas Assyut, Mesir (1958-1960) dan Universitas Heidelberg,
Jerman (1964-1965).
Ketika Proyek Apollo NASA mulai digelar,
kala itu Faruq Al-Baz sedang bekerja di Bellcomm, Inc., salah satu divisi dari
AT & T. Ia kemudian bergabung dengan proyek tersebut dan selama enam tahun
berikut ia menjadi sekretaris tim pemilihan lokasi pendaratan pesawat antariksa
tersebut. Selain itu, ia juga menjadi Ketua Tim Pelatihan Astronot dan peneliti
utama pengamatan visual dan fotografi. Kemudian selepas Program Apollo berakhir
pada 1393 H/1972 M, tokoh yang oleh para astronot disebut “The King” ini
bergabung dengan Smithsonian Institution di Washington DC (1393-1403
H/1972-1983 M), untuk mendirikan dan menjabat Direktur Center for Earth and
Planetary Studies. Pada saat yang sama, ia dipilih oleh International
Astronomical Union sebagai anggota Lunar Nomenclature Task Group. Di sisi lain,
selama empat tahun antara 1402-1406 H/1982-1986 M, ia menjadi Wakil Ketua
International Development for Science and Technology.
Karena pelbagai jasanya sebagai ilmuwan, Al-Baz menerima pelbagai
penghargaan ilmiah. Antara lain, NASA’s Apollo Achievement Award, Exceptional Scientific Achievement
Medal and Special Recognition Award, Certificate of Merit of the World
Aerospace Education Organization, Arab Republic of Egypt Order of Merit-First
Class, Outstanding Achievement Award dari Egyptian-American Organization, Award for Public Understanding of Science and
Technology dari
American Association for the Advancement of Science, dan Michael T Halbouty Human Needs Award dari American Association of Petroleum
Geologists. Selain itu, nama Al-Baz juga ini diabadikan Geological Society
dalam sebuah award, “Farooq Al-Baaz Award for Desert Research”, yang senantiasa
diberikan setiap tahun.
Ilmuwan yang menjadi pelopor
penerapan fotografi udara dalam penelitian kawasan kering kerontang dan
berperan serta dalam mengembangkan penelitian lapangan antar-disiplin sebagian
besar padang pasir di dunia ini juga
pernah menjabat Pusat Pengindraan Jauh di Universitas Boston, Amerika Serikat
dan anggota RAND-Qatar Policy Institute Board of Overseers. Selain itu,
sederet jabatan lain pernah diduduki saudara kandung Osama Al-Baz, salah
seorang penasihat mantan presiden Mesir, Husni Mubarak, ini. Antara lain
sebagai staf pengajar Universitas Boston dan Vice President Itek Optical
Systems of Lexington.
Perjalanan
hidup seorang ilmuwan yang sarat pengalaman. Di sisi lain, sejatinya dewasa ini
dapat dikatakan, banyak “Faruq Al-Baz-Faruq Al-Baz” lain, alias para ilmuwan
Muslim, yang bertebaran di berbagai permukaan Bumi dan besar perannya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Namun, seperti halnya Faruq
Al-Baz, mereka lebih suka bergerak di belakang layar!
No comments:
Post a Comment