KH MUNAWWIR:
Perintis Tahfizh Al-Quran
di Indonesia
Kini, kita masih di Yogyakarta.
Mungkin Anda tahu, di bagian selatan
Kota Pelajar itu tegak sebuah pondok pesantren besar. Ya, itulah Pondok
Pesantren “Al-Munawwir”, Krapyak: sebuah pesantren yang terkenal telah
melahirkan para ulama dan ahli tentang Al-Quran.
Untuk menuju lokasi pesantren tersebut,
mari kita naik sepeda saja. Kita berangkat dari depan Gedung Agung yang
terletak di pusat keramaian Kota Yogyakarta, tepatnya di ujung selatan Jalan A.
Yani, dengan mengayuhkan sepeda ke arah selatan. Setelah melintasi perempatan,
kita bergerak lurus saja ke arah Alun-Alun Utara. Setelah sampai di alun-alun
tersebut, kita belok ke kanan menuju ke arah Jalan Kauman, dengan melintasi
Masjid Besar Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Nah, setelah berada di Jalan
Kauman, sepeda yang kita naiki kita arahkan ke arah selatan, dengan melintasi
Taman Sari. Dari situ, tanyakan ke mana arah menuju Alun-Alun Selatan. Dari
alun-alun tersebut, bergeraklah menuju ke arah selatan, menuju ke Jalan
Panjaitan. Setelah berada di Jalan Panjaitan, kayuhlah sepeda Anda ke selatan
sampai di sebelah kiri Anda menemukan sebuah plang yang bertuliskan Pondok
Pesantren “Al-Munawwir”. Ya, di situlah Pondok Pesantren “Al-Munawwir” Krapyak,
Yogyakarta berada.
Usia pondok pesantren ini sejatinya cukup
lama: 104 tahun. Ini karena awal perjalanan pondok pesantren ini bermula pada
1911. Kala itu, perintis dan pendiri pondok pesantren ini, KH Munawwir, mulai
membuka pengajian di Kampung Kauman, tidak lama setelah pulang dari Makkah dan
menimba ilmu di Tanah Suci itu selama 21 tahun. Karena jumlah para santrinya
kian banyak, maka tempat pengajian itu kemudian dipindahkan ke Desa Krapyak
Kulon. Tempat pengajian itu kemudian kian berkembang dan akhirnya menjadi
sebuah pondok pesantren.
Pada awal berdirinya, pesantren ini
menekankan pengajaran Al-Quran. Baik dengan membaca langsung (bi al-nadzar)
atau dengan hapalan (bi al-ghaib). Kemudian dari pelajaran Al-Quran bi
al-ghaib tersebut dilanjutkan dengan pelajaran qirâ’at sab‘ah, tujuh
macam bacaan Al-Quran oleh Nafi‘ bin Na‘im (berpulang pada 109 H) dari Madinah,
Abu Ma‘bad ‘Abdullah bin Katsir atau Ibn Katsir
(berpulang pada 120 H/738 M)
dari Makkah, ‘Abdullah bin ‘Amir (berpulang pada 118 H/736 M)
dari Syam, Abu ‘Amr bin Al-A‘la (berpulang pada 154 H/771 M) dari Bashrah, Abu Bakar ‘Ashim bin Abu Al-Nujud
(berpulang pada 127 H/745 M),
Abu ‘Imarah Hamzah bin Habib (berpulang pada 216 H/831 M), dan ‘Abdul Hasan ‘Ali bin
Hamzah Al-Kisa’i (berpulang pada 189 H/805 M), dari Kufah. Melengkapi pelajaran Al-Quran,
diberikan pula pelajaran berbagai kitab fikih, tafsir, dan kitab-kitab agama
lainnya. Karena itu, dapat dikatakan, pendiri
pondok pesantren sebagai perintis pendidikan penghapalan Al-Quran secara
sistematis di Indonesia.
Kini, bagaimanakah perjalanan hidup
pondok pesantren tersebut?
Kiai
Haji Mohammad Munawwir, kiai yang
pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Krayak, Yogyakarta ini
lahir di Kauman, kampung para santri
di belakang Masjid
Besar Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Selepas menimba ilmu di berbagai
pesantren, antara lain kepada
Syaikhuna Khalil Bangkalan, Madura
dan Kiai Haji Saleh nDarat, Semarang, putra kedua
pasangan Kiai Haji Abdullah Rosyad dan Khodijah ini bertolak ke Makkah, Arab
Saudi, untuk menimba ilmu. Selama menimba ilmu di Tanah Suci,
selama sekitar 21 tahun, kiai yang telah
hapal Al-Quran ketika berusia 10 tahun itu berguru kepada sejumlah ulama besar
di Makkah dan Madinah. Antara lain ia
belajar qira’ah sab‘ah kepada Syeikh Yusuf Hajar.
Selepas
tiba kembali di Tanah Air pada 1327
H/1909 M, adik kandung
Kiai Mudzakkir, ayahanda Prof. Abdul
Kahar Mudzakkir, yang kelak menjadi
tokoh Muhammadiyah, ini lantas
membuka pengajian Al-Quran di rumah asalnya, Kauman, Yogyakarta. Ketika
pengajiannya kian berkembang, cucu Kiai
Haji Hasan Bashari yang
dikenal pula dengan
sebutan Kasan Besari,
ajudan dan sekaligus komandan
pasukan Pangeran Diponegoro untuk daerah Kedu ketika menghadapi
pasukan Belanda, ini
memindahkan tempat
pengajiannya ke luar kota. Pilihannya
jatuh pada desa Krapyak, sekitar 5 kilometer arah selatan
Keraton Yogyakarta.
Pada 1328 H/1910 M kiai yang pernah
mendapat pesan dari gurunya, Syaikhuna Khalil Bangkalan, Madura, “Jadilah engkau
bagaikan air, diperlukan oleh siapa pun dan kapan pun. Dan, janganlah
engkau menjadi bagaikan kalajengking,
siapa yang melihatnya
akan ketakutan” ini pun mulai menempati tempat baru
yang kemudian terkenal dengan nama Pondok Pesantren Krapyak yang
pembangunan pertamanya rampung pada 1346 H/1927 M. Segera,
pesantren yang semula mengkhususkan
pada kajian Al-Quran,
yang qira’ahnya berdasarkan
qira’ah Imam ‘Ashim (Abu
Bakar ‘Ashim bin Abu Al-Najudi Al-Kufi bin Bahdalah) menurut
riwayat Imam Hafsh (Abu ‘Umar Hafsh bin Sulaiman bin Al-Mughirah Al-Bazzaz), ini berkembang. Dan,
pengasuh pesantren ini kembali
kepada Sang Pencipta pada
12 Jumada Al-Tsaniyyah 1361 H/26 Juni
1942 M selepas melaksanakan shalat Jumat dalam
kompleks pesantren yang ia dirikan.
Kini, dapat dikatakan, beberapa
pesantren tahfizh Al-Quran besar di Jawa bermuara kepada KH Munawwir. Misalnya
Pesantren Yanbu‘ Al-Quran, Kudus (didirikan KH Arwani Amin), Pesantren Al-Mu’ayyad,
Mangkuyudan, Solo (didirikan KH Ahmad Umar), Pesantren Al-Asy‘ariyah, Kalibeber,
Wonosobo (didirikan KH Muntaha), Pesantren Kempek, Cirebon (didirikan KH Umar
Sholeh), Pesantren Benda Bumiayu, Brebes (didirikan KH Suhaimi), dan pesantren
Sunan Pandanaran, Sleman, Yogyakarta. Dan, “taburan” benih pengajaran Al-Quran
yang dirintis KH Munawwir kini telah membuahkan hasil yang luar biasa. Kini,
ribuan penghapal Al-Quran bermunculan di Indonesia. Rintisan dan teladan kehidupan
yang indah!
No comments:
Post a Comment