Monday, July 21, 2014

KH MUNAWWIR:
Perintis Tahfizh Al-Quran di Indonesia

Kini, kita masih di Yogyakarta.

Mungkin Anda tahu, di bagian selatan Kota Pelajar itu tegak sebuah pondok pesantren besar. Ya, itulah Pondok Pesantren “Al-Munawwir”, Krapyak: sebuah pesantren yang terkenal telah melahirkan para ulama dan ahli tentang Al-Quran.

Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, mari kita naik sepeda saja. Kita berangkat dari depan Gedung Agung yang terletak di pusat keramaian Kota Yogyakarta, tepatnya di ujung selatan Jalan A. Yani, dengan mengayuhkan sepeda ke arah selatan. Setelah melintasi perempatan, kita bergerak lurus saja ke arah Alun-Alun Utara. Setelah sampai di alun-alun tersebut, kita belok ke kanan menuju ke arah Jalan Kauman, dengan melintasi Masjid Besar Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Nah, setelah berada di Jalan Kauman, sepeda yang kita naiki kita arahkan ke arah selatan, dengan melintasi Taman Sari. Dari situ, tanyakan ke mana arah menuju Alun-Alun Selatan. Dari alun-alun tersebut, bergeraklah menuju ke arah selatan, menuju ke Jalan Panjaitan. Setelah berada di Jalan Panjaitan, kayuhlah sepeda Anda ke selatan sampai di sebelah kiri Anda menemukan sebuah plang yang bertuliskan Pondok Pesantren “Al-Munawwir”. Ya, di situlah Pondok Pesantren “Al-Munawwir” Krapyak, Yogyakarta berada.

Usia pondok pesantren ini sejatinya cukup lama: 104 tahun. Ini karena awal perjalanan pondok pesantren ini bermula pada 1911. Kala itu, perintis dan pendiri pondok pesantren ini, KH Munawwir, mulai membuka pengajian di Kampung Kauman, tidak lama setelah pulang dari Makkah dan menimba ilmu di Tanah Suci itu selama 21 tahun. Karena jumlah para santrinya kian banyak, maka tempat pengajian itu kemudian dipindahkan ke Desa Krapyak Kulon. Tempat pengajian itu kemudian kian berkembang dan akhirnya menjadi sebuah pondok pesantren. 

Pada awal berdirinya, pesantren ini menekankan pengajaran Al-Quran. Baik dengan membaca langsung (bi al-nadzar) atau dengan hapalan (bi al-ghaib). Kemudian dari pelajaran Al-Quran bi al-ghaib tersebut dilanjutkan dengan pelajaran qirâ’at sab‘ah, tujuh macam bacaan Al-Quran oleh Nafi‘ bin Na‘im (berpulang pada 109 H) dari Madinah, Abu Ma‘bad ‘Abdullah bin Katsir atau Ibn Katsir  (berpulang pada  120 H/738 M) dari  Makkah,  ‘Abdullah bin ‘Amir (berpulang pada 118  H/736 M)  dari Syam, Abu ‘Amr bin Al-A‘la (berpulang pada 154  H/771 M) dari Bashrah, Abu Bakar ‘Ashim bin Abu  Al-Nujud  (berpulang pada 127 H/745 M),  Abu  ‘Imarah Hamzah  bin  Habib  (berpulang pada 216 H/831  M), dan ‘Abdul Hasan  ‘Ali bin  Hamzah Al-Kisa’i (berpulang pada 189 H/805 M),  dari Kufah. Melengkapi pelajaran Al-Quran, diberikan pula pelajaran berbagai kitab fikih, tafsir, dan kitab-kitab agama lainnya.  Karena itu, dapat dikatakan, pendiri pondok pesantren sebagai perintis pendidikan penghapalan Al-Quran secara sistematis di Indonesia.

Kini, bagaimanakah perjalanan hidup pondok pesantren tersebut?

Kiai  Haji Mohammad Munawwir,  kiai yang pendiri  dan  pengasuh Pondok Pesantren Krayak, Yogyakarta ini lahir di Kauman,  kampung para  santri  di  belakang  Masjid  Besar  Keraton  Ngayogyokarto Hadiningrat.  Selepas menimba ilmu di berbagai pesantren,  antara lain  kepada  Syaikhuna Khalil Bangkalan, Madura  dan  Kiai  Haji Saleh nDarat, Semarang, putra kedua pasangan Kiai Haji  Abdullah Rosyad  dan Khodijah ini bertolak ke Makkah, Arab Saudi,  untuk menimba  ilmu. Selama menimba ilmu di Tanah Suci, selama  sekitar 21 tahun, kiai yang telah hapal Al-Quran ketika berusia 10 tahun itu berguru kepada sejumlah ulama besar di Makkah  dan Madinah. Antara lain ia belajar qira’ah sab‘ah kepada Syeikh Yusuf Hajar.
   
Selepas  tiba  kembali  di Tanah Air pada  1327  H/1909  M,  adik kandung  Kiai  Mudzakkir, ayahanda Prof. Abdul Kahar Mudzakkir,  yang  kelak menjadi  tokoh Muhammadiyah,  ini  lantas  membuka pengajian Al-Quran di rumah asalnya, Kauman, Yogyakarta. Ketika pengajiannya  kian berkembang, cucu Kiai Haji  Hasan  Bashari yang  dikenal  pula  dengan  sebutan  Kasan  Besari,  ajudan  dan sekaligus komandan pasukan Pangeran Diponegoro untuk daerah Kedu ketika   menghadapi  pasukan  Belanda,  ini  memindahkan   tempat pengajiannya  ke luar kota. Pilihannya jatuh pada  desa  Krapyak, sekitar 5 kilometer arah selatan Keraton Yogyakarta.

Pada 1328 H/1910 M kiai yang pernah mendapat pesan dari  gurunya, Syaikhuna  Khalil Bangkalan, Madura, “Jadilah  engkau  bagaikan air, diperlukan oleh siapa pun dan kapan pun. Dan, janganlah engkau menjadi   bagaikan  kalajengking,  siapa  yang  melihatnya   akan ketakutan”  ini  pun mulai menempati tempat  baru  yang  kemudian terkenal  dengan nama Pondok Pesantren Krapyak  yang  pembangunan pertamanya  rampung  pada 1346 H/1927 M.  Segera,  pesantren  yang semula  mengkhususkan  pada  kajian  Al-Quran,  yang  qira’ahnya berdasarkan qira’ah Imam ‘Ashim (Abu Bakar ‘Ashim bin Abu Al-Najudi Al-Kufi bin Bahdalah) menurut riwayat Imam Hafsh (Abu ‘Umar Hafsh bin Sulaiman bin Al-Mughirah Al-Bazzaz),   ini berkembang.  Dan,  pengasuh  pesantren ini  kembali  kepada  Sang Pencipta  pada  12 Jumada Al-Tsaniyyah 1361 H/26 Juni  1942  M  selepas melaksanakan shalat Jumat dalam kompleks pesantren yang ia dirikan.

Kini, dapat dikatakan, beberapa pesantren tahfizh Al-Quran besar di Jawa bermuara kepada KH Munawwir. Misalnya Pesantren Yanbu‘ Al-Quran, Kudus (didirikan KH Arwani Amin), Pesantren Al-Mu’ayyad, Mangkuyudan, Solo (didirikan KH Ahmad Umar), Pesantren Al-Asy‘ariyah, Kalibeber, Wonosobo (didirikan KH Muntaha), Pesantren Kempek, Cirebon (didirikan KH Umar Sholeh), Pesantren Benda Bumiayu, Brebes (didirikan KH Suhaimi), dan pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Yogyakarta. Dan, “taburan” benih pengajaran Al-Quran yang dirintis KH Munawwir kini telah membuahkan hasil yang luar biasa. Kini, ribuan penghapal Al-Quran bermunculan di Indonesia. Rintisan dan teladan kehidupan yang indah!


No comments: