Wednesday, July 9, 2014

IMAM ZARKASYI:
Kiai yang Senantiasa Menanamkan Pancajiwa

Sebuah buku memikat atau film Negeri 5 Menara, pernahkah Anda membacanya atau menontonnya?

Ya, tidak salah lagi, buku atau film itu menuturkan kisah beberapa pemburu ilmu di Pondok Madani. Para pembaca buku atau penonton film Negeri 5 Menara tentu tahu, Pondok Madani tersebut sejatinya tidak lain adalah Pondok Modern Darussalam Gontor, sebuah pesantren yang  terletak di Desa  Gontor,  Ponorogo,  Jawa  Timur.  Gagasan pendirian pondok yang memiliki motto “Berdiri di Atas dan untuk Semua Golongan” ini sendiri  bermula  dari Kongres  Ummat  Islam  di Surabaya pada 1345  H/1926  M.  Kongres memutuskan untuk mengirim wakilnya pada pertemuan umat Islam  di Makkah,  Arab  Saudi. Ternyata, tidak mudah  untuk  mendapatkan wakil yang menguasai bahasa Arab dan Inggris. Akhirnya,  dikirim dua orang utusan, yaitu HOS Tjokroaminoto yang menguasai  bahasa Inggris dan Kiai Haji Mas Mansur yang menguasai bahasa Arab.

Peristiwa  itu memicu tiga bersaudara,  Kiai Haji Ahmad Sahal, Kiai Haji  Zainuddin  Fanani, dan  Kiai  Haji  Imam Zarkasyi,  yang  kemudian  dikenal  dengan istilah  “Trimurti”, bersepakat  untuk  membangun kembali  pondok  pesantren peninggalan ayah  mereka,  Kiai  Raden Santoso Anom Besari, seorang keturunan penyebar Islam di  daerah Ponorogo  dan  Madiun:  Kiai Ageng  Hasan  Bashari  atau  Besari, seorang kiai yang menantu Susuhunan Pakubuwono II.

Pesantren  baru yang mulai dibuka pada Senin Kliwon,  12  Rabi‘ Al-Awwal  1345  H/20 September  1926  M  ini memiliki  format  baru  yang  berbeda  dengan  pesantren   tradisional: mempertahankan  sebagian  tradisi salaf dan  mengadopsi  lembaga pendidikan  modern di luar negeri seperti Universitas  Al-Azhar, Kairo,   Mesir,  yang  terkenal  dengan   kedalaman   ilmu-ilmu keislaman dan wakafnya yang luas, Pondok Sanqith di Afrika,  yang terkenal dengan kedermawanan dan keikhlasan pemimpin-pemimpinnya, Universitas  Aligarh di India yang terkenal dengan filsafat  dan sistem  pendidikan modernnya, dan Taman  Pendidikan  Santiniketan ala  Rabindranath Tagore di India yang terkenal dengan  kedamaian dan kesederhanaannya.

Nah, Kiai Haji Imam Zarkasyi adalah salah satu perintis Pondok Modern Darussalam Gontor yang senantiasa menanamkan sikap mandiri di antara santri-santrinya. Bagaimanakah kisah hidup kiai yang satu ini?

Lahir di Desa Gontor, Ponorogo, Jawa Timur pada Senin, 9  Rabi‘ Al-Awwal  1328  H/21 Maret  1910  M, dan selepas menyelesaikan  pendidikan  dasar,  anak bungsu  di  antara  tujuh bersaudara dari keluarga yang masih ada pertalian kerabat  dengan Keraton Kesepuhan Cirebon dan Majapahit ini kemudian menimba ilmu pada sejumlah pondok pesantren di daerah kelahirannya,  Ponorogo: Joresan,  Josari, Durisawo, dan Tegalsari, serta Pondok  Jamsaren (yang  didirikan  Kiai Haji Zamahsyari  atas  dukungan  Susuhunan Surakarta) dan sekolah Manbaul Ulum (sekolah agama klasikal  yang juga  didirikan  Keraton Surakarta) di Solo. Selain itu,  ia  juga pernah   belajar  di  Hollandsch  Inlandsche  School   (HIS)   dan Hollandsch Arabische School (HAS).

Pada 1345 H/1926 M, ketika usia Imam Zarkasyi belum 16 tahun  dan masih  menimba  ilmu, ia bersama dua kakaknya,  Ahmad  Sahal  dan Zainuddin  Fanani,  ikut merintis Pondok  Modern Darussalam Gontor.  Hal ini  dilakukan untuk menolong lembaga pendidikan tradisional Islam milik ayahandanya itu  dari kemunduran. Upaya itu berhasil. Sehingga, ketiga  kakak beradik  itu  pun dijuluki “Trimurti Pondok Gontor”. Di  pondok  ini, anak didik disiapkan untuk mengembangkan ilmu secara mandiri yang dirumuskan   sebagai   berlandaskan  “Pancajiwa”, yaitu  Jiwa Keikhlasan,  Jiwa  Kesederhanaan, Jiwa  Mandiri, Jiwa Ukhuwwah Islamiyyah, dan Jiwa Bebas.

Empat  tahun  kemudian kiai yang pernah  menjabat  Ketua  Majelis Pertimbangan  Pengajaran  dan  Pendidikan  Agama  1951-1953   ini berangkat  ke Sumatera Barat. Mula-mula ia belajar  di  Thawalib, Padangpanjang,  kemudian  di Kulliyatul  Mu‘allimin  Al-Islamiyah (KMI),  Padang  yang  dipimpin  Mahmud  Yunus,   seorang penerjemah  Al-Quran  terkenal. Mungkin, berguru  kepada  Mahmud Yunus  itulah yang sangat menentukan jalan hidupnya.  Sistem  di KMI itulah yang kemudian ia jadikan acuan utama sistem pengajaran klasikal di Pondok Modern Gontor yang kemudian ia kelola bersama dua saudaranya.

Selepas  merampungkan pendidikan tersebut, Imam  Zarkasyi  meniti karier di jalur pendidikan. Antara lain, menjadi Direktur  Sekolah Guru  Islam,  Padang  Sidempuan,  Kepala  Bidang  Pendidikan  dan Pengajaran  Kementerian  Agama Republik Indonesia,  Ketua  Bagian Perencanaan Pendidikan Agama Sekolah-Sekolah Negeri, dan Direktur Pondok Modern Gontor Darussalam. Dan, kiai yang dikenal  terbuka ini berpulang ke hadirat Allah pada Selasa, 9 Sya‘ban 1405 H/30 April  1985 M, dalam usia 75 tahun, dengan meninggalkan  sejumlah karya  tulis, antara lain Pedoman Pendidikan  Modern,  Bimbingan Keimanan, Ushuluddin, dan kamus Durusullughah Al-‘Arabiyyah.


Tidak terasa, 29 tahun telah berlalu sejak kiai kita ini berpulang ke hadirat Allah Swt. Kiranya Pancajiwa, yaitu “Jiwa Keikhlasan,  Jiwa  Kesederhanaan, Jiwa  Mandiri, Jiwa Ukhuwwah Islamiyyah, dan Jiwa Bebas”, yang senantiasa ditanamkan sang kiai, kepada para santrinya, menular pula kepada kita semua. Semoga. 

No comments: