RUSYDI HIFNI
RASYID:
“Mutiara Terabaikan”
yang Tetap Berkhidmat pada Dunia Ilmu
“Tidak boleh tidak, untuk terjadinya kebangkitan ilmiah di suatu
negara, harus ada iklim ilmiah dan pemikiran yang tepat bagi para ilmuwan.
Sehingga, hal itu memungkinkan bagi mereka untuk berkarya dan memberikan
sumbangsih.”
(Rusydi Hifni Rasyid)
Bila Anda memasuki ruang kerja ilmuwan Muslim
yang satu ini, di rumahnya yang sederhana di bagian selatan Kota Paris,
Perancis, akan segera terasa bahwa Anda hidup bersama seorang ilmuwan. Ribuan
buku, lama maupun baru, majalah-majalah, dan jurnal-jurnal ilmiah berserakan di
ruang kerjanya. Makalah-makalah yang tidak terhitung jumlahnya bertumpuk di
meja kerjanya. Sementara rak-rak yang memenuhi ruang kerja itu pun telah sarat
dengan karya-karya dalam berbagai bahasa.
Hal itu tidak aneh. Sebab, di belakang
ilmuwan yang satu ini membentang perjalanan panjang kiprahnya di dunia ilmu
pengetahuan yang sarat dengan penelitian, pengkajian, dan perenungan. Lewat
tangannya sendiri telah lahir puluhan karya tulis. Di antaranya suntingan dan
terjemahan ke dalam bahasa Perancis karya matematika Syarafuddin Al-Thusi
setebal sekitar seribu halaman. Tetapi, ia bukan hanya seorang penulis. Ia juga
seorang peneliti yang pernah menjadi salah seorang Direktur Centre National de
la Recherche Scientifique (CNRS), Paris, Perancis. Di negeri itu, untuk menjadi
peneliti saja harus melintasi seleksi yang sangat ketat. Apalagi untuk menjadi
seorang direktur sebuah lembaga riset bergengsi.
Siapakah ilmuwan yang satu ini?
Ilmuwan yang satu ini
lahir di Kairo pada 1355 H/1936 M. Sedangkan
perjalanannya ke Perancis bermula selepas ia merampungkan studi sarjananya pada
1375 H/1956 M. Kala itu, ia terpaksa melarikan diri dari “Tangan Besi” yang
mencengkeram para ilmuwan dan pemikir di
negerinya. Langkah pertama mengantarkannya ke Perancis untuk mengambil program
doktor di bidang filsafat ilmu. Setelah meraih gelar doktor di negara tersebut,
ia kemudian
bekerja sebagai asisten peneliti, di bidang filsafat ilmu, di Universitas
Humboldt, Jerman. Dari Jerman, ia kemudian menapakkan kaki ke Amerika Serikat.
Tidak lama berada di negara adikuasa tersebut, ia kemudian kembali ke Eropa dan
bergabung dengan CNRS.
Selain bergabung
dengan lembaga ilmiah bergengsi di Perancis tersebut, hingga akhirnya menjadi
salah satu direktur di lembaga itu, ilmuwan yang pernah menjadi anggota
Institute for Advanced Study (School of Historical Studies), Princeton, Amerika
Serika ini juga menjadi guru besar di pelbagai universitas, antara lain
Universitas Montreal, Kanada, Universitas Aleppo, Aleppo, Suriah, Universitas
Kairo, Kairo, Mesir, Universitas Tokyo, Tokyo, Jepang, dan Scuola Normale Superiore,
Pisa, Italia.
Selain itu, penerima pelbagai penghargaan ilmiah, antara lain Chevalier de la Légion d’Honneur, Médaille Alexandre Koyré,
Medal of the Organisation of the Islamic Conference Research Centre for Islamic
History, Art and Culture, Prix mondial du meilleur livre de recherche en
Islamologie, Hadiah dan Medali dari Kuwait Foundation for the Advancement of
Sciences, Médaille d’or Avicenne dari Unesco, dan Médaille de l’Institut du
Monde Arabe ini juga menjadi anggota dan pengurus berbagai lembaga
ilmiah dunia. Misalnya, sebagai anggota Akademi Bahasa Arab, Damaskus, Suriah,
anggota Akademi Sains Negara-negara ke-3, Wakil Ketua Société Française
d’Histoire des Sciences, Ketua Société d’Histoire des Sciences et de la Philosophie
Arabes et Islamiques, Pemimpin Redaksi jurnal ilmiah Arabic Sciences and
Philosophy, dan anggota sidang redaksi Revue de
Synthèse, Historia Scientiarum,
dan Revue d’Histoire des Mathématiques.
Di sisi lain, ilmuwan yang melakukan penelitian di bidang
sejarah dan filsafat aljabar, teori klasik angka, optik geometrik dan optik
fisik, konstruksi geometrik, telaah historis dan filosofis aplikasi matematik
dalam ilmu sosial, dan pelbagai kajian sejarah sains dan filosofis ini juga
seorang penulis yang produktif. Karya-karyanya, yang mencapai lebih dari 60
buku dan 100 makalah ilmiah, antara lain adalah Introduction à l’Histoire
des Sciences, Al-Bahir en Algèbre d’As-Samaw’al, Condorcet :
Mathématique et Société, L’Art de l’Algèbre de Diophante, L’Œuvre
algébrique d’al-Khayyam, Entre Arithmétique et Algèbre, Recherches sur l’Histoire des Mathématiques
Arabes, Diophante : Les Arithmétiques, Diophante : Les Arithmétiques,
Essais d’Histoire des Mathématiques, Etudes sur Avicenne, Sharaf al-Din
al-Tusi, Œuvres mathématiques. Algèbre et Géométrie au XIIe siècle,
Sharaf al-Din al-Tusi, Œuvres mathématiques. Algèbre et Géométrie au XIIe
siècle, Sciences à l’époque de la Révolution française. Recherches
historiques, Mathématiques et Philosophie de l’Antiquité à l’Âge
classique, Optique et Mathématiques : Recherches sur l’histoire de la
pensée scientifique en arabe, Géométrie et Dioptrique au Xe
siècle : Ibn Sahl, al-Quhi et Ibn al-Haytham, Les Mathématiques
infinitésimales du IXe au XIe siècle, Fondateurs et commentateurs : Banu
Musa, Thabit ibn Qurra, Ibn Sinan, al-Khazin, al-Quhi, Ibn al-Samh, Ibn Hud,
Œuvres philosophiques et scientifiques d’al-Kindi., Descartes et le Moyen Âge, Encyclopedia of the History of Arabic Scienc, Œuvres philosophiques et
scientifiques d’al-Kindi, Omar Khayyam. The Mathematician, Ibrahim
ibn Sinan. Logique et géométrie au Xe siècle, Les Mathématiques infinitésimales
du IXe au XIe siècle,
Recherche et enseignement des mathématiques au IXe siècle, Le recueil de
propositions géométriques de Na‘îm ibn Mûsâ, Maïmonide, philosophe et
savant (1138-1204), Œuvre mathématique d’al-Sijzî, Geometry and
Dioptrics in Classical Islam, Philosophie des mathématiques et théorie
de la connaissance, En histoire des sciences, Études philosophiques.
Mengapa pakar di bidang filsafat ilmu yang menaruh
perhatian besar terhadap sejarah ilmu ini, utamanya fase zaman pertengahan
ketika sumbangan kaum Muslim terhadap dunia ilmu demikian besar, sangat
produktif? Hal itu karena setiap hari ia bekerja tidak kurang dari 15 jam. Atas
jasa-jasa ilmiahnya tersebut, akhirnya, Prof. Dr. Rusydi Hifni Rasyid menerima
Hadiah Internasional Raja Faisal tahun 1428 H/2007 M
di bidang Kajian Keislaman.
Di sisi lain,
perjalanan hidup ilmuwan yang satu ini memberikan suatu pelajaran indah: meski hidup sebagai ‘mutiara yang terabaikan
oleh negerinya’ (brain-drainer), namun hal itu tidak menghalangi dirinya
untuk berkhidmat pada dunia ilmu pengetahuan pada umumnya dan khazanah Islam
pada khususnya. Malah, hidup di negeri orang kian memicu dan memacunya untuk
berkhidmat dengan sebaik-baiknya di dunia yang digelutinya setiap hari :
dunia ilmu pengetahuan. Teladan yang indah !
No comments:
Post a Comment