IMAM
ZARKASYI:
Kiai yang
Senantiasa Menanamkan Pancajiwa
Sebuah buku
memikat atau film Negeri 5 Menara, pernahkah Anda membacanya atau
menontonnya?
Ya, tidak salah
lagi, buku atau film itu menuturkan kisah beberapa pemburu ilmu di Pondok Madani.
Para pembaca buku atau penonton film Negeri 5 Menara tentu tahu, Pondok
Madani tersebut sejatinya tidak lain adalah Pondok Modern Darussalam Gontor, sebuah
pesantren yang terletak di Desa Gontor,
Ponorogo, Jawa Timur. Gagasan pendirian pondok yang memiliki motto “Berdiri di Atas dan untuk Semua Golongan” ini sendiri bermula
dari Kongres Ummat Islam
di Surabaya pada 1345 H/1926 M.
Kongres memutuskan untuk mengirim wakilnya pada pertemuan umat
Islam di Makkah, Arab
Saudi. Ternyata, tidak mudah
untuk mendapatkan wakil yang
menguasai bahasa Arab dan Inggris. Akhirnya,
dikirim dua orang utusan, yaitu HOS Tjokroaminoto yang menguasai bahasa Inggris dan Kiai Haji Mas Mansur yang
menguasai bahasa Arab.
Peristiwa itu memicu tiga bersaudara, Kiai Haji Ahmad Sahal, Kiai Haji Zainuddin Fanani, dan
Kiai Haji Imam Zarkasyi, yang
kemudian dikenal dengan istilah “Trimurti”, bersepakat untuk
membangun kembali pondok pesantren peninggalan ayah mereka,
Kiai Raden Santoso Anom Besari,
seorang keturunan penyebar Islam di
daerah Ponorogo dan Madiun:
Kiai Ageng Hasan Bashari
atau Besari, seorang kiai yang
menantu Susuhunan Pakubuwono II.
Pesantren baru yang mulai dibuka pada Senin
Kliwon, 12 Rabi‘ Al-Awwal 1345 H/20
September 1926 M ini
memiliki format baru
yang berbeda dengan
pesantren tradisional:
mempertahankan sebagian tradisi salaf
dan mengadopsi lembaga pendidikan modern di luar negeri seperti Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir,
yang terkenal dengan
kedalaman ilmu-ilmu keislaman
dan wakafnya yang luas, Pondok Sanqith di Afrika, yang terkenal dengan kedermawanan dan
keikhlasan pemimpin-pemimpinnya, Universitas
Aligarh di India yang terkenal dengan filsafat dan sistem
pendidikan modernnya, dan Taman
Pendidikan Santiniketan ala Rabindranath Tagore di India yang terkenal
dengan kedamaian dan kesederhanaannya.
Nah, Kiai Haji Imam Zarkasyi adalah salah
satu perintis Pondok Modern Darussalam Gontor yang senantiasa menanamkan sikap
mandiri di antara santri-santrinya. Bagaimanakah kisah hidup kiai yang satu
ini?
Lahir di
Desa Gontor, Ponorogo, Jawa Timur pada Senin, 9
Rabi‘ Al-Awwal 1328 H/21 Maret
1910 M, dan selepas
menyelesaikan pendidikan dasar,
anak bungsu di antara
tujuh bersaudara dari keluarga yang masih ada pertalian kerabat dengan Keraton Kesepuhan Cirebon dan
Majapahit ini kemudian menimba ilmu pada sejumlah pondok pesantren di daerah
kelahirannya, Ponorogo: Joresan, Josari, Durisawo, dan Tegalsari, serta
Pondok Jamsaren (yang didirikan
Kiai Haji Zamahsyari atas dukungan
Susuhunan Surakarta) dan sekolah Manbaul Ulum (sekolah agama
klasikal yang juga didirikan
Keraton Surakarta) di Solo. Selain itu,
ia juga pernah belajar
di Hollandsch Inlandsche School
(HIS) dan Hollandsch Arabische
School (HAS).
Pada 1345 H/1926
M, ketika usia Imam Zarkasyi belum 16 tahun
dan masih menimba ilmu, ia bersama dua kakaknya, Ahmad
Sahal dan Zainuddin Fanani,
ikut merintis Pondok Modern Darussalam Gontor.
Hal ini
dilakukan untuk menolong lembaga pendidikan tradisional Islam milik
ayahandanya itu dari kemunduran. Upaya
itu berhasil. Sehingga,
ketiga kakak beradik itu pun dijuluki
“Trimurti Pondok Gontor”. Di pondok ini, anak didik disiapkan untuk mengembangkan
ilmu secara mandiri yang dirumuskan
sebagai berlandaskan “Pancajiwa”, yaitu Jiwa Keikhlasan, Jiwa Kesederhanaan, Jiwa Mandiri, Jiwa Ukhuwwah Islamiyyah, dan Jiwa
Bebas.
Empat tahun
kemudian kiai yang pernah
menjabat Ketua Majelis Pertimbangan Pengajaran
dan Pendidikan Agama
1951-1953 ini berangkat ke Sumatera Barat. Mula-mula ia belajar di
Thawalib, Padangpanjang,
kemudian di Kulliyatul Mu‘allimin
Al-Islamiyah (KMI), Padang yang
dipimpin Mahmud Yunus,
seorang penerjemah Al-Quran terkenal. Mungkin, berguru kepada
Mahmud Yunus itulah yang sangat
menentukan jalan hidupnya. Sistem di KMI itulah yang kemudian ia jadikan acuan
utama sistem pengajaran klasikal di Pondok Modern Gontor yang kemudian ia
kelola bersama dua saudaranya.
Selepas merampungkan pendidikan tersebut, Imam Zarkasyi
meniti karier di jalur pendidikan. Antara lain,
menjadi Direktur Sekolah Guru Islam,
Padang Sidempuan, Kepala
Bidang Pendidikan dan Pengajaran Kementerian
Agama Republik Indonesia,
Ketua Bagian Perencanaan
Pendidikan Agama Sekolah-Sekolah Negeri, dan Direktur Pondok Modern Gontor
Darussalam. Dan, kiai yang dikenal
terbuka ini berpulang ke hadirat Allah pada Selasa, 9 Sya‘ban 1405 H/30
April 1985 M, dalam usia 75 tahun,
dengan meninggalkan sejumlah karya tulis, antara lain Pedoman Pendidikan Modern,
Bimbingan Keimanan, Ushuluddin, dan kamus Durusullughah
Al-‘Arabiyyah.
Tidak terasa, 29
tahun telah berlalu sejak kiai kita ini berpulang ke hadirat Allah Swt. Kiranya
Pancajiwa, yaitu “Jiwa Keikhlasan,
Jiwa Kesederhanaan, Jiwa Mandiri, Jiwa Ukhuwwah Islamiyyah, dan Jiwa
Bebas”, yang senantiasa ditanamkan sang kiai, kepada para
santrinya, menular pula kepada kita semua. Semoga.
No comments:
Post a Comment