Tuesday, July 15, 2014

SINAN  PASHA:
Arsitek Maestro Muslim yang “Sejajar” dengan Michaelangelo

Kini, mari kita tengok sebuah kota yang berada di antara dua benua: Kota Istanbul. Kota yang satu itu tentu Anda tahu. Tidak salah lagi, inilah kota  tercantik dan terbesar  di  Turki.

Nama Istanbul sendiri secara resmi dikenakan dirinya sejak 1341 H/1923 M. Kata  Istanbul sendiri berasal dari kata Yunani,  Stimboli,  yang berarti “di dalam kota”. Kota itu sendiri mulai dihuni sekitar 3.000 sebelum Masehi (SM). Lantas, pada 685 SM, koloni Yunani asal Kota Megara mulai mendirikan koloni di Chalcedon (kini menjadi Distrik Kadıköy). Kota itu, oleh koloni Yunani tersebut, disebut Bosphorus. Delapan belas tahun selepas itu,  Raja Byzas dari Yunani menduduki wilayah Eropa dari Bosphorus tersebut dan menamakannya “Bizantion” atau Byzantium. Kemudian, semenjak tahun 100 SM, kota itu menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi. Lantas, pada 306 M, Kaisar Constantine Agung menjadikan Byzantium sebagai ibukota Kekaisaran Byzantium. Semenjak itulah, Byzantium yang diubah dengan sebutan Constantinople dan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Kekaisaran Byzantium. Selain sebagai kota metropolis terkemuka selama berabad-abad, Constantinople juga berkembang pesat menjadi pusat Agama Kristen Ortodoks.

Selepas Islam berkembang pesat ke pelbagai kawasan Timur Tengah, semenjak dini kaum Muslim telah  berusaha menaklukkan  satu-satunya kota metropolis di dunia yang terletak di dua benua itu. Usaha pertama menundukkan kota itu dilakukan pada 40 H/660 M, di bawah komando ‘Abdurrahman  bin Khalid. Usaha kedua dilakukan pada 53 H/673 M,  di bawah  komando  Yazid  bin Mu‘awiyah.  Sejumlah  sahabat  Nabi Muhammad Saw. ikut serta dalam ekspedisi militer ini. Antara lain ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Abdullah bin Al-‘Abbas, ‘Abdullah bin Al-Zubair,  dan Abu Ayyub Al-Anshari yang gugur dalam ekspedisi  ini (kini makamnya terdapat di Distrik Eyup, Istanbul, di ujung Golden Horn). Namun,  kedua usaha itu mengalami kegagalan.  Usaha  selanjutnya, secara  besar-besaran, dilakukan lagi di bawah komando  Maslamah bin  ‘Abdul Malik, yang mengerahkan  sekitar  60,000  pasukan, darat  dan laut. Namun, usaha itu lagi-lagi mengalami  nasib  yang sama: gagal.

Kemudian, ketika Dinasti Usmaniyyah tegak, ‘Utsman I, Murad I,  Bayazid, dan  Murad  II,  berusaha kembali menundukkan  kota  ini. Seperti  usaha  sebelumnya,  usaha  mereka  pun  mengalami kegagalan.  Tetapi, kawasan di sekitar kota itu  berhasil  mereka duduki. Sehingga, mereka berhasil memaksa Kaisar Byzantium  membayar  upeti. Usaha menundukkan kota itu  baru  berhasil pada  858 H/1453 M, di tangan Sultan Muhammad II Al-Fatih. Dalam penaklukan itu, sang sultan mengerahkan  sekitar 50,000 pasukan elite yang dilengkapi meriam.

Selepas menghajar habis-habisan kota di bawah  kekuasaan Kaisar  Constantine itu, Sultan Muhammad II Al-Fatih dan pasukannya berhasil  memasuki Constantinople pada Selasa, 20 Jumada Al-Ula 857 H/29 Mei 1453 M. Selepas  itu, dinasti  yang dinisbatkan  kepada ‘Utsman I itu berhasil  mengepakkan  wilayah kekuasaannya  ke  berbagai  penjuru  dunia:  Semenanjung   Arab, Balkan,  Hungaria,  hingga kawasan Afrika Utara.  Namun, selepas berkuasa sekitar tujuh abad, dinasti tersebut  akhirnya hancur  akibat perebutan kekuasaan  dalam  negeri  yang melibatkan   sejumlah  negara  asing.  Selama itu, Istanbul tetap dijadikan sebagai ibukota Dinasti Usmaniyyah hingga  berdirinya Republik Turki pada 1342 H/1923 M. Sejak itulah ibukota Turki dipindahkan ke Ankara.

Nah, ketika berkunjung ke Istanbul, selayaknya Anda juga mengunjungi dua masjid yang merupakan karya-karya puncak (masterpieces) seorang arsitek kenamaan Turki pada Masa Pertengahan: Masjid Sulaimaniyyah dan Masjid Sehzade. Jarak lokasi dua masjid itu tidak berjauhan kok: hanya sekitar 1,5 kilometer saja. Sayang, jika Anda berkunjung ke Istanbul, tetapi Anda tidak mengunjungi dua masjid yang sangat indah itu.

Siapakah arsitek kondang dua masjid itu?

Sinan Pasha, itulah nama sang arsitek. Dan, kini, marilah sejenak kita ikuti kisah hidup arsitek “raksasa” ini, yang oleh seorang ahli sejarah seni Iran dan Islam, Ernst Diez, asal Austria, dinyatakan bahwa secara teknis, karya-karya arsitektur Sinan jauh lebih  cemerlang ketimbang karya-karya Michelangelo.”

Arsitek piawai berdarah Turki, dengan  nama lengkap  Sinan bin ‘Abdul Mannan, ini lahir di Desa Agirnas, Kayseri,  Anatolia pada  Rabu,  14 Jumada Al-Ula 894 H/15 April  1489  M. Arsitek yang satu ini lahir dalam lingkungan  keluarga pemeluk Agama Kristen Yunani, dengan nama kecil Joseph. Lantas, ketika  Sultan Salim  I  Yavus,  seorang penguasa dari  Dinasti  Usmaniyyah,  hendak   melancarkan serangan terhadap Persia, Sinan  bergabung  dengan Pasukan  YeniceriKemudian, selepas  melalui  proses   pencarian   dan pemahaman  yang  cukup lama, baru ketika berusia 23  tahun  Sinan menyatakan  keislamannya.  Tidak lama kemudian,  anak  muda  berbakat  itu  memasuki  Akademi Militer.  Di  akademi tersebut,  ia  mendapat bimbingan  keras  para pakar militer Turki  yang juga terkenal sebagai para arsitek.

Segera  selepas  merampungkan pendidikannya di  Akademi  Militer, arsitek yang mendapat gelar “Koca Mimar” (Arsitek Besar) ini ikut dalam  serentetan  ekspedisi  yang  digelar  Turki  ke   berbagai kawasan. Baik di dunia Timur maupun Barat. Tugas ini  memberikan kesempatan  bagi  anak  muda  yang  haus  ilmu  pengetahuan   dan pengalaman  itu  untuk mengenali karya-karya  arsitektur dunia.  Namun, bakatnya sebagai arsitek belum tersalurkan. Baru pada 941  H/1534 M, bakatnya mulai memeroleh perhatian orang. Kala itu,  panglima angkatan  bersenjata Turki, Lutfi Pasha,  memerintahkan dirinya  untuk membikin kapal-kapal perang yang dapat bergerak cepat dan tangguh. Tugas itu ia laksanakan dengan baik.

Tidak  lama selepas Sinan tiba kembali di Istanbul  dari  Iran, tokoh  arsitek Turki kala itu, Ajm Ali, berpulangTernyata, Sinanlah yang  diangkat  sebagai pengganti. Bukan hanya  itu.  Ia  juga diangkat  sebagai  pemimpin  kelompok  arsitek  istana.  Selepas menjadi  orang pertama dalam jajaran arsitek kondang Turki,  ia  pertama-tama  mendapat  tugas  dari  Sultan  Sulaiman  Al-Qanuni untuk merancang saluran air minum bagi warga Istanbul.

Di samping itu, Sinan juga diperintahkan merancang  masjid-masjid yang  hendak  dibangun  waktu  itu.  Lahirlah  kemudian,   dari tangannya,  tidak  kurang  dari  441  rancangan  arsitektur.   Di antaranya  adalah  Masjid  Sokollo, Masjid  Rustem  Pasha,  Masjid Sehzade, dan Masjid Sulaimaniyyah, semuanya di Istanbul. Masjid Salimiyyah di Edirne, Masjid Mehmet Pasa di Sophia, Bulgaria, Masjid Mustafa Pasya  di  Budapest, Hungaria, dan Masjid Tatar Khan di  eks  Uni Soviet juga merupakan “buah” tangannya. Sedangkan di dunia Arab, Sinan merancang Masjid Khasraw Pasya di Aleppo dan Masjid  Sultan Sulaiman di Damaskus. Kubah-kubah Masjid Al-Haram juga merasakan sentuhan  tangannya.  Sedangkan di Madinah,  ia  mendirikan  sebuah restoran umum indah dengan nama “Khaski Sultan”.

Nah, di  antara  ratusan  karya arsitektur  yang  lahir  lewat  tangan tokoh  yang berpulang di Istanbul pada Ahad, 22 Sya‘ban 996  H/17 Juli 1588 M, dalam usia 99 tahun, ini tiga di antaranya dipandang sebagai  “tiga  karya  puncaknya”  (masterpieces).  Ketiga  karya puncak  dan  klasiknya  itu adalah Masjid  Sehzade,  yang  selesai dibangun  pada  955 H/1548 M, Masjid Sulaimaniyyah,  yang  dibangun untuk Sultan Sulaiman Al-Qanuni, dan Masjid Salimiyyah di  Edirne, yang dibangun pada 976-982 H/1568-1574 M.

Selamat mengunjungi Istanbul. Juga, “berkenalan” dengan Sang Maestro, yang makamnya terletak di lingkungan Masjid Sulaimaniyyah, dan karya-karya puncaknya!


No comments: